Terendah 14 Tahun Terakhir, Demokrasi di Ujung Tanduk?




Oleh Mia D.M. 

(Aktivis Muslimah Pagar Alam)


The Economist Intelligence Unit (EIU) baru saja merilis Laporan Indeks Demokrasi 2020. Secara global indeks demokrasi dunia menurun dibandingkan tahun lalu. Rata-rata skor indeks demokrasi dunia tahun ini tercatat 5.37, menurun dari yang sebelumnya 5.44. Angka ini pun tercatat sebagai rata-rata skor terendah sejak EIU merilis laporan tahunannya pada 2006 silam.


Indeks ini memberikan gambaran singkat tentang keadaan demokrasi dunia untuk 165 negara merdeka dan dua teritorial. Hal ini berdasarkan pada lima indikator antara lain proses pemilu dan pluralisme, fungsi dan kinerja pemerintah, partisipasi politik, budaya politik, serta kebebasan sipil.


Berdasarkan skor yang diraih, EIU mengklasifikasikan negara-negara ke dalam empat kategori rezim: demokrasi penuh, demokrasi cacat, rezim hibrida, dan rezim otoriter.


Indonesia menduduki peringkat ke-64 dunia dalam Indeks Demokrasi yang dirilis EIU tersebut dengan skor 6,3. Meski dalam segi peringkat Indonesia masih tetap sama dengan tahun sebelumnya, namun skor tersebut menurun dari yang sebelumnya 6,48. 


Kategori Demokrasi yang Cacat


Ini merupakan angka terendah yang diperoleh Indonesia dalam kurun waktu 14 tahun terakhir. Indonesia dikategorikan sebagai negara dengan demokrasi cacat. Dalam laporan tersebut menunjukkan bahwa tren indeks demokrasi Indonesia cenderung terus mengalami penurunan signifikan sejak 2017.


Menurut Direktur LP3ES Didik J. Rachbini dalam Seminar Outlook Demokrasi LP3ES, yang dilaksanakan secara virtual (11/1/2021), kekuasaan demokrasi di Indonesia semakin terlihat melenceng, berbalik menuju praktik yang otoriter tirani.


Hal ini tampak dari berbagai kasus yang mencuat akhir-akhir ini. Sebut saja kasus pembubaran ormas tanpa pengadilan, kasus HAM pembunuhan anggota FP1 dan demonstran yang tewas, hingga penghapusan sejumlah mural yang menyuarakan kritik terhadap pemerintah.


Demokrasi di Ujung Tanduk? 


Umat ini terlalu mulia untuk hidup dalam kubangan lumpur hina demokrasi. Demokrasi sebagai sistem yang rusak, meniscayakan siapa pun yang masuk ke dalamnya akan menjadi rusak. Sistem yang meniscayakan munculnya perbudakan manusia atas manusia. Bagaimana tidak? Hukum yang diterapkan adalah buatan manusia dan diterapkan atas manusia yang lainnya. Hukum yang dibuat pun bersifat tajam ke bawah dan tumpul ke atas. 

Walhasil, sistem demokrasi menjadikan penguasa “untouchable” oleh hukum yang dibuatnya.


Jauh berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam semua mendasarkan dirinya pada tauhid, yakni keimanan pada Allah Swt. Syariat Islam menjadi pilar-pilarnya. Undang-undang dibuat berdasarkan wahyu yakni Al-Qur'an dan hadis. Kedua sumber hukum tersebut terjamin kebenarannya, karena berasal dari al-Khaliq.


Khilafah terbukti berhasil mengurusi rakyatnya hingga menjadi peradaban termaju di masanya. Hal ini diakui cendekiawan barat yakni Will Durant dalam buku Story of Civilization yang dia tulis bersama Istrinya, Ariel Durant.


Will mengatakan, “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapa pun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka”.


Maka sejatinya demokrasi sudah diujung tanduk kehancurannya. Sudah saatnya umat kembali pada aturan Islam yang diterapkan secara kafah. 


Wallahu a’lam bishshawab.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak