Oleh Siti Uswatun Khasanah
(Aktivis Dakwah Milenial)
Pandemi Covid-19 sudah hampir dua tahun melanda negeri ini. Faktanya, semakin hari kasus Covif-19 semakin meningkat menjangkiti penduduk di negeri ini. Pada 30 Juni 2021 kemarin, sudah sekitar 2.178.272 orang yang terjangkit virus ini.
Pemerintah telah menetapkan berbagai bentuk kebijakan demi mengatasi pandemi Covid-19 ini, yaitu dengan membatasi aktivitas masyarakat. Berbagai pihak telah menyarankan penerapan lockdown, karena dinilai paling ampuh untuk menyelamatkan nyawa masyarakat. Namun pemerintah lebih memilih menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Aturan dibuat dengan menerapkan belajar di rumah, menutup beberapa pusat perbelanjaan, dan membatasi aktivitas kerja masyarakat.
Beberapa bulan penerapan ini dilakukan, dan melihat data Covid-19 yang semakin menurun akhirnya masyarakat mulai beradaptasi dengan kehidupan normal yang baru atau yang disebut dengan istilah new normal. Beraktivitas diluar rumah dengan normal seperti sediakala namun dengan protokol kesehatan yaitu memakai masker, mencuci tangan dan tidak berkerumun. Namun sebenarnya kasus Covid-19 belum selesai pada saat itu.
Setelah penerapan era new normal sebagian besar masyarakat semakin mengabaikan Covif-19 yang sebenarnya belum benar-benar bersih dan akhirnya kasus Covid-19 semakin melonjak di berbagai daerah di Indonesia. Akhirnya pemerintah menetapkan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) skala mikro. Dalam kebijakan ini diberlakukan sedikit pelonggaran operasional dari beberapa sektor. Misalnya pusat perbelanjaan dibuka dengan pembatasan pengunjung, uji coba pembelajaran tatap muka di lokasi zona hijau Covid-19.
Kebijakan ini dinilai kebijakan yang tidak efektif oleh masyarakat dalam penuntasan kasus pandemi hari ini, sebab seharusnya ada pengetatan lebih ekstra dibandingkan kebijakan sebelumnya apalagi ditengah kasus Covid-19 yang semakin melonjak. Tetapi pemerintah tetap melaksanakan PPKM skala mikro ini, karena dinilai mampu menyelamatkan ekonomi negara ditengah pandemi Covid-19 hari ini, sebab aktivitas ekonomi ditengah masyarakat dapat dijalani meski dibatasi.
Sepekan setelah Presiden Jokowi mengumumkan pemberlakuan PPKM skala mikro, akhirnya pemerintah mengubah PPKM skala mikro menjadi PPKM darurat dengan harapan dapat menekan laju penyebaran Covid-19. PPKM Darurat diberlakukan di pulau Jawa dan Bali.
Menurut anggota DPR RI komisi XI Yohan Ahmad, pelaksanaan PPKM darurat dinilai akan mengoreksi ekspetasi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2021 yang sebelumnya diperkirakan keluar dari zona kontraksi. Meskipun dinilai akan menyelamatkan perekonomian negara, Yohan juga memandang pemberlakuan ini lakan membahayakan kesehatan dan nyawa masyarakat.
Terlebih lagi fakta kerancuan dan ketidak seriusan pemerintah dalam menangani kasus Covid-19 hari ini. Yohan mencontohkan, pada bulan April 2021 saat Covid-19 varian Delta menjangkit negara India dengan sangat cepat tapi pemerintah justru membiarkan flight carteran, yang memuat ratusan WNA India ke Indonesia dengan masa karantina hanya 5 hari.
"Jika merujuk pada regulasi pembatasan mobilitas yang beredar terkait PPKM darurat, maka PPKM Darurat hanya berlaku secara domestik di wilayah Jawa dan Bali saja. Artinya, mobilitas warga asing ke Indonesia masih dibuka/ diberikan kelonggaran," ujar Yohan.
Beberapa pihak meminta pemerintah untuk menjelaskan tentang kejelasan perbedaan pemberlakuan PPKM skala mikro dengan PPKM darurat itu, sebab sebagian pihak menilai bahwa akan ada hasil yang tak berbeda jika penetapannya masih sama. Kebijakan yang ditetapkan pemerintah selama ini hanyalah pergantian istilah saja. Masyarakat menilai, seharusnya pemerintah jangan main-main membuat kebijakan ditengah keadaan genting hari ini. Kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak dapat memberikan solusi apapun bagi masyarakat. Apa gunanya memberlakukan pembatasan untuk wilayah lokal sedangkan masih membuka ruang untuk wilayah asing, sedangkan Covid-19 itu asalnya dari wilayah asing?
Seharusnya hal ini menjadi bukti bahwa pemerintah hari ini adalah pemerintah pengemban ideologi kapitalis, yang mengorbankan nyawa masyarakat demi kepentingan materi atas nama penyelamatan ekonomi negara. Sebenarnya kebijakan yang dikatakan pemerintah sebagai upaya penyelamatan ekonomi negara itu hanya menguntungkan pemerintah saja, tidak untuk rakyat. Justru rakyatlah yang harus terdzalimi, sebab ketidak seriusan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 ini.
Kebijakan-kebijakannya gagal menuntaskan permasalahan pandemi ini. Rezim kapitalis tidak akan pernah mau menerapkan kebijakan yang mengorbankan materi. Jika melakukan lockdown maka pemerintah harus dapat menjamin kebutuhan masyarakat dan kegiatan ekonomi lokal maupun internasional pun harus dikorbankan. Padahal pada faktanya pemerintah sendirilah yang menyebabkan penurunan ekonomi negara ditengah pandemi hari ini.
Sebagai contoh yaitu korupsi dana bantuan sosial oleh mantan menteri sosial Juliari Batubara. Ditambah lagi dengan lahirnya Perpu Corona yang disebut Amin Rais berpotensi besar terjadinya korupsi. Pandemi ini pun dijadikan alat penguasa untuk melemahkan KPK dan memuluskan jalan korupsi. Semua kebijakan berjalan atas kepentingan penguasa tak peduli seberapa besar kerugian yang ditanggung rakyat.
Seharusnya di tengah keadaan genting seperti ini pemerintah harus lebih fokus dalam penanganan demi menyelamatkan nyawa rakyat. Tapi pemerintah justru lebih fokus menyelamatkan ekonomi dengan tujuan materi semata. Kekacauan dan kegagalan rezim dalam penanganan wabah hari ini disebabkan oleh kapitalisme yang berasal dari akidah sekuler itu. Rezim mengabaikan hukum Islam yang menjadi solusi atas setiap permasalahan. Ekonomi menurun sebab pemerintah mengabaikan apa yang Rasulullah ajarkan dalam mengatasi pandemi.
Rasulullah mengajarkan untuk hanya mengisolasi daerah yang terkena wabah saja. Sedangkan daerah lainnya yang tidak terkena wabah akan berjalan normal dan tidak mempengaruhi kegiatan ekonominya wabah pun tidak akan menjangkit secara luas. Seperti apa yang Rasulullah sabdakan dalam sebuah hadis, yang artinya:
"Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat maka janganlah kalian memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu berada di tempat itu maka janganlah keluar rumah." (HR. Muslim).
Tapi negeri ini justru memperkuat jalinan kerja sama dengan negeri yang terkena wabah dan tidak ada keseriusan dalam penanganan ketika wabah melonjak di negeri ini.
Menurut syari'at, pemerintah pun harus menjamin kehidupan individu masyarakat. Terpenuhinya kebutuhan dan meningkatnya ekonomi seharusnya dilihat dari kondisi nyata di tengah masyarakat bukan pada angka rata-rata. Namun, negeri ini justru fokus pada angka rata-rata itu dan mengabaikan kondisi nyata di lapangan. Area yang terkena wabah akan didukung penuh kebutuhannya oleh negara Islam. Namun negeri ini justru lagi-lagi tak pernah serius dalam menjamin hidup rakyat.
Dalam Islam, kesehatan masyarakat menjadi tanggung jawab penuh negara. Sehingga rumah sakit berada pada kendali negara. Pelayanan dan fasilitas terbaik tanpa membayar apapun diberikan untuk semua masyarakat oleh negara. Berbeda dengan negeri kita hari ini yang justru menjadikan kesehatan masyarakat sebagai ladang bisnis yang menguntungkan penguasa, kesehatan dijamin masing-masing individu.
Melihat fakta ini seharusnya ummat harus tersadarkan bahwa demokrasi kapitalis ala Barat ini adalah akar dari semua permasalahan ini. Hanya sistem Islam satu-satunya sistem yang menjadi solusi terbaik atas semua permasalahan ini. Sebab sistem Islam lahir dari sistem yang diturunkan oleh Allah Sang Maha Pencipta yang Maha Tau atas segala apa yang diciptakan-Nya. Saatnya kaum muslim bangun dan bangkit dari tidur panjang dibawah pangkuan kapitalis hari ini.
Wallahu a'lam bishawab