Siapa Diuntungkan dengan Vaksin Berbayar?




Oleh : Rindoe Arrayah

             Hingga saat ini, berita tentang pandemi Covid-19 seolah tiada habisnya. Hal ini dikarenakan, Covid-19 masih menjangkiti berbagai negara di dunia, tidak terkecuali  di Indonesia dengan  penyebarannya yang sangat cepat. Virus varian baru yang dianggap lebih ganas dari pada Covid-19 sudah menjangkiti penduduk negeri ini. Sekalipun sudah ada program pemerintah mengenai vaksin gratis secara massal. Namun, pendistribusiannya belum mencapai target. Oleh karena itu, pemerintah mengupayakan agar masyarakat bisa lebih cepat mendapat vaksin.
 
Sebagaiman dilansir dari Republika.co.id Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, mengatakan vaksinasi Gotong Royong berbayar bagi individu bisa diakses mulai 12 Juli, kebijakan ini sebagai alternatif untuk mempercepat pelaksanaan program vaksinasi nasional demi terciptanya kekebalan kelompok. Mengenai pelaksanaannya akan didukung Kimia Farma dan Bio Farma. Sementara itu, Sekretaris Perusahaan Kimia Farma Ganti Winarno dan Juru Bicara vaksinasi Covid-19 Bio Farma Bambang Heriyanto pun menyatakan hal yang sama (12/7/2021).

Mengutip dari Republika.co.id, Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay, berkomentar bahwasanya Komisi IX DPR belum mendengar langsung soal rencana penjualan vaksin melalui Kimia Farma. Dirinya juga menambahkan pengguna vaksin harus dievaluasi kondisinya serta mekanisme pembeliannya perlu koordinasi dengan Komnas atau Komda KIPI (11/7/2021).

Tidak ketinggalan pula dengan Politikus partai Gerindra yang berkomentar dengan mengunggah cuitan yakni "Vaksin Gotong Royong (berbayar) harusnya dibatalkan, bukan ditunda. Uang membeli vaksin pakai uang rakyat terus dijual lagi ke rakyat. Semoga juga bukan vaksin hibah negara sahabat yang diperjualbelikan. BUMN itu bentuk intervensi negara untuk melayani rakyat bukan cari untung dari rakyat,” melalui akun Twitter @fadlizon.(bisnis.com,12/7/2021).

Sebenarnya, vaksinasi mandiri atau Gotong Royong tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.19/2021 sebagai perubahan Permenkes No.10/2021. Yang pendanaannya dibebankan bisa pada perorangan dan atau badan usaha untuk karyawannya. Rencananya vaksin dijual dengan harga pembelian Rp 321.600 per dosis dan tarif maksimal pelayanan Rp 117.910.

Meskipun akhirnya ditunda pelaksanaannya, akan tetapi pernyataan dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang menegaskan bahwa Vaksinasi Gotong Royong merupakan pilihan bagi masyarakat tetap saja menimbulkan polemik. Masyarakat umum bisa menilai rencana pemerintah untuk menjual bebas vaksin individu berbayar di Kimia Farma akan menyengsarakan rakyat. Bagaimana tidak? Untuk memenuhi kebutuhan pokok saja sulit ditambah harus membeli vaksin. Tentunya, hal ini akan semakin menambah beban rakyat.

Adapun, rencana vaksin individual dikhawatirkan tidak diiringi mekanisme pengawasan. Padahal, sudah banyak kasus pasca vaksin yang mestinya ditangani. Ada beberapa kasus KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi),  contohnya di Riau seperti yang dinyatakan Ketua Komisi Daerah Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi atau Komda KIPI Riau, dr Ligat Pribadi, secara total ada 56 kasus orang mengalami KIPI setelah disuntik vaksin Corona (detik.com, 18/6/2021). Ini membuktikan bahwa vaksin bukanlah obat ampuh. Orang yang sudah divaksin belum tentu kebal sepenuhnya.

Vaksinasi berbayar semakin menegaskan lepasnya tanggung jawab pemerintah. Apa yang dilakukan pemerintah sama dengan memalak rakyat. Bahkan, ada ancaman bagi setiap orang yang ditetapkan sebagai penerima vaksin dan menolak akan dikenakan sanksi. Antara lain, adalah penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial. Penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan serta denda. Hal inilah, akhirnya yang membuat bimbang bagi rakyat. Pemerintah terkesan membiarkan masyarakat dalam risiko. Jika dijual bebas maka mungkin akan terjadi kecurangan. Hal itu bisa terjadi karena tidak ada pengawasan.

Dalam Islam, vaksin bukanlah sesuatu hal yang baru. Seorang tokoh Muslim yang bernama Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi dan orang Barat atau Eropa menyebutnya dengan panggilan Rhazes. Dia adalah ilmuwan kedokteran muslim yang pertama kali menemukan konsep dasar vaksin Smallpox (cacar) yang digunakan sampai sekarang. Penelitian tentang cacar diabadikan dalam buku dengan judul “Al Jadari wa Al Hasba”. Penemuan itu kemudian dikembangkan lagi pada zaman kekhilafahan Turki Utsmani. Hal ini dikarenakan, Islam sangat tahu kesehatan adalah kebutuhan pokok bagi rakyat. Sehingga, seorang khalifah sangat bertanggung-jawab untuk menjamin pelayanan kesehatan yang berkualitas untuk rakyatnya. Segala upaya akan dilakukan termasuk membuat obat atau vaksin serta penyalurannya dikelola oleh negara. Karena, jaminan aman dan halal menjadi tanggung-jawab khalifah.

Seluruh pengobatan digratiskan, sedangkan untuk operasionalnya diambil dari baitul mal. Negara tidak perlu khawatir jika membutuhkan banyak biaya. Pendapatan negara berasal dari 3 pos pemasukan: 

Pertama, kepemilikan umum sumber pendapatan dari pengelolaan barang tambang seperti emas, besi, tembaga dan minyak bumi. Semua itu harus dikelola oleh negara tidak boleh dikelola oleh individu apalagi oleh asing. Semua itu untuk mensubsidi rakyat di bidang kesehatan, pendidikan, transportasi, insfrastuktur dan kebutuhan publik lainnya.

Kedua, kepemilikan negara yang bersumber dari harta ghanimah, anfal, fai', khumus, jizyah, 'ushr, harta orang murtad, harta yang tidak memiliki ahli waris serta tanah hak negara. Semuanya digunakan sepenuhnya untuk menggaji pegawai negara yang mengurusi rakyat. Dalam hal ini termasuk dokter, guru, tentara dan lainnya.

Ketiga, zakat. Diantaranya zakat fitrah, zakat harta, sedekah serta wakaf. Dalam hal ini Islam sudah ada ketentuan dikeluarkan untuk 8 asnaf. Antara lain fakir, miskin, ibnu sabil, fisabilillah, amil zakat, mualaf, rigob serta gharim. Disinilah keindahan sistem Islam manajemen keuangan yang rapih dan tertata. Kalau dana yang dieluarkan kurang dan ternyata kas di Baitul mal menipis atau bahkan habis baru pemerintah akan menarik pajak. Itupun hanya kepada orang kaya yang memiliki kelebihan harta. Inipun, sifatnya sementara karena ketika kebutuhan sudah tertutupi maka pajak dihentikan.

Berbagai  kemudahan dan keberkahan sebagaimana hal di atas,  hanya bisa ditemukan manakala syariat Islam ditegakkan. Sejatinya kepemimpinan Islam itu adalah riayah su’unil ummah. Mengurusi urusan umat menjadi kewajiban seorang khalifah. Oleh karenanya, menjadi tugas kita bersama untuk saat ini agar senantiasa istiqamah dalam barisan perjuangan demi tegaknya kembali institusi yang menerapkan syariat-Nya di seluruh penjuru bumi, yaitu Khilafah Islamiyah.

Wallahu a'lam bishshowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak