Hindari Musik, Santri Radikalkah?





Oleh Lilis Lina Nastuti


Akhir akhir ini banyak para penista agama yang tidak malu - malu lagi menyatakan penghinaannya terhadap ajaran Islam.

Sebuah video memperlihatkan para santri tutup telinga karena diputarnya musik saat menunggu giliran vaksinasi covid- 19 viral di media sosial(Tribunnews.Com). 

Sejumlah orang menyebutkan jika para santri tersebut diajarkan untuk radikal  sehingga  tidak menyukai musik. 

Atas kejadian ini, pimpinan pesantren ABDURAHMAN BASURI, Indramayu yakni Ustadz Amin Syofyan pun menanggapi hal tersebut tindakan para santri tidak seharusnya disebut radikal, terlebih lagi tujuan santri tersebut untuk menjaga hapalan Qur'an. 

Adalah sebuah keharusan ketika para penghapal qur'an bisa menjauhkan diri dari perkara yang tidak berguna, salah satunya tidak mendengarkan musik,
Karena musik dengan Qur'an tidak mungkin bersatu, musik pun bisa melalaikan hati, menyibukkan jiwa dalam buaian syair  nada nada yang bisa menjauhkan para penghapal untuk mengingat Allah. 

Karena syarat menghapal Qur'an bukan perkara mudah tapi banyak syarat yang harus dipenuhi diantaranya:
1. Niat yang ikhlas & kuat, tidak ada harapan yang ingin diraih kecuali ridho Allah. 
2.Istiqamah, dalam membaca Qur'an, mengambil ibroh dari  Qur'an
Menghapalkan dan mengamalkan Qur'an. 
3.Talaqi kepada seorang guru 
4.Disiplin dalam menghapal Qur'an.
Tiada hari tanpa membaca Qur'an, setiap hari  ada peningkatan menambah ayat, murajaah mengulang ulang hapalan dan menguatkan hapalan. 

Nah, begitu dahsyatnya syarat bagi para penghapal Qur'an ketika memenuhi syarat tersebut. 
Hingga bisa menghantarkan para penghapal Qur'an untuk terikat hatinya dengan Allah. 

Keterikatan hati dengan Allah inilah yang menguasai hati dan jiwa para penghapal Qur'an, untuk mengisi qolbu mereka dengan lafaz lafadz suci lafadz mentaqdiskan  sang Pencipta sang pemberi wahyu Qur'an, petunjuk yang benar, pembeda yang hak dan bathil. 

Sejatinya santri itu begitulah adanya, untuk fokus hatinya kuat pada ayat-ayat Qur'an, meski pun musik itu mubah tapi demi menjaga hapalannya para santri menjauhkan diri dari hal yang mubah. 

Menurut Imam Al Ghazali mendengarkan musik itu mubah dengan syarat tidak bernilai dosa dan tidak mengandung kemaksiatan, tidak porno, tidak kasar dan tidak jorok. 

Adapun menurut Imam Asy Syaukani dan Al jauzi beliau mengharamkan musik sama sekali, dengan berpatokan pada dalil Qur'an Surat Lukman : 6 / 31: 6

Dan diantara manusia ada orang yang mempergunakan percakapan kosong untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikan olok- olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. 

Ayat ini turun berkenaan dengan Nadhar bin harits yang membeli hamba sahaya wanita penghibur itu untuk bernyanyi dihadapan setiap orang yang hendak masuk Islam. 
Hal tersebut dimaksudkan agar orang itu berpaling dari Islam. 
(H.R Juwaibir. Lihat Qurthubi: 7/5309-5310).

Nah, begitulah terdapat banyak alasan yang perlu diketahui oleh khalayak ketika para penghapal Qur'an menjauhi musik dengan alasan yang jelas. 
Intinya:
Menghindari musik itu, bukan berarti  santri radikal, ok? 

Karena ayat-ayat Allah itu suci dan hanya hati yang sucilah yang diberi kemampuan untuk menghapal Qur'an 

Kesan mendalam sebagai pengalaman mencetak generasi hapal Qur'an yang saya alami. 
Penuh onak dan duri, penuh derai airmata, agar seseorang menjadi hafiz quran. 

Proses yang lama,  bahkan sejak dini dijauhkan dari Hal  yang tidak berguna, sejak dini pula sehari satu ayat dikuatkan dalam hati anak, agar terhunjam  ayat demi ayat makin menguat mengakar dalam jiwa anak. 

Setiap hari disibukkan dengan nambah hapalan,
Sekedar berbagi saja sejak usia TK poin penting wajib bisa hurup hijaiyah, minimal bisa iqra satu, lalu saya ajarkan membaca Qur'an dengan tertib dan disiplin bawa Qur'an ke sekolah setiap hari walaupun bersekolah di SD umum. 
Lalu diajarkan pula akhlak Islam, adab adab Islam, dalam menjaga hapalan. 

Rezeki yang tidak bisa dibeli saat anak Hafidz 30 juz. 
Syukur yang tak terukur saat anak mutqim 30 juz. 

Selamat menikmati hidangan ayat-ayat Allah yang tidak ada kebahagiaan  dan ketenantan selain 
fokus berinteraksi dengan Qur'an, membacanya mentadaburinya ayat  ayat yg  belum dipahami dan dirasa masih penasaran terhadap ayat tersebut..
Lalu menghapalnya dan murajaah untuk menguatkan hapalan tersebut tidak lupa untuk bisa mengamalkannya. 

Namun hal penerapan dan pengamalan Qur'an ini tidak akan didapati kecuali dalam Kepemimpinan Islam bernama Khilafah. 

Karena dalam Khilafah saja Qur'an ini bisa dipraktekan menjadi undang- undang hidup untuk memberikan hukum hukum sesuai yang terdapat dalam al-quran. 


Wallahu A'lam





Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak