Oleh Cahaya Septi
Pelajar dan Aktivis Dakwah
Musibah wabah masih saja bertahan di negeri ini. Namun, dalam menghadapi musibah, hendaknya tak hanya ikhtiar ragawi yang harus dilakukan tapi juga memperbanyak berzikir. Zikir akan dapat menenteramkan hati (QS ar-Ra’du [13]: 28).
Hendaknya juga kita memperbanyak ibadah dan taqarrub kepada Allah Swt. baik dengan shalat, sedekah, tilawah al-Quran, shalat-shalat sunnah dan taqarrub lainnya.
Seharusnya juga melahirkan rasa syukur. Dengan musibah ini kita harus bisa memberikan nilai dan makna atas beragam nikmat yang telah Allah berikan; nikmat sehat, kebugaran badan, nikmat kondisi kehidupan yang normal yang dengan itu bisa leluasa beraktivitas, mencari rezeki, dsb. Kondisi yang ada ini juga menuntun kita untuk bisa menghargai nikmat yang Allah berikan.
Rasa syukur dan sabar dalam menghadapi wabah, termasuk sakit yang diderita, bisa mewujudkan berbagai kebaikan dan keutamaan yang telah Allah janjikan. Begitulah. Kita harus memiliki dua sayap, sabar dan syukur. Ini akan menjadi salah satu faktor kunci menghadapi dan melalui musibah wabah ini. Dengan itu musibah akan berubah menjadi kebaikan dan berbuah kebaikan.
Banyak kebaikan dan keutamaan yang Allah berikan di balik musibah, khususnya musibah wabah, termasuk Pandemi Covid-19 ini. Salah satunya adalah pahala syahid yang menanti. Rasul saw. bersabda terkait wabah tha’un:
“Tha’un itu merupakan azab yang Allah timpakan kepada siapa saja yang Dia kehendaki dan Allah jadikan sebagai rahmat untuk kaum mukmin. seorang hamba, saat tha’un terjadi, berdiam di negerinya—dalam riwayat Imam Ahmad yang lain: lalu dia berdiam di rumahnya—seraya bersabar dan mengharap ridha Allah, dan dia menyadari bahwa tidak menimpa dirinya kecuali apa yang telah Allah tuliskan untuk dia, kecuali bagi dia pahala semisal pahala syahid.” (HR al-Bukhari dan Ahmad)
Tha’un merupakan jenis penyakit yang sudah dikenal; memiliki sifat menular dan menjadi wabah. Sifat menular dan menjadi wabah ini mirip pada berbagai penyakit wabah, termasuk Covid-19. Jadi ketentuan terkait Tha’un bisa berlaku pada wabah, termasuk Covid-19.
Kategori syahid akhirat bagi al-math’ûn (orang yang mati karena tha'un) itu semoga juga berlaku bagi orang yang diwafatkan karena terinfeksi Covid-19. Artinya, siapa saja dari kaum muslim yang diwafatkan dalam kondisi terpapar Covid-19 dan dia sedang dalam keadaan taat kepada Allah ketika wafat, semoga dia termasuk syahid akhirat.
Untuk mengatasi pandemi Covid-19 ini tentu yang harus dilakukan adalah terus melanjutkan ikhtiar terbaik oleh semua pihak; baik individu, keluarga, masyarakat dan pemerintah/negara.
Segala upaya untuk mencegah infeksi dan penularan menurut ilmu kesehatan harus dilakukan. Hal itu sebagai pengamalan dari sabda Rasul saw., “Firra min al-majdzûm firâraka min al-asad (Jauhilah penyakit kusta sebagaimana engkau lari dari kejaran singa).“ (HR Ahmad)
Prokes 3M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun/desinfektan) atau bahkan 5M hendaknya terus dilakukan. Hal itu, sesuai data, berpengaruh banyak untuk mencegah infeksi dan penularan.
Bagi masyarakat, ikhtiar taat prokes, saling menasihati dan mengingatkan tentu harus dilakukan. Saling membantu dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan memudahkan urusan kehidupan di antara komunitas atau masyarakat tentu juga harus dilakukan. Hal itu sebagai pengamalan banyak hadis yang berbicara tentang itu.
Dalam hal pencegahan dan penanggulangan Covid-19 saat ini, pemerintah wajib menjamin perawatan dan pengobatan semua orang yang sakit. Pemerintah harus menyediakan semua alat kesehatan dan obat-obatan yang dibutuhkan. Pemerintah juga harus mengedukasi dengan edukasi terbaik dan mendorong masyarakat untuk melaksanakan prokes. Aparatur Pemerintah, khususnya para pejabat, harus memberikan contoh terbaik dalam hal itu.
Pemerintah harus menjalankan 3T (test, tracing, treatment) secara massif. Pemerintah pun harus menjamin pelaksanaan isolasi yang standar bagi yang sakit, tetapi tidak perlu perawatan.
Boleh jadi Pemerintah pun perlu menerapkan karantina wilayah. Tentu dibarengi dengan menjamin kelangsungan hidup semua anggota masyarakat atau setidaknya mereka yang memerlukan. Karantina wilayah disyariatkan dalam sabda Rasul saw. dan pernah dicontohkan oleh para sahabat pada masa Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. Pertimbangan untung-rugi tidak selayaknya ada dalam hal ini. Berapapun biaya yang diperlukan harus disediakan dan dikeluarkan oleh Pemerintah.
Dengan demikian, dari kejadian masa pandemi ini kita harus lebih dekat kepada Allah Swt. Tetap berdoa dan tetap menjaga protokol kesehatan. Kita sebagai umat muslim tidak boleh menyerah dalam menghadapi pandemi.
WalLah a’lam bi ash-shawab.