Oleh : Ummu Adhiim
Presiden Joko Widodo menyampaikan ada lima provinsi di luar pulau Jawa-Bali yang mengalami kenaikan kasus covid-19 cukup tinggi, yaitu Kalimantan Timur (Kaltim), Sumatera Utara (Sumut), Papua, Sumatera Barat (Sumbar), dan Kepulauan Riau (Sindo news,08/8/2021).
Jokowi meminta seluruh pihak khususnya pemerintah daerah di luar Jawa-Bali untuk menerapkan tiga hal yaitu penurunan mobilitas, testing dan tracing serta penambahan ruangan isolasi terpusat.
Fakta ini menunjukkan betapa buruknya penanganan pandemi covid-19 di negeri ini. Luar Jawa lebih buruk dalam penyediaan fasilitas layanan kesehatan dan kesiapan masyarakat. Seharusnya pemerintah antisipasi sebelum terjadi ledakan kasus.
Pada saat terjadi lonjakan kasus, pemerintah seharusnya segera mengambil kebijakan lockdown Jawa-Bali, sehingga lonjakan kasus tidak akan terjadi di daerah lain. Meskipun solusi lockdown hakiki sudah terlambat karena virus sudah menyebar di seluruh wilayah.
Kebijakan yang diambil pemerintah hanya PPKM Darurat yang membatasi mobilitas masyarakat.Sehingga masih ada masyarakat yang bebas keluar masuk pintu Jawa-Bali akibatnya virus mudah menyebar ke luar Pulau Jawa-Bali. Kebijakan yang sama juga diambil di lima provinsi di luar Pulau Jawa-Bali.Tentunya, kebijakan ini tidak akan dapat mencegah terjadinya lonjakan kasus di luar lima provinsi ini. Virus akan mudah menyebar ke daerah lain. Seperti halnya, Pulau Jawa-Bali yang tidak segera menerapkan kebijakan Lockdown akibatnya lonjakan kasus terus terjadi.
Dalam sistem Kapitalisme kebijakan lockdown tidak pernah ada karena lockdown dianggap merugikan negara secara ekonomi.
Paradigma kekuasaan dalam politik demokrasi sekuler menjadikan pemimpin memprioritaskan kepentingan ekonomi para kapitalis daripada mewujudkan jaminan kesehatan dan keberlangsungan ekonomi rakyat.
Sistem Kapitalisme telah gagal total dalam mengatasi pandemi. Fakta ini juga menegaskan lalainya tanggung jawab pemerintah dalam mengurusi rakyatnya.
Islam sejak 14 abad yang lalu sudah memiliki metode baku dalam mengatasi wabah penyakit yang menimpa masyarakat yakni dengan karantina atau lockdown. Rasulullah Muhammad saw bersabda, ”Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasukinya. Jika wabah terjadi di tempat kalian berada, jangan tinggalkan tempat itu.” (HR. Bukhari)
Pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khaththab mengambil kebijakan lockdown. Sehingga, wabah penyakit (tha’un) dapat diakhiri dalam waktu yamg relatif singkat. Karena, dengan lockdown dapat memutus mata rantai penyebaran virus. Seluruh kebutuhan masyarakat yang di lockdown menjadi tanggung-jawab negara.
Islam juga menjamin bagi mereka yang telah terinfeksi virus/penyakit. Pelayanan kesehatan disediakan secara gratis dari anggaran Baitul Mal. Pelayanan kesehatan berkualitas hanya bisa direalisasikan jika didukung dengan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai dan sumber daya manusia yang profesional.
Penyediaan semua itu menjadi tanggung-jawab dan kewajiban negara (Khilafah). Dalam Islam, Khilafah berkewajiban menjamin pemenuhan kebutuhan dasar berupa kesehatan dan pengobatan. Khilafah wajib membangun rumah sakit, klinik dan laboratorium medis, apotik, menyelenggarakan pendidikan yang menghasilkan output berupa tenaga medis professional disamping menyelenggarakan sarana dan prasarana kesehatan dan pengobatan lainnya. Negara Khilafah wajib mengadakan pabrik yang memproduksi peralatan medis dan obat-obatan, menyelenggarakan penelitian, mendukung inovasi di bidang kesehatan termasuk memproduksi vaksin secara mandiri untuk mewujudkan masyarakat yang terbebas dari wabah.
Sungguh, riayah dan tanggug jawab negara Khilafah begitu sempurna. Semua itu hanya bisa diwujudkan di sistem pemerintahan yang dituntunkan Allah dan Rasul-Nya yaitu Khilafah Islamiyah.
Wallahu a’lam bishshowab