Oleh : Ummu Attar
Buruknya pengelolaan pendidikan dalam sistem kapitalis kembali menampakkan sifat aslinya.
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan baru terkait aturan penerima dana bantuan operasional sekolah (BOS).
Kebijakan tersebut pun menuai banyak penolakan dari berbagai pihak , Seperti Aliansi pendidikan gabungan organisasi, dan lain lain.
Kebijakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) terkait penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS) menuai protes.
Protes datang dari Aliansi Pendidikan yang merupakan gabungan sejumlah organisasi, yang menolak Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021.
“Kami menolak Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan BOS Reguler khususnya Pasal 3 ayat (2) huruf d tentang Sekolah Penerima Dana BOS Reguler,” ujar Wakil Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Kasiyarno, di Jakarta, Jumat 3 September 2021.
Pihaknya juga mendesak Mendikbudristek menghapus ketentuan Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan BOS Reguler khususnya Pasal 3 ayat (2) huruf d tentang Sekolah Penerima Dana BOS Reguler.
Sikap Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tak berubah terkait syarat dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler yang mengharuskan sekolah memiliki minimal 60 peserta didik dalam tiga tahun terakhir. Padahal, sejumlah organisasi, mulai dari Muhammadiyah hingga NU, telah mengkritik dan meminta aturan itu dicabut.
Tentu masukan dari berbagai pihak akan menjadi pertimbangan kami," kata Plt Kepala Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat (BKHM) Kemendikbudristek, Anang Ristanto, ketika ditanya apakah akan mengkaji ulang atau tetap melanjutkan aturan tersebut, (Republika.co.id)
Kebijakan yang diambil oleh pemerintah menjadikan untung rugi sebagai tolak ukur dalam mengambil segala sesuatu, tak terkecuali dalam hal pendidikan.
Maka wajar saja jika kebijakan terkait dana bantuan BOS ini menuai banyak kritik dari berbagai kalangan masyarakat. Apalagi di musim pandemi seperti sekarang, dimana semua masyarakat merasakan dampak yang tidak bisa terhindarkan.
Kebijakan terkait syarat dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler ini justru akan menghantarkan pada kemerosotan dunia pendidikan dan menjamurnya kebodohan .
Banyak sekolah sekolah swasta yang kesusahan akibat pandemi, yang mengakibatkan jumlah peserta didik menurun secara drastis, infrastruktur yang kurang memadai juga menjadikan minat siswa dalam memilih sekolah.
Seharusnya pemerintah hadir dengan solusi yang tepat, yang mampu mensejahterakan masyarakat dan menciptakan generasi yang cemerlang.
Bukan menambah beban sekolah dan mempersulit generasi untuk mendapatkan pepndidikan yang baik. Akan tetapi bagaikan berharap turun air hujan di musim kemarau. Karna hal itu tidak akan terwujud dalam sistem yang menjadikan segala sesuatu berasaskan manfaat. Hal ini sudah menjadi watak asli dari pemerintah dalam sistem kapitalisme.
Keadaan ini memang jauh berbeda apabila dibandingkan dengan jaminan pendidikan dalam sistem Islam. Negara dalam sistem Islam menyediakan fasilitas pendidikan bagi setiap individu, tanpa adanya diskriminasi dan tanpa memberi prasyarat apapun yang akan dapat menghalangi akses layanan pendidikan. Semua fasilitas sarana dan prasarana diberikan secara gratis bagi semua warga negara.
Negara bertanggung jawab penuh mencukupi kebutuhan sarana pendidikan yang bersifat pokok seperti gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, dan lainnya termasuk kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan negara.
Keberhasilan sistem pendidikan Islam telah terbukti mampu melahirkan banyak cendekiawan cendekiawan muslim yang sangat gigih dalam menuntut ilmu. Semua itu tidak terlepas dari semua infrastruktur yang mendukung dan segala kemudahan dalam mengakses ilmu.
Dalam sistem Islam negara benar-benar hadir untuk melayani seluruh urusan rakyat termasuk pendidikan.
Wallahu alam bishsawab