Massifnya Moderasi, Jadikan Islam Sebagai Solusi



Oleh :  Irohima


Video Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas terkait dengan ucapan selamat merayakan hari raya New Ruz kepada komunitas Baha'i menimbulkan pro dan kontra . Respon masyarakat pun muncul, mulai dari masyarakat biasa, tokoh ormas, hingga anggota DPR / politisi. Pidato Menag dianggap Off-side  dan menimbulkan kegaduhan.


Pidato Menag dalam unggahan video mendapat dukungan dari banyak pihak dan mengatakan bahwa apa yang dilakukan Menag sudah berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku didalamnya. Koalisi Advokasi untuk kebebasan beragama dan berkeyakinan yang terdiri dari YLBHI, Paritas Institute, LBH Jakarta, Yayasan Inklusif, HRWG, CRCS, UGM, Ulil Abshar Abdalla dan Ahmad Suadey. Koalisi ini berharap pemerintah dapat melindungi dan memenuhi hak-hak kelompok minoritas sebagai warga negara yang sama (detik.news, 30/7/2021)


Sementara itu MUI mengatakan bahwa Baha'i telah dinyatakan sesat. Baha'i dan Ahmadiyah dinyatakan sesat oleh MUI karena mengakui adanya Nabi setelah Nabi Muhammad saw. padahal dalam Islam telah jelas dikatakan tidak akan ada nabi setelah Baginda Rasulullah saw.


Baha'i merupakan agama yang lahir di Persia pada 23 Mei 1844. Masuk ke Indonesia pada tahun 1878, Kemenag menyatakan bahwa terdapat 5000 orang penganut Baha'i di Indonesia. Baha'i adalah agama yang monoteistik yang menekankan pada kesatuan spiritual bagi seluruh umat manusia, pendiri Baha'i diketahui bernama Mirza Husayn  yang bergelar Baha'iullah.


Video Menag ini sejatinya dibuat pada bulan Maret tapi viral di bulan Juli, banyak pihak yang mempertanyakan motif dan maksud dari Menag akan tindakannya ini, hingga rumor pengalihan isu pun merebak di kalangan masyarakat. Karena jika memang benar tindakan ini merujuk pada toleransi dan pemenuhan hak atas kebebasan berkeyakinan, kenapa tidak dilakukan sejak dahulu.


Terlepas dari rumor pengalihan isu atau apapun, nyatanya video ini menandakan bahwa upaya moderasi beragama memang sedang massif dilakukan di negeri ini. Di saat persoalan pandemi makin merambat dan membuat kita makin tersendat, upaya moderasi beragama rupanya tidak surut di gaungkan. 


Menag mengatakan bahwa sikap moderat dalam beragama atau moderasi beragama diyakini dapat memupuk sikap toleransi dan kerukunan beragama. Menag pun berharap agar seluruh umat beragama memiliki cara pandang, sikap dan praktek beragama dalam perspektif jalan tengah karena inilah yang akan melindungi martabat manusia (tribun news, 18/5/2021). 


Wujud toleransi yang dimaksud mencakup mengucapkan selamat hari raya agama lain, berdoa lintas agama dan lain sebagainya. Padahal toleransi yang demikian hanya akan lahir dari pemahaman agama yang moderat yakni menganggap semua agama sama (pluralisme), lalu akan berujung pada pencampur adukan ajaran agama hingga kesucian dan kemurnian ajaran agama tidak akan terjaga bahkan akan rusak.


Perlindungan berpayung hukum yang dilakukan penguasa terhadap ajaran sesat seperti Baha'i, Ahmadiyah dan sejenisnya jelas akan mengancam eksistensi umat Islam di negeri ini. Pemahaman umat akan semakin rancu akan agamanya sendiri akibat dijejali pemahaman yang  sesat berbalut toleransi ala demokrasi yang begitu mengagungkan kekebasan diri. 


Umat akan semakin teracuni, lama kelamaan akan rusak dan mati jika tidak segera diatasi. Kuatnya arus kebebasan beragama dan moderasi adalah akibat diterapkannya sistem demokrasi di negeri ini. Sistem demokrasi yang mengagungkan kebebasan akan menimbulkan kerugian besar bagi umat Islam.


Moderasi Islam adalah salah satu upaya barat untuk mencerai-beraikan dan menjauhkan umat dari ajaran agama yang sesungguhnya. Umat Islam yang mayoritas di negeri ini tentu menjadi ancaman tersendiri bagi kaum kuffar dalam melanggengkan kekuasaannya jika saja kaum muslim di negeri ini mempunyai kesadaran penuh akan bahaya dari misi yang mereka bawa. Menurut Fathiy Syamsuddin Ramadlan, moderasi Islam mempunyai tujuan diantaranya merusak agama Islam, Menguatkan  Islam ala Barat, mengukuhkan eksistensi kapitalisme  serta  menghalangi tegaknya syariat Islam.


 Jauhnya kita dari pemahaman agama yang benar menjadi salah satu sebab banyaknya kaum Muslim yang terseret arus sekularisme yang mempengaruhi berbagai kebijakan penguasa terkait toleransi antar umat beragama.


Toleransi ala sekuler kapitalis yang mencampur adukkan ajaran agama telah nyata sangat berbahaya bagi akidah kita selaku Muslim. Islam moderat yang mengambil jalan tengah dan menyeleweng dari koridor syara juga akan menjadi pintu masuk bagi penjajah dalam menghancurkan Islam dan akan mempermudah mereka menjajah serta merampas segala yang dimiliki kaum muslim.


Islam telah mengajarkan toleransi yang sesungguhnya sebagaimana yang pernah dicontohkan Rasulullah saw. Toleransi dalam Islam bukan berarti mengakui ajaran agama lain serta turut andil dalam aktivitas mereka serta menganggap semua agama sama. Toleransi dalam Islam sangat jelas tertuang dalam Al Qur'an.


" Untuk kalian agama kalian dan untukku agamaku".( TQS al-Kafirun:6).


Toleransi dalam Islam adalah membiarkan bukan mengikuti. Membiarkan mereka melakukan ritual ibadahnya tanpa harus ikut andil dalam aktivitas mereka, juga tidak mengucapkan selamat hari raya mereka atau melakukan doa lintas agama, karena perbuatan mencampur adukkan ajaran agama adalah perbuatan dosa dan merusak akidah.

Islam adalah agama yang benar dan menjadi satu satunya agama yang diridai oleh Allah Swt. Sehingga kita tidak usah ragu dalam mengambil keputusan apapun dengan menggunakan hukum hukum Islam.


 Dalam masa pandemi dan massifnya moderasi, upaya memahamkan Islam sesungguhnya dan memahamkan umat akan bahayanya moderasi juga harus kita lakukan tanpa henti. Berpegang teguh dan tetap istiqamah dalam jalan Islam adalah satu satunya solusi dalam menyelamatkan umat dan negeri.



Wallahu a'lam bishawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak