Mengapa Lunak Terhadap Pelaku Kekerasan Seksual?




Oleh Yuliana

Lagi, kasus yang mempertontonkan kecatatan hukum di Indonesia kembali terjadi. Baru-baru ini kekerasan seksual yang dilakukan beramai-ramai oleh pegawai KPI baru diproses setelah desakan kuat muncul dari publik. Kasus lain berupa sikap toleran KPI atas tampilnya artis pelaku kekerasan seksual di TV- menegaskan Lembaga ini begitu lunak memperlakukan pelaku kekerasan seksual. Hal ini tentunya berbanding terbalik dengan kampanye nasional anti kekerasan seksual.

Beberapa waktu lalu mencuat kasus pelecehan seksual dan perundungan yang diduga dilakukan oleh tujuh pegawainya terhadap seorang pegawai KPI Pusat.

Seorang pria yang mengaku sebagai pegawai KPI Pusat mengaku sebagai korban perundungan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh tujuh pegawai di Kantor KPI Pusat selama periode 2011-2020.

Pengakuan korban itu muncul ke publik lewat siaran tertulis yang diterima oleh sejumlah media nasional di Jakarta, Rabu. Dalam pengakuan itu, korban mengaku mengalami trauma dan stres akibat pelecehan seksual dan perundungan yang menjatuhkan martabat dan harga diri korban.

Korban menyampaikan ia sempat melapor ke Komnas HAM dan kepolisian. Namun, saat melaporkan kasus yang dia alami, polisi yang menerima laporan meminta korban menyelesaikan masalah itu di internal kantor. Sumber : Republika.co.id (2/9/2021)

Kekerasan seksual tetap menjadi wabah menjijikkan di negeri mayoritas muslim bila nilai dan sistem sekuler dipraktikkan. Bahkan mendefinisikan kekerasan seksual saja bisa terus mengalami perubahan ssesuai dengan selera pemangku jabatan. Ironis!

Memberantasnya dengan sikap tegas dan hukuman menjerakan mustahil lahir dari sistem sekuler liberal seperti saat ini.

Lain halnya di dalam Islam, sanksi terhadap perilaku sodom bisa sampai diazab oleh Alloh Ta'ala. Untuk itulah hukum yang berlaku dalam Islam bisa sebagai zawajir dan jawabir. Zawajir (pencegah) berarti dapat mencegah manusia dari tindak kejahatan. Misal, ia mengetahui bahwa jika ia membunuh maka hukumannya akan dibunuh lagi, maka ia tidak akan melakukan perbuatan tersebut. Juga sebagai jawabir (penebus) dikarenakan ’uqubat atau sanksi dapat menebus sanksi akhirat jika hukum syara' menjadi sistem yang digunakan untuk mengatur kehidupan seluruh manusia yang dipimpin oleh seorang khalifah.

Untuk itulah, solusi konkrit yang bisa menyelesaikan kasus ini hanya dapat diselesaikan dengan penerapan Islam kaffah, di mana hukuman yang akan diberlakukan pasti menimbulkan efek jera dan terbukti bisa memutus mata rantai terjadinya kasus serupa dikemudian hari.

Wallahu'alam bish shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak