Oleh: Rika Merda
"Sudah jatuh tertimpa tangga pula" mungkin peribahasa ini cocok untuk menggambarkan kondisi rakyat Indonesia saat ini. Bagaimana tidak, kasus Covid-19 kian hari kian menghantui rakyat Indonesia, bahkan sebagian dari mereka harus rela kehilangan orang tua, sanak saudara serta orang-orang terkasih. Belum lagi dengan diberlakukannya PPKM Darurat yang mengharuskan rakyat untuk stay at home membuat sebagian besar rakyat tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.
Bahkan, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy mengungkapkan bahwa kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa-Bali akan diperpanjang masa daruratnya hingga akhir Juli mendatang. (news.detik.com, 16 Juli 2021)
Ini membuktikan jika beban penderitaan rakyat begitu banyak, disatu sisi mereka takut jika virus Covid-19 menjangkiti mereka. Namun disisi lain jika mereka tidak keluar rumah untuk bekerja, mereka tidak akan mampu untuk makan dan memenuhi kebutuhan keluarga. Sebab pembatasan aktivitas masyarakat di luar rumah oleh pemerintah tidak diiringi dengan subsidi serta jaminan kebutuhan yang layak bagi rakyat.
Memang diberlakukannya PSBB, PPKM, PPKM Darurat sejak awal terkesan meragukan. Sebab kebijakan yang diambil oleh pemerintah terkesan timpang. Pemerintah sangat nampak tidak berpihak kepada rakyat sebaliknya pemerintah justru sangat berpihak kepada kepentingan pemilik modal.
Faktanya setiap kebijakan pemerintah lebih mengkhawatirkan masalah ekonomi dibandingkan keselamatan dan nyawa rakyat.
Sejatinya rakyat tidak butuh perubahan istilah maupun perpanjangan. Rakyat hanya butuh ada kebijakan tegas dari pemerintah untuk lockdown serta adanya jaminan pemenuhan kebutuhan dasar. Namun setelah dua kali badai Covid-19 menyerang Indonesia konsep lockdown tetap diindahkan oleh pemerintah. Sebab jika pemerintah mengambil konsep ini, maka ada beban pemenuhan kebutuhan rakyat yang harus ditanggung oleh negara. Negara tidak akan mampu membiayai seluruh kebutuhan rakyatnya jika harus melakukan lockdown.
Sekedar memberikan bantuan sosial bagi sebagian warga yang terdampak PPKM Darurat saja, Muhadjir menyebut pemerintah tidak bisa memikulnya sendiri. Dia meminta semua pihak saling gotong royong terkait bansos. Termasuk pihak civitas akademika UGM untuk membantu masyarakat yang kurang beruntung saat PPKM Darurat. (news.detik.com, 16 Juli 2021)
Gagalnya penanganan pandemi di Indonesia adalah akibat dari diterapkannya sistem kapitalisme. Dimana dalam sistem kapitalisme, ekonomi menjadi sebuah acuan. Sehingga apapun dilakukan pemerintah untuk terus berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi meski harus mengorbankan nyawa rakyat. Tak heran jika sistem ini banyak melahirkan pemimpin yang tidak amanah dan terkesan asal-asalan dalam menyelesaikan persoalan rakyat. Mereka tidak sadar bahwa mereka adalah pelayan umat.
Hal ini jauh berbeda dengan Islam, dalam Islam pemerintah menempatkan dirinya sebagai pelayan umat. Maka berbagai kebijakan yang berlandaskan Al-Qur'an dan As-sunah akan diambil untuk menyelesaikan seluruh persoalan umat. Sehingga jiwa, harta, akal serta kehormatan rakyatnya akan terjaga. Begitupun dengan kebijakan Khalifah dalam mengatasi pandemi.
Rasulullah Saw bersabda :
"Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu berada di tempat itu maka janganlah keluar rumah". (HR. Muslim)
Kebijakan isolasi atau lockdown diambil negara Islam untuk mengatasi wabah. Negara akan segera melakukan tes masal untuk mengetahui warganya yang sakit, sehingga warga yang sakit bisa segera dipisahkan dari yang sehat agar tidak tertular dan dibantu segala kebutuhan makan, obat dan lain-lain hingga sembuh. Sehingga daerah yang terkena wabah bisa cepat tertangani dan daerah yang tidak terjangkiti bisa beraktivitas normal. Dengan demikian, roda perekonomian negara tetap dapat berjalan.
Sebagaimana yang dilakukan Khalifah Umar bin Khattab saat terjadi wabah Tha'un di Syam pada 18 hijriah. Khalifah Umar memerintahkan untuk melockdown daerah yang terkena wabah dan langsung membuat posko-posko bantuan agar kebutuhan pokok rakyat yang terkena wabah dapat terpenuhi.
Khalifah Umar pun pada waktu itu mendengarkan pendapat Amr bin Ash sebagai pakar yang mendapati bahwa apa yang terjadi di Syam adalah wabah. Amr bin Ash berkata :
"Wahai manusia sesungguhnya wabah ini seperti api yang menyala-nyala dan manusia yang berkumpul bahan bakarnya. Kayunya semakin berkumpul (manusia) maka semakin keras. Dan cara mematikan api itu harus dipisahkan, maka berpencarlah ke gunung-gunung".
Maka pada waktu itu Khalifah Umar segera menginstruksikan pada rakyatnya di Syam dan meminta mereka mengikuti kebijakan tersebut dengan maksimal.
Peliknya persoalan wabah ini dapat tertangani dengan tuntas hanya dengan diterapkannya sistem Islam dalam bingkai khilafah. Sehingga sudah saatnya sistem Islam ini harus diperjuangkan oleh kaum muslimin.