Oleh : Anis Nofitasari
Duka masih saja menyelimuti bumi Pertiwi. Setiap hari, bahkan setiap detik, kabar kematian selalu terdengar. Prosentasi tersebut terus meningkat lantaran wabah covid-19. Banyak yang positif, banyak pula yang sembuh, namun juga banyak yang harus menghembuskan nafas bagi mereka yang terjangkit. Baik dari kalangan rakyat jelata, maupun tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan.
Dilansir dari detiknews, LaporCovid-19, melaporkan ada 675 orang yang menjalani isolasi mandiri karena virus corona dinyatakan meninggal dunia per Juni lalu. Tak hanya itu, ada 206 tenaga kesehatan yang juga turut gugur saat menangani pasien yang terpapar virus corona. Penambahan pasien yang meninggal lantaran covid-19 tak hanya terjadi ketika melakukan isoman saja, namun beberapa juga mengalami penolakan dari rumah sakit akibat membludaknya pasien.
Pasien yang meninggal terus bertambah, hal itu disampaikan oleh koordinator LaporCovid-19, Irma Hidayana dalam konferensi pers virtual, Minggu (18/7/2021).
"Selama pandemi di tanah air sekitar 1,5 tahun ada 1.371 nakes yang meninggal. Kami juga masih menerima banyak laporan yang menyatakan bahwa sulit untuk daftar vaksin di beberapa daerah. Ini yang masuk di LaporCovid ya," ungkap Irma.
Dari fakta pasien isoman meninggal yang semakin banyak menunjukkan kegagalan pemerintah dalam memfasilitasi dan menyiapkan rakyat menghadapi covid. Ketidakmerataan informasi dan pemahaman bagi rakyat menjadikan mereka tidak cakap dalam menghadapi covid yang sewaktu-waktu bisa menyerang. Sehingga bukan malah meminimalkan penyebaran, namun malah mempercepat penularan. Tak hanya dari segi informasi dan penanganan saja, ketidaksiapan emosional akan memperparah keadaan.
Kepanikan dan ketakutan yang melanda, secara tidak langsung akan memperburuk imun yang mengakibatkan semakin mudahnya virus masuk. Ditambah lagi dengan karakter meremehkan dan tidak percaya oleh sebagian rakyat yang bandel, sehingga mereka tanpa mengindahkan prokes, secara tidak sadar turut menularkan virus kepada mereka yang lemah imunitasnya akan sangat memperparah keadaan.
Sedangkan jika melihat fasilitas kesehatan yang ada, kurangnya ruang rawat, ketersediaan oksigen dan fasilitas di rumah sakit juga menjadi sebab-musabab rakyat harus isoman tanpa adanya pemahaman dan perangkat memadai. Rakyat dipaksa untuk mandiri mengatasi kedaruratan diri sendiri. Yang paham bagaimana seharusnya menghadapi akan terus optimis sembuh dengan segala pikiran positif yang dibangun.
Sedangkan mereka yang kurang faham, bisa saja terpuruk dan down dengan apa yang menimpanya.
Dari situ, maka sangatlah penting pemerintah memberikan pengetahuan dan edukasi, sekaligus memutuskan solusi yang solutif, cepat, tanggap dan terkendali. Namun, sayang beribu sayang, kekecewaan banyak dirasakan oleh banyak pihak. Mereka harus menelan pil pahit akan aksi yang menjadikan mereka gigit jari.
Masih dilansir dari detiknews, Irma kemudian menyinggung aksi nyata pemerintah menekan mobilitas warga demi turunnya laju penyebaran virus corona. Walaupun, kata Irma, dia sangat mengapresiasi permintaan maaf pemerintah yang mengakui ketidakoptimalan PPKM darurat. Ia berharap pemerintah dapat membatasi gerak masyarakat agar lebih mudah melacak kasus virus corona. Hal itu dilakukan semata-mata agar jumlah pasien yang mengalami gejala parah dapat berkurang.
"Yang bisa dilakukan pemerintah sebagai upaya mengendalikan penularan secara signifikan dengan menekan laju mobilitas warga, gerak masyarakat harus dibatasi. Dengan gerak masyarakat yang dibatasi setidaknya 2 minggu, atau 2x2 minggu, akan lebih memudahkan petugas tracing dan testing makin efektif. Jika kalau hal ini dilakukan, jumlah pasien yang sakitnya parah harus dirawat di rumah sakit akan berkurang, " ungkapnya.
Total positif corona secara kumulatif sejak Maret 2020 hingga hari ini berjumlah 2.832.755 dan kasus sembuh kumulatif sebanyak 2.232.394. Sementara itu, hingga hari ini, tercatat pasien Corona yang meninggal di RI mencapai 72.489 orang.
Sungguh nelangsa jika mengetahu berbagai fakta yang ada. Kurang tanggapnya tindakan sejak awal wabah melanda menjadikan bumi Pertiwi benar-benar berduka. Satu persatu nyawa melayang hingga mencapai ribuan laksana "tumbal kekuasaan" di sistem kapitalis ini. Nyawa begitu tidak berharga di hadapan manusia yang tidak menjadikan Islam sebagai sumber hukumnya. Padahal dalam Islam sendiri, satu nyawa begitu berharga. Sehingga negara akan begitu menjaga keberlangsungan kehidupan rakyat dengan penjagaan yang terbaik.
Sudah saatnya, negara mengindahkan hukumNya. Namun manusia tak boleh berputus asa dari rahmatNya. Ujian ini adalah bentuk kasih sayang bagi mereka yang beriman. Namun menjadi sebuah azab bagi mereka yang mengingkari akan hukum dan ketetapanNya. Maka, pilihan yang terbaik adalah kembali kepadaNya dengan menjalankan syariat Islam pada seluruh lini kehidupan. Wallahu A'lam Bisshawab.
Semoga Allah menganugerahkan kesabaran atas segala ujian ini. Menyelamatkan dengan keridhaan atas segala ikhtiar dan semoga bisyarah yang dinanti semakin dekat untuk dijemput. Aamiin Ya Rabbal Alamin.
Ilustrasi Prayin for Rain
Tags
Opini