0leh: Nurdianiwati
Penyebaran Covid-19 dari hari ke hari bukanlah mereda tetapi justru menunjukkan peningkatan yang luar biasa. Ada dugaan diakibatkan oleh varian baru yaitu Delta (dari India) masuk ke Indonesia dan menyebar begitu cepat. Hal itu diperparah oleh kebiasaan masyarakat yang yang buruk yaitu tidak patuh pada prokes. Sehingga dalam waktu yang singkat banyak rumah sakit penuh karena membludaknya pasien yang positif covid. Pemerintah telah mengumumkan aturan baru pengetatan yang bernama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Aturan ini mulai berlaku pada 3 hingga 20 Juli 2021 untuk wilayah Jawa dan Bali dan tanggal 25 Juli kemarin diperpanjang hingga 2 Agustus 2021. Keputusan ini diambil untuk mencegah penyebaran covid-19 yang semakin menjadi, seiring dengan munculnya berbagai varian baru yang disebut-sebut cepat menular.
Dalam kondisi seperti ini, rakyat butuh uluran tangan dari para pejabat yang punya kebijakan. Kebutuhan pangan dan kesehatan perlu dicukupi. Tidak hanya kebutuhan yang sifatnya jasmani, rakyat juga butuh ketenangan batin. Karena ketercukupi kebutuhan jasmani dan batin dapat meningkatkan imun rakyat. Kalau imun rakyat kuat maka dapat terhindar dari virus covid.
Tetapi kenyataan yang ada, alih-alih meringankan beban rakyat, justru para pejabat hilang rasa empatinya. Beberapa waktu yang lalu, Komika Bintang Emon dalam sebuah video di Instagram miliknya, memberikan kritikan yang menohok ketika Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, berkomentar terhadap sinetron Ikatan Cinta. Menurut Bintang Emon, di kondisi seperti ini Pak Mentri masih sempat-sempatnya menonton sinetron. Hal itu menunjukkan Pak Menteri tak memiliki empati kepada rakyat Indonesia yang tengah kesulitan akibat pandemi Covid-19. Seharusnya para menteri ikut turun tangan membantu masyarakat yang terkena dampak dari kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah. Bukan malah memperlihatkan kehidupannya yang makmur.
Pemandangan yang tak kalah memprihatinkan ketika beberapa para menteri masih melakukan perjalanan ke luar negeri di tengah pandemi. Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyoroti sejumlah menteri di Kabinet Presiden Joko Widodo yang masih melakukan perjalanan ke luar negeri di tengah PPKM Darurat. Tauhid mengatakan perilaku para menteri ini belum menunjukkan adanya sense of crisis. Saat kasus Covid-19 melonjak signifikan, peran dan kehadiran menteri di dalam negeri sangat diperlukan untuk berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga lainnya.
Para menteri harus berjaga untuk memastikan penanganan wabah berjalan. Apalagi belakangan, negara menghadapi berbagai persoalan, seperti kelangkaan oksigen hingga minimnya kapasitas kamar rumah sakit yang menampung pasien. Dalam kondisi negara yang sedang tidak baik-baik saja, Tauhid mengatakan perjalanan menteri ke luar negeri sudah selayaknya dibatasi.(Tempo.Co)
Najwa Shihab dalam Instagram miliknya menyatakan rasa keprihatinan yang mendalam sekaligus mengkritik beberapa pejabat yang hilang rasa empati kepada rakyat. Ada anggota DPR dengan tanpa malu meminta kepada pemerintah untuk menyediakan rumah sakit khusus untuk pejabat Negara. Menurutnya pejabat Negara harus diistimewakan dengan alasan pejabat itu ditempatkan untuk memikirkan Negara dan rakyat. Anggota DPR yang lain juga mengatakan dengan setengah mengancam bahwa ia tidak mau lagi melihat anggota DPR yang tidak dapat tempat di ICU.
Sungguh ironis ucapan dan tindakan para pejabat Negara. Mereka mengatasnamakan wakil rakyat dan bekerja untuk rakyat, tetapi ucapan dan tindakan tidak mencerminkan keberpihakan kepada rakyat. Saat ini tidak hanya pejabat yang membutuhkan perawatan ketika sakit, rakyat juga butuh itu, rakyat juga butuh oksigen, ICU, swab, ambulan, ketersediaan tempat di rumah sakit. Prioritas tidak dilihat siapa orangnya, pejabat atau rakyat jelata tetapi harus dilihat dari kegentingannya. Mana yang lebih gawat kondisinya, mana yang lebih rentan,dan mana yang lebih penting menerima bantuan. Sebagai pejabat kalau tidak bisa menyelesaikan masalah rakyat jangan membebani dengan pernyataan-pernyataan yang menyakitkan. Pernyataan tanpa empati menambah luka yang diderita.
Kepemimpinan dalam Islam:
Pejabat Peduli dan Berempati pada Rakyat
Seorang pemimpin atau pejabat penting memiliki sikap empati sehingga mampu merasakan apa yang sedang menimpa rakyatnya. Kesulitan mereka menjadi bebannya juga. Ketika sistem Islam diterapkan, karakter pejabat yang peduli pada rakyat bukan hanya sekadar harapan, namun telah betul-betul muncul di tengah kehidupan. Seperti sosok Khalifah Umar yang rela meninggalkan kebiasaan menikmati susu, minyak samin, dan daging dalam keadaan normal dan stabil, dan beralih pada makanan yang sangat sederhana di masa krisis. Beliau pun menyerukan rakyatnya supaya tidak hidup berfoya-foya. Sikap empati ini juga ditunjukkan Khalifah Umar berupa penangguhan zakat peternakan ketika terjadi bencana.
Beliau adalah salah seorang Khalifah yang benar-benar mencintai rakyatnya. Beliau, antara lain, terkenal dengan kata-katanya, “Kalau aku banyak istirahat pada siang hari, berarti aku menelantarkan rakyatku. Jika aku banyak tidur pada malam hari, berarti aku menyia-nyiakan diriku sendiri (tidak shalat malam).
Pemimpin peduli tidak akan menetapkan kebijakan yang berbeda dengan keyakinan rakyatnya. Dia justru akan berupaya bagaimana agar setiap aturan yang diterapkan merupakan cerminan dari keimanan dan wujud ketaatan sempurna pada syariat-Nya.