Oleh Fijar
(Generasi Milenial Peradaban Cemerlang)
Pandemi Covid-19 masih menjadi topik yang masih ramai diperbincangkan oleh berbagai kalangan di negeri ini. Tidak hanya orang-orang dewasa anak-anak pun ikut membicarakan masalah ini. Sudah hampir 1,5 tahun kita hidup berdampingan dengan yang namanya Covid-19. Dari yang awalnya disampaikan berita libur satu minggu sampai sekarang sudah hampir kurang lebih 1,5 tahun atau 72 minggu. Bukan hanya para pelajar yang harus belajar di rumah (daring ), lulus dengan predikat SD, SMP, SMA, dan Sarjana tapi hanya belajar dari rumah dan kurang praktik dalam pelajaran-pelajaran tertentu. Bahkan para pegawai yang bekerja di perkantoran dan lainnya mengalami pemecatan karena turunnya prekonomian yang disebabkan adanya Covid-19.
Sudah sekian lama kita hidup berdampingan dengan Covid-19, semakin hari angka yang menunjukkan jumlah terpapar bukan menurun malah makin bertambah. Terus terjadi lonjakan pasien di berbagai rumah sakit di setiap daerahnya. Perekonomian rakyat semakin melemah begitu juga utang negara semakin banyak. Sampai kapan rakyat akan bertahan dengan situasi rumit seperti ini? Di mana orang yang di bawah akan tambah susah dan orang yang di atas hanya bisa mempertahankan untuk dirinya saja.
Semakin hari orang-orang tambah susah untuk mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Kebutuhan hidup hari semakin hari bukannya berkurang tapi malah bertambah juga dengan gaya hidup yang semakin modern ini membuat banyak pihak membutuhkan penghasilan untuk memenuhi itu. Belum lagi kebijakan PPKM yang membatasi aktivitas masyarakat, sehingga banyak usaha yang gulung tikar, dan meningkatnya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Selama masa PPKM Darurat Jawa-Bali yang kemudian disusul oleh daerah lain, Aktivitas di tempat ibadah juga kembali diperketat. Tempat ibadah ditutup untuk sementara tidak diperbolehkan membuat kerumanan banyak orang walaupun itu perkara ibadah. Namun ternyata kondisi berbanding terbalik, karena proyek tetap jalan 100% tanpa ditutup walaupun ada kebijakan PPKM.
Proyek itu tetap berjalan tetap dikerjakan 100 persen tanpa ada pengurangan sedikitpun. Tapi dengan catatan proyek jalan ini dijalankan atau dikerjakan dengan memenuhi protokol kesehatan dengan ketat.
Sungguh sangat ironis bukan?
Kebijakan yang diterapkan terkesan hanya ganti nama saja, mulai dari PSBB
Karena angka kenaikan COVID-19 di dua daerah itu sangat tinggi, sehingga diadakannya pembatasan sosial yang di sebut dengan PPKM DARURAT. PPKM DARURAT ini dijalankan mulai tanggal 3 Juli sampai dengan 20 Juli 2021. PPKM ini di adakan untuk meredam kenaikan COVID-19 yang sangat melonjak. Tapi apakah dengan diakannya PPKM DARURAT ini COVID-19 akan mulai berkurang di negri ini??? Mengapa negara kita tidak mengikuti cara-cara yang telah dilakukan oleh negara lain untuk pembatasan sosial secara menyeluruh di semua derah, bukan hanya di daerah tertentu saja. Tapi jika diberlakukannya pembatasan sosial di seluruh daerah maka hendaknya pemerintah memberikan atau menjamin hidup rakyatnya selama pembatasan sosial itu berlangsung. Bukan hanya digerakkan untuk di adakannya pembatasan sosial tapi rakyat tidak di jamin kehidupannya selama pembatasan sosial itu berlangsung.
Dengan angka COVID-19 yang belum habis-habis ini bagaimana dengan kegiatan ibadah yang di lakukan oleh umat Islam, mengingat pada tanggal 20 Juni 2021, tepatnya pada hari Selasa telah ditetapkan bahwa adanya Hari Raya Kdul Adha yang akan di laksakan oleh kaum muslim di seluruh negeri. Akankah di Hari Raya Idul Adha tahun ini kaum muslim hanya sholat ied di rumah saja??? Dengan keputusan pemerintah yang menangani masalah COVID-19 ini sholat Ied Adha di tahun ini tidak boleh diselenggarakan di tempat ibadah yang bisa mengumpulkan banyak orang yaitu mesjid. Tempat ibadah ditutup untuk sementara tidak diperbolehkan membuat kerumanan banyak orang walaupun itu perkara ibadah. Tapi bagaimna dengan proyek jalan yang berjalan 100 persen tanpa ditutup walaupun adanya PPKM. Proyek itu tetap berjalan tetap dikerjakan 100 persen tanpa ada pengurangan sedikitpun. Tapi dengan catatan proyek jalan ini dijalankan atau dikerjakan dengan memenuhi protokol kesehatan dengan ketat.
Bisakah kita bayangkan sebagaimana pikiran manusiawi saja, lebih penting manakah antara ibadah dan proyek jalan? Tempat ibadah di tutup 100 persen sedangkan proyek jalan tetap berlangsung 100 persen. Orang-orang beribadah hanya boleh dikerjakan dirumah saja. Padahal apakah mereka yang mengesahkan atau memutuskan tempat ibadah di tutup100 persen tidak paham atau bahkan tidak tahu bagaimana pentingnya ibadah yang dilakukan secara berjamaah, apalagi ini mendekati momen Idul Adha. Dimana orang-orang muslim akan mejalankan sholat Ied Adha secara berjamaah. Sungguh sangat tidak bisa dibayangkan bagaimana sekulernya hukum pemerintah saat ini. Kita sebagai umat Islam yang paham yang mengertin tentang ini hanya bisa berdoa dan terus berdakwah menyebrkan kebaikan dan kebenarakn kepada orang-orang di luar sana yang mera masih buta akan ilmu agama. Kita sebagai seorang muslim yang tahu jangan pernah lelah untuk terus berjuan untuk negri ini, karna kalo bukan kita generasi muda yang akan membangkitkan pemahaman meraka di luar sana siapa lagi. Karna para penguasa di luar sana tidak akan memikirkan bagaimana para generasi muda harus paham dan harus mengerti dengan tugas seorang muslim. Jadilah sosok yang membawa perubahan di negeri ini agar para generasi muda bsia bangkit dan berasatu kembali untuk menegakkan negri kita yang menggunakan sistem Islam untuk mengambil keputusan dalam setiap masalahnya.
Wallahu a'lam bishawab.