Oleh : Rindoe Arrayah
Kondisi pandemi yang sudah berjalan kisaran dua tahun ini membuat nasib rakyat semakin tidak pasti. Hal ini pula yang menimpa para petani cabai. Belum lama ini, anggota Komisi IV DPR RI Slamet menanggapi video viral yang memperlihatkan seorang petani cabai mengamuk dan merusak kebun cabai miliknya. Kemarahan petani diduga akibat harga cabai di pasaran turun.
Slamet mengatakan, harga cabai yang anjlok di pasaran menandakan adanya masalah yang seharusnya menjadi perhatian serius dari pemerintah. Pemerintah harus hadir melindungi petani Indonesia. Jangan hanya berpikir impor terus, sementara nasib petani kita semakin sengsara, ujarnya, Jumat lalu (rctiplus.com, 27/8/2021).
Sementara itu, Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Yogyakarta Hempri Suyatna menyayangkan kebijakan adanya impor cabai yang dilakukan pemerintah Indonesia pada saat pandemi. "Perlu mengurangi impor cabai dari luar negeri. Hal ini karena selama pandemi ini Indonesia tetap melakukan impor cabai besar-besaran sehingga panenan produk lokal rentan terganggu seperti saat ini," jelas Hempri saat dihubungi ayoyogya.com, Minggu (29/8/2021).
Beberapa bulan sebelumnya si buah merah pedas ini menjadi primadona di pasaran. Harga yang melambung tinggi membuat si pembeli menjerit. Namun, kali ini berbeda giliran petani yang menjerit karena harga cabai benar-benar anjlok dan tak logis. Dilema kini dirasakan para petani cabai di beberapa wilayah. Banyak lahan tanaman yang siap panen dibiarkan begitu saja bahkan ada yang sampai membakar lahan tanamannya.
Sungguh miris, lagi-lagi rakyat harus dihadapkan dengan kekecewaan. Rakyat menjadi tumbal dari sistem bobrok kapitalis. Pada saat petani kita siap panen yang dengan meraup keuntungan yang selama ini di tunggu-tunggu menjadi mimpi belaka. Sebaliknya, negara impor cabai dari luar yang membuat harga cabei menurun drastis sehingga penghasilan petani tidak sesuai dengan harapan mereka. Begitulah dampak bukti nyata dari kegagalan sistem kapitalis yang hanya mementingkan keuntungan hanya pada segelintiran orang tanpa mengurusi nasib rakyat mayoritas.
Adanya impor yang terus-menerus menjadikan pemerintah ketergantungan terhadap stok barang di negara lain dan ini bisa berdampak pada penurunan perekonomian didalam negeri. Periayahan pemerintah terhadap para petani yang sangat buruk menunjukan betapa rapuhnya sistem kapitalisme. Rakyat tidak dipedulikan nasibnya bahkan sampai mati pun tidak peduli. Sudah selayaknya pemerintah berperan aktif dan ikut bertanggung jawab penuh memfasilitasi para petani cabai dan menjamin pendistribusian dengan baik.
Seharusnya kebijakan impor itu dilakukan ketika stok dalam negeri sudah habis. Namun, jika masih ada persediaan di dalam negeri maka impor ini sangat menyakiti hati rakyat, terkhusus para petani. Mereka berjuang dalam menghidupi keluarga akan tetapi pemerintah lebih memihak kepada para elit penguasa bukan terhadap rakyat kecil.
Oleh karena itu, sebetulnya kebijakan impor itu tidak perlu dilakukan ketika stok dalam negeri masih melimpah ruah. Negara harus mengutamakan terlebih dahulu produk dalam negeri dan harus membantu para petani agar menghasilkan cabai yang berkualitas. Dengan begitu, para petani tidak lagi risau dan gelisah. Apalagi dalam kondisi pandemi seperti ini, para pertani bisa menghasilkan untung dan memberikan nafkah untuk keluarganya.
Memang sudah seharusnya, Kapitalisme-Sekularisme yang tampak adanya sebagi sistem rusak segera dicampakkan dari muka bumi ini. Kemudian digantikan dengan sistem yang berasal dari wahyu Ilahi, yaitu syari’at Islm yang telah terbukti mampu mengantarkan rakyat menuju kejayaan serta kenerkahan dalam kehidupan.
Wallahu a'lam bishshawab.