Oleh: Dewi Tisnawati, S. Sos. I (Pemerhati Sosial)
Dilansir pada Merdeka.com - Pandemi Covid-19 masih melanda banyak negara di dunia termasuk Indonesia. Di Tanah Air, virus asal Wuhan, China itu pertama kali terdeteksi pada Maret 2020. Artinya, sudah satu tahun lebih negara ini terkungkung virus Corona.
Lamanya waktu berjalan nyatanya tak membuat angka kasus positif Covid-19 menurun. Justru hari ke hari meningkat. Bahkan beberapa pekan terakhir meroket tajam.
Data 30 Juni 2021 kemarin, kasus positif Covid-19 bertambah 21.807 orang. Jika ditotal, jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia sudah menjangkit 2.178.272 orang.
Beragam kebijakan untuk membatasi aktivitas masyarakat. Pemerintah kemudian berembuk, mencari solusi agar kasus positif tidak semakin tinggi. Salah satunya dengan membatasi aktivitas masyarakat.
Banyak pihak menyarankan pemerintah menerapkan penguncian wilayah atau lockdown. Cara itu dinilai paling ampuh. Sebab aktivitas masyarakat benar-benar dibatasi dengan ketat.
Tetapi, dengan sejumlah pertimbangan, pemerintah memilih opsi lain. Kebijakan yang diambil adalah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Aturan dibuat untuk sejumlah sektor. Tujuannya, mengurangi aktivitas masyarakat di luar rumah, sehingga kemungkinan terpapar virus menurun.
Adapun aturan yang dibuat saat penerapan PSBB, antara lain pusat perbelanjaan ditutup. Aktivitas belajar dialihkan ke rumah sepenuhnya. Sedangkan perkantoran hanya diizinkan setengah dari kapasitas gedung.
Beberapa bulan kebijakan PSBB diterapkan, pemerintah melakukan evaluasi. Melihat kasus positif harian Covid-19 menurun, masyarakat diajak beradaptasi dengan tatanan kehidupan baru atau new normal. Sehingga bisa kembali beraktivitas di luar rumah dengan menerapkan protokol kesehatan. Seperti memakai masker, cuci tangan, hindari kerumunan, dan jaga jarak.
Istilah PSBB kemudian berubah menjadi PPKM skala Mikro. Aturan dalam kebijakan ini sedikit melonggarkan operasional sejumlah sektor. Misalnya saja, kapasitas perkantoran menjadi 50 persen, operasional mal kembali dibuka dengan jumlah pengunjung dan jam dibatasi. Bahkan di lokasi zona hijau Covid-19, belajar tatap muka diuji coba.
Kebijakan ini kembali dipilih pemerintah saat kasus positif Covid-19 melonjak naik beberapa pekan terakhir. Banyak yang menyayangkan, sebab harusnya ada pengetatan lebih ekstra untuk menekan sebaran kasus positif.
Tetap Presiden Joko Widodo berpandangan lain. Kebijakan PPKM skala mikro dianggap paling memungkingkan karena aktivitas ekonomi masih bisa berjalan meski dibatasi. Demikianlah fakta yang terjadi.
Banyak pakar menganggap PPKM Darurat bukan kebijakan yang efektif untuk antisipasi kegentingan dan ledakan covid. Sebab istilah ini hanya berubah dari kebijakan sebelumnya yang tidak terbukti ampuh dan justru membingungkan.
Hal ini wajar saja karena rezim kapitalis tidak akan membuat kebijakan yang mengorbankan keuntungan materi atas nama penyelamatan ekonomi. Padahal semestinya berfokus pada penyelamatan nyawa. Dengan demikian, tidak bisa lagi diharapkan untuk mendapatkan solusi darinya.
Adapun satu-satunya alternatif yang harus dicoba adalah sistem Islam. Sebab, Islam mengatur semua hal dan memberi jawaban atas segenap persoalan. Dalam menghadapi wabah, Islam memiliki solusi dengan penguncian wilayah atau lockdown. Sebagaimana pada masa Rasulullah saw. pernah terjadi wabah penyakit menular.
Wabah itu adalah kusta yang bisa menular dan belum diketahui obatnya. Untuk menghadapi wabah tersebut, Rasulullah menerapkan karantina wilayah (lockdown) terhadap penderita dan mencegah wabah menjalar ke wilayah lain.
Rasulullah membangun tembok di sekitar daerah yang terjangkit wabah demi memastikan perintah tersebut terlaksana. Penegasan kehati-hatian pada wabah penyakit kusta dikenal luas pada masa hidup Rasulullah saw. Sebagaimana sabda beliau, yang artinya: “Jauhilah orang yang terkena kusta, seperti kamu menjauhi singa.” (HR. al-Bukhari)
Pada masa Kekhalifahan Umar bin al-Khaththab pun pernah terjadi wabah penyakit menular. Sebagaimana diriwayatkan, yang artinya: “Khalifah Umar pernah keluar untuk melakukan perjalanan menuju Syam. Saat sampai di wilayah bernama Sargh, beliau mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengabari Umar bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meningggalkan tempat itu.” (HR Al-Bukhari).
Demikian lengkapnya Islam memberikan solusi atas persoalan wabah pada sebuah negara. Tentunya hal ini perlu dicontoh oleh penguasa di negeri ini. Di tengah parahnya sebaran covid 19 yang tidak mampu dihentikan oleh penguasa sebaiknya banyak beristighfar dan jadikanlah Islam sebagai pengatur kehidupan bernegara agar bisa terhindar dari mara bahaya termasuk wabah yang melanda saat ini. Wallahu a’lam bish-shawwab.
Tags
Opini