Oleh: Hamnah B. Lin
Kekerasan seksual kembali terjadi, dilansir dari Detiknews, 24/9/2021, kali ini Polisi menangkap seorang ustaz di Trenggalek yang mencabuli 34 santriwati. Pencabulan yang dilakukan tersangka SM (34) terjadi dalam tiga tahun terakhir. Dalam menjalankan aksinya, warga Kecamatan Pule berpura-pura memanggil santriwati yang menjadi incarannya. Korban diajak ke tempat sepi. Di lokasi tersebut, pelaku melakukan pencabulan terhadap korban.
"Jadi SM, biasanya menyampaikan kalimat 'kalau sama guru harus nurut, tidak boleh membantah," jelas Kasat Reskrim Polres Trenggalek AKP Arief Rizky Wicaksana kepada wartawan.
Aksi ustaz cabul ini dilakukan sejak tahun 2019 atau sudah tiga tahun lamanya. Pelaku sendiri menjadi tenaga pendidik sejak tahun 2017. "Tersangka menjadi guru atau pendidik di pondok pesantren mulai tahun 2017. Tapi dia mulai melakukan perbuatan pencabulan kepada santriwati mulai tahun 2019, jadi sudah tiga tahun berjalan," kata Arief.
Sungguh aksi bejat yang tak pantas dilakukan oleh seorang pendidik, dimana akal sehatnya yang menjadi pembeda antara hewan dan manusia. Inilah akibat dari sekulerisme, yakni pemahaman bahwa Agama ( read; Islam ) dipisahkan dari kehidupan. Yang akhirnya muncullah muslim tapi tidak bertakwa, muslim tapi tidak takut kepada Allah SWT, muslim yang menganggap Allah tidak ada saat melakukan segala aktivitas diluar ibadah mahdhah.
Bahkan dalam tataran negara, negeri ini pun sedang memisahkan Agama saat menetapkan Undang - undang, salah satunya adalah Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) yang diubah menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TP-KS). Nyata telah jauh dari syariat Islam.
Pencabulan sendiri termasuk kejahatan seksual, yang juga termasuk di dalam kejahatan seksual adalah perzinaan, L6BT, prostitusi (pelacuran) dan perkosaan promiskuitas (hubungan seksual yang dilakukan di luar ikatan perkawinan dengan cara berganti-ganti pasangan). Di antara kejahatan seksual yang disebutkan tadi, di antaranya dilakukan dengan cara kekerasan dan ada yang tidak. Istilah kejahatan seksual yang paling sering didengar adalah pelecehan seksual dan perkosaan.
Kejahatan seksual marak karena manusia mendewakan akal dan meninggalkan sumber hukum Ilahi. Maka, kita membutuhkan aturan dari Sang Pencipta dan Pengatur jagat raya karena Allah Swt. yang mengetahui hikmah dari semua hukum syariat yang diatur-Nya, termasuk kemaslahatannya.
Islam melawan segala bentuk kejahatan seksual. Islam memiliki mekanisme yang menyolusi kasus kejahatan seksual. Mekanisme pertama, Islam menerapkan sistem pergaulan yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan, baik ranah sosial maupun privat. Islam memerintahkan menutup aurat atau segala sesuatu yang merangsang sensualitas, karena umumnya kejahatan seksual itu dipicu rangsangan dari luar yang bisa memengaruhi naluri seksual (gharizah an-nau’).
Islam pun membatasi interaksi laki-laki dan perempuan, kecuali dalam beberapa aktivitas yang memang membutuhkan interaksi tersebut, seperti pendidikan (sekolah), ekonomi (perdagangan, pasar) dan kesehatan (rumah sakit, klinik, dll.).
Mekanisme kedua, Islam memiliki sistem kontrol sosial berupa perintah amar makruf nahi mungkar. Saling menasihati dalam kebaikan dan ketakwaan, juga menyelisihi terhadap segala bentuk kemaksiatan. Tentu semuanya dilakukan dengan cara yang baik.
Mekanisme ketiga, Islam memiliki sistem sanksi tegas terhadap pelaku kejahatan seksual. Contohnya, sanksi bagi pelaku tindak perkosaan berupa had zina, yaitu dirajam (dilempari batu) hingga mati, jika pelakunya muhshan (sudah menikah); dan dijilid (dicambuk) 100 kali dan diasingkan selama setahun, jika pelakunya ghairu muhshan (belum menikah).
Rasulullah saw. bersabda, “Dengarkanlah aku, Allah telah menetapkan hukuman bagi mereka itu, perawan dan perjaka yang berzina maka dikenakan hukuman cambuk sebanyak seratus kali dan diasingkan selama satu tahun, sedangkan pria yang sudah tidak perjaka dan perempuan yang sudah tidak perawan (yang keduanya pernah bersetubuh dalam status kawin), maka akan dijatuhi hukuman cambuk dan dirajam.” (HR Muslim)
Hukuman rajam bagi pelaku kemaksiatan juga tidak dilakukan sembarangan. Harus didetailkan kasusnya oleh kadi (hakim) yang berwenang, harus ada saksi dan seterusnya. Semua bentuk hukum Islam ditegakkan sebagai penebus dosa pelaku kemaksiatan di akhirat (jawabir) dan sebagai pencegah (zawajir) orang lain melakukan pelanggaran serupa agar jera. Semua ini adalah bentuk penjagaan Islam yang paripurna terhadap generasi masyarakat.
Tiga mekanisme ini akan terlaksana jika institusi Islam bernama Khilafah Islamiyah tegak menyelimuti seluruh dunia, karena pemimpinnya yakni Khalifah bertugas menerapkan Syariat Islam dalam seluruh lini urusan. Maka, turutlah bergabung dalam barisan dakwah menjadi penolong Agama Allah, agar dunia tersinari oleh Islam yang membawa Rahmat.
Wallahu a'lam biasshwwab