Oleh Dewi
(Pemerhati Sosial)
Masih dalam kondisi pandemi, namun rakyat dihadapkan dengan berbagai kesulitan salah satunya kesulitan ekonomi. Kondisi yang membuat rakyat memutar otak agar bisa mendapatkan uang demi terpenuhinya kebutuhan hidup.
Akhir-akhir ini tersiar kabar bahwa pemerintah malah menambah utang luar negeri sebagaimana yang diungkapkan oleh mentri keuangan Sri Mulyani Indrawati bahwa pemerintah memutuskan untuk terus menambah utang luar negeri di tengah pandemi Covid-19.
Langkah pemerintah mengobral utang demi mendapatkan dana untuk membiayai pandemi Covid-19, dengan menerbitkan global bond, obligasi dengan mata uang asing sebesar USD 4,3 miliar setara dengan jumlah Rp 68 triliun (kurs Rp 16000) dengan target mencapai Rp 449,4 triliun (2020-2021). Penerbitan obligasi ditengah tingginya turbulensi ekonomi membuat suku bunga yang ditawarkan pemerintah menjadi relatif mahal, bahkan jika dihitung akumulasi bunganya akan lebih besar dibandingkan pokok utang nya.
Kemudian jika dilihat dari kacamata efisensi, langkah pemerintah tersebut banyak celahnya, sebab masih ada alternatif lain untuk pembiayaan bencana Covid-19 selain menerbitkan utang, yaitu dengan penghematan anggaran dari pos-pos yang tidak terlalu urgen, menunda atau membatalkan belanja modal yang tidak mendesak. Seperti proyek-proyek infrastruktur, bandara, pelabuhan dan kereta api.
Peningkatan pembiayaan lewat utang akan berdampak buruk pada beban keuangan negara. Pasalnya, anggaran APBN untuk membayar bunga akan semakin besar. Pada APBN 2020 lalu biaya untuk membayar bunga utang saja mencapai Rp 295 triliun, tentu saja bunga utang-utang tersebut di bayar oleh rakyat melalui pungutan pemerintah yaitu pajak dan non pajak. Dampak negatif lainnya adalah pembayaran cicilan bunga tersebut akan menambah defisit transaksi berjalan, sebab pemerintah harus rutin membayar bunganya dalam bentuk dolar AS.
Jika dipikir dengan akal sehat lilitan utang justru menyebabkan hidup menderita. Selain itu utang bukan ditambah seharusnya utang harus dilunasi, hal inilah yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah bukan malah menambah lagi, yang justru semakin membebani masyarakat. Hal itu akan membuat kondisi Indonesia akan semakin parah karena jeratan utang dari segala arah, apalagi pandemi yang belum juga bisa dikendalikan sampai saat ini.
Kini harus dihadapkan pula dengan masalah baru lewat pinjaman utang yang tak kalah membahayakan dari Covid-19. Karena utang ini mengandung riba, yang memiliki potensi bahaya secara politis atas negeri ini, hal itu akan menjadi alat campur tangan dan kontrol asing terhadap kebijakan negeri ini.
Utang seperti ini jelas hukumnya haram, karena diperoleh dengan sarat yang melanggar hukum syara, kedaulatan negara pun terancam, dengan utang asingpun mudah mencaplok SDA dan semua kekayaan alam yang ada di negeri ini. Padahal Allah Swt telah berfirman :
"......dan Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman (TQS An-nisa : 141)
Menyelamatkan rakyat bukan dengan utang melainkan dengan penerapan aturan dari Sang Pencipta manusia, Allah Swt. Hal ini hanya bisa terwujud y dengan penerapan Islam secara kafah dalam institusi negara.
Wallahu a'lam bishawwab