Oleh : Rayani umma Aqila
Pemerintah sedang bertarung melawan infeksi virus yang kian hari semakin meresahkan masyarakat. Tren kasus tiap hari kian meningkat. Infeksi virus Corona juga melanda semua kalangan, disamping itu kebanyakan masih harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit rujukan pemerintah untuk penanganan Covid-19. Situasi kritis ini yang harus dialami Indonesia lantaran harus berjibaku melawan penyebaran virus corona jenis baru atau dikenal dengan sebutan novel coronavirus. Secara resmi virus ini oleh World Health Organization (WHO) disebut sebagai Covid-19 yang berarti “Covid” singkatan dari Corona Virus Disease, sedangkan angka “19” menunjukkan tahun munculnya virus tersebut. Pun, di sejumlah daerah di seluruh Indonesia termasuk daerah Sulawesi tenggara kota Kendari, Pemerintah Kota Kendari saat ini tengah mempersiapkan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kendari sebagai Rumah Sakit (RS) Khusus Pasien COVID-19. Saat ini sudah sementara berlangsung perisiapannya dan tengah disiapkan payung hukumnya jika nantinya dibutuhkan. Pihak manajemen RS sudah punya dasar untuk mengambil tindakan, seperti pernyataan Wali Kota Kendari, Sulkarnain Kadir. Sultrapos (26/07/2021)
Persiapan menjadi RSU Khusus penanganan wabah butuh dukungan secara sistemik atau keseluruhan. Jika hanya diserahkan kepada satu wilayah, maka akan membebani wilayah itu dalam mengatasi wabah, termasuk didalamnya anggaran. Dalam menghadapi situasi krisis seperti saat ini, peran pemerintah sangatlah penting. Pemerintah dituntut untuk mampu menangani penyebaran virus ini, pembagian tugas dalam penanganan Covid-19 perlu dipetakan dengan baik. Pemerintah pusat bertanggung jawab sejauh apa, pemerintah provinsi dan pemerintah daerah pun juga demikian. Kebijakan yang terintegrasi harus dilakukan pusat dan daerah termasuk anggaran. Pemerintah perlu memprediksi besarnya biaya yang akan dikeluarkan dalam penanganan wabah Covid-19 yang sudah diperkirakan dan terperinci secara sistematis. Tujuannya adalah agar perencanaan berjalan sebagaimana mestinya.
Arus kas yang terganggu menjadikan beban operasional RS meningkat, sering dijumpai praktek pengambilan keputusan khususnya yang bersumber dari ketersediaan dan penggunaan informasi keuangan tidak sesuai dengan tujuannya. Timpangnya pelayanan terjadi di daerah yang tingkat ekonomi masyarakatnya masih rendah sedangkan belanja rutinitas pemerintah daerah setiap tahunnya bertambah karena menganut "incrementalism" pengambilan keputusan oleh pemerintah daerah tidak dipisahkan dengan tanggung jawab sebagai pelayanan publik. Masing-masing wilayah hanya focus dalam penanganan wilayah itu, tanpa memiliki konsep holistic. Sarana dan prasarananya pun diserahkan kepada masing-masing wilayah untuk berswadaya sendiri. Ancaman kebangkrutan yang dialami beberapa rumah sakit di daerah, atau potensi bangkut pada lebih banyak rumah sakit lainnya, sehingga mempengaruhi kinerja dan pada akhirnya pandemi tak terkendali, ditambah lagi dengan pelayanan kesehatan bersifat komersial, dan harus cari untung, padahal semua warga butuh pelayanan yang sama. Pemimpin pun dituntut untuk melayani rakyat, bukan kepentingan kaum kapitalis. Kasus pandemi ini masih terus berkembang. Pemerintah harus terus memikirkan cara efektif dan efisien sambil memikirkan momentum agar tidak kalah cepat dengan penyebaran virus.
Publik menganggap pemerintah kurang tanggap dan sigap dalam menangani kasus pandemi ini. Seperti saat ini masih banyak masyarakat yang keluar rumah meskipun tanpa keperluan penting, masih banyak perusahaan yang tetap mempekerjakan pegawainya di kantor, masih sangat terbatasnya alat kebutuhan kesehatan seperti Alat Pelindung Diri (APD) dan masker untuk tenaga medis. Tentu peran serta pemerintah sangat dibutuhkan agar penyebaran Covid-19 ini dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Sistem kesehatan saat ini memiliki menejemen dengan pondasi kapitalistik, sehingga membuat kebutuhan obat dan ketersediaan tempat tidur serta pelayanan SDM nya amburadul. Sejatinya hal tersebut menunjukkan ketidakmampuan negara dalam meriayah masyarakat dan hilangnya wibawa kepemimpinan mereka di mata rakyat. Sedari awal negara memang sudah salah langkah dalam penanganan wabah ini, aturan yang seakan tumpang tindih dan tidak terbuka membuat masyarakat bingung dengan kondisi wabah ini sebenarnya.
Belum lagi sejak awal negara memfokuskan ekonomi dalam menerapkan kebijakan yang sebenarnya semakin menjauhkan jarak antara pemerintah dengan rakyatnya. Kebijakan-kebijakan yang di terapkan sering kali hanya untuk kepentingan para kapitalis tanpa memikirkan kondisi wabah yang masih ada di tengah-tengah masyarakat. Berawal dari sistem kesehatan kapitalisme yang diterapkan lalu diperparah oleh ketidaksiapan birokrasi kesehatan ini berimbas pada kelambanan bahkan kelalaian mengalokasi dana bagi rumah-rumah sakit yang melayani orang tidak mampu di lapangan. Berbeda dengan Islam, dalam Islam sistem kesehatan bertumpu pada kemaslahatan umat tanpa berorientasi materi. Dukungan dari pusat dengan anggaran Negara terpusat pada baitul maal, membuat distribusi kebutuhan obat dan sarana prasarananya mencukupi, dengan demikian membangun sistem kesehatan yang kuat dengan kondisi seperti ini haruslah di rubah. Dalam Islam negara berfungsi sebagai pelayan masyarakat. Negara juga tidak boleh mengkomersialkan hak publik karena negara di beri kewenangan dan tanggung jawab menjamin kepenuhan kebutuhan layanan kesehatan kepada seluruh masyarakatnya.
Seorang pemimpin atau Khalifah adalah penanggung jawab semua layanan publik dan seorang Khalifah wajib menyediakan sarana kesehatan, rumah sakit, obat-obatan, tenaga medis dan sebagainya secara mandiri karna itu adalah tanggung jawabnya. Dan Rasulullah bersabda yang artinya “Imam adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya” (HR. Bukhari). Dalam penanganan wabah, Khalifah wajib mengurus dan memastikan seluruh warganya baik muslim maupun non muslim, hidup dengan mendapatkan jaminan makanan, tempat tinggal, kesehatan, dan juga pendidikan. Tentu hal ini mampu diwujudkan bila sistem kesehatan Islam diterapkan dan dijalankan. Wallahua'lam bissawab.