KORUPSI TERUS MENGGURITA DI SISTEM SEKULER




Oleh : Elok Sektiyo Rini, S.Pd


Nilai Korupsi di RI Naik 2 Tahun Terakhir

Korupsi merupakan tindakan yang sangat merugikan negara dan masyarakat. Di Indonesia, korupsi masih menjadi hambatan utama dalam investasi. Bahkan  juga dapat  menurunkan tingkat kebahagiaan masyarakat suatu negara. Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei nasional mengenai persepsi publik atas pengelolaan dan potensi korupsi sektor sumber daya alam. Hasilnya, 60 persen publik menilai tingkat korupsi di Indonesia meningkat dalam dua tahun terakhir. (https://news.detik.com/berita/d-5674587/survei-lsi-60-publik-nilai-korupsi-di-ri-naik-2-tahun-terakhir)

Selanjutnya, LSI juga memberikan pertanyaan tentang seberapa luas korupsi yang terjadi di Indonesia. Hasilnya, sebanyak 38 persen responden menilai pada bidang pertambangan yang dikelola perusahaan asing sangat luas korupsinya. Berikut ini hasil lengkapnya: Penangkapan ikan oleh kapal asing: 37 persen, Pertambangan (emas, tembaga, batubara, pasir, batu) yang dikelola oleh perusahaan asing: 38 persen, Pertambangan (emas, tembaga, batubara, pasir, batu,) yang dikelola oleh BUMN/BUMD: 37 persen, Perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh perusahaan asing: 34 persen,  Perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh perusahaan Indonesia: 31 persen, Penangkapan dan ekspor margasatwa (satwa, tanaman): 35 persen,  Penangkapan ikan oleh kapal Indonesia: 34 persen, Pertambangan (emas, tembaga, batu bara, pasir, batu) yang dikelola oleh penambang berskala kecil: 30 persen, Perkebunan karet yang dikelola oleh PTPN (PT Perkebunan Nusantara Milik Pemerintah): 31 persen, Impor atau perdagangan sampah: 31 persen.

Selain itu untuk melihat bagaimana kondisi korupsi sejauh ini di negeri kita dapat dilihat dari IPK (Indeks Persepsi Korupsi) atau Corruption Perception Index (CPI). Ternyatadi tahun 2020 ini turun makin parah, dari angka 40 menjadi 37. Padahal nilainya diukur dari skor 0-100. Semakin kecil IPK semakin korup. Sebaliknya, semakin besar IPK maka semakin bersih dari korupsi.

Korupsi sudah masuk istana negara

Korupsi saat ini sudah memasuki kawasan istana negara ,hal ini terbukti adanya penangkapan dua menteri di akhir tahun 2020, yaitu Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang merupakan kader Partai Gerindra serta Menteri Sosial Juliari Peter Batu Bara yang ditangkap KPK karena diduga korupsi bantun social(bansos) yang merupkan kader PDIP.

Fakta lain yang mendukung adanya survey adalah Eks narapidana kasus korupsi proyek pembangunan PLTU di Tarahan, Lampung, Izedrik Emir Moeis ditunjuk jadi komisaris PT Pupuk Iskandar Muda. Itu merupakan anak usaha dari BUMN PT Pupuk Indonesia. (https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5671365/bolehkah-eks-koruptor-jadi-komisaris-bumn-begini-aturannya)

Penunjukan diketahui dari informasi di website Pupuk Iskandar Muda, pim.co.id. Di situ tertulis Emir Moeis duduk menjadi komisaris perseroan terhitung sejak 18 Februari 2021. Untuk diketahui, Emir Moeis merupakan politikus PDI Perjuangan yang pernah menjadi anggota DPR pada periode 2000-2013. Saat itulah ia terjerat kasus korupsi dan ditetapkan menjadi tersangka pada 26 Juli 2012. Emir Moeis dijatuhi hukuman penjara 3 tahun dan denda Rp 150 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 2014. Emir Moeis dinilai Hakim terbukti menerima hadiah atau janji dari konsorsium Alstom Power Incorporate Amerika Serikat dan Marubeni Incorporate Jepang sebesar US$ 357 ribu agar bisa memenangkan proyek pembangunan 6 bagian Pembangkit Listrik Tenaga Uap 1.000 megawatt di Tarahan, Lampung pada 2004 lalu.

Dampak korupsi bagi masyarakat dan kehidupan bernegara

Korupsi yang semakin menggurita di negeri ini tentunya akan memberikan dampak yang luar biasa bagi masyarakat dan kehidupan bernegara. Setidaknya ada tiga dampak yang ditimbulkan akibat korupsi. Pertama, Berdampak pada tingkat kesejahteraan rakyat. Akibat korupsi, dana yang seharusnya bisa digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat namun hanya bisa dinikmati para koruptor dan kroni- kroninya. Jurang pemisah antara si kaya dan  si miskinpun semakin lebar menganga. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.

Kedua, Rusaknya peradaban masyarakat. Inilah dampak kerusakan yang sangat buruk karena praktik korupsi di negeri ini. Masyarakat yang tumbuh dan berkembang di tengah lingkungan pemerintahan yang buruk dan korup atau kotor, tentulah akan menimbulkan peradaban masyarakat yang buruk. Dan hal ini sulit sekali untuk menjadikan peradaban bangsa yang baik jika lingkungan pemerintahannya buruk dan kotor.

Ketiga, Runtuhnya harga diri dan citra negeri  ini dimata internasional. Dengan nilai IPK yang rendah, Negara lain memandang rendah pula bangsa tersebut. Semakin rendah nilai IPK maka semakin rendah pula tingkat kepercayaan sebuah bangsa di hadapan negara lainnya. Negara- negara yang suka kejujuran dan pemerintahan yang bersih tentu lebih senang bekerjasama dengan sesama pemerintahan yang baik dan bersih.

Akar permasalahan adanya korupsi di Indonesia

Akar permasalahan adanya korupsi di negeri ini adalah penerapan sistem politik sekular dan berbiaya tinggi. Sistem politik pilihan Indonesia memberikan konsekuensi logis. Siapapun yang ingin duduk di kursi kekuasaan, maka jalan mulusnya adalah asas keuangan. Partai politik yang menjadi kendaraan tak serta merta memberikan tiket gratis. Ada harga yang harus dibayar untuk bisa berlabuh di kekuasaan. Take and given ini memang tak semata materi, bisa juga janji- janji dan kepentingan lainnya untuk menempatkan orang- orang pilihan . Jika uang dijadikan segala- galanya untuk naik kekuasaan, tak heran  jika ini mengonfirmasi bahwa sistem politik demokrasi begitu korup. Hasilnya tumbuh subur praktik korusi dengan ragam caranya. Dan hal ini tidak hanya terjadi dalam legislatif tetapi juga menyasar eksekutif dan yudikatif.

Sikap koruptif ini juga dipicu oleh biaya politik yang mahal. Berdasarkan riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia(LPEM UI) pada 2014, dibutuhkan Rp 250- 500 juta untuk caleg DPRD. Untuk DPR RI mencapai Rp750juta- 4 miliar. Senada dengan itu Direktur Prajna Research Indonesia Sofyan Herbowo menyebutkan biaya branding politik memang tidak sedikit, semakin rendah popularitas seseorang biaya akan semakin mahal. Tak ayal uang yang telah dikeluarkan itulah yang nantinya harus dikembalikan selama menjabat 5 tahun. Korupsi menjadi “jalan pintas” untuk mengeruk pendapatan. Karena itu selama demokrasi bercokol di negeri ini, korupsi akan semakin subur karena akarnya semakin kuat. 

Selain itu, sistem hukum dan peradilan saat ini masih lemah. Mereka tegas terhadap lawan politiknya, namun sebaliknya sangat lunak terhadap kawan –kawannya. Kepada lawan poitik sangat cepat dan tegas ditindak secara hukum. Namun jika kepada kawan politik, proses hukum jadi panjang berliku dan berjalan sangat lambat. Apalagi jika kasus korupsi itu melibatkan pejabat penting yang punya akses kekuasaan dan keuangan. Institusi lembaga negara juga dikuasai segelntir elit politik. Jejaringnya membentuk oligarki yang menjadikan korupsi terlindungi. Kalaupun  tertangkap basah, pelakunya yang dikorbankan. Sikap  elit yang rakus ini didasari karena menjabat bukan lagi amanah , namun sebagai jalan untuk mengeruk kekuasaan dan memperkaya diri.  Betapa  banyak mega skandal korupsi yang proses hukumnya memakan waktu yang begitu lama, bahkan bertahun- tahunpun belum selesai. Kasus mega korusi BLBI, Bank Century, Jiwasraya, e- KTP,dll sampai hari ini masih belum tuntas

Upaya pelemahan KPK juga tampak dengan adanya revisi ke 3 UU KPK. Lahirnya  UU No 7 tahun 2020 yang merupakan perubahan ketiga atas UU 24 tahun 2004 tentang KPK hal ini membuktikan , bahwa KPK sedang dilemahkan secara sistematis.

Islam sebagai solusi tuntas

Sistem demokrasi telah memberi celah bertindak korupsi. Didalam Islam kepemimpinan dan kekuasaan adalah amanah. Tanggungjawab yang tak hanya dihadapan manusia di dunia tetapi juga dihadapan Allah kelak di akhirat. Karena itu sistem Islam yang disandarkan pada akidah Islam memberikan solusi yang tak hanya ketika ada masalah, bahkan mencegah sedini mungkin kemunculan niat korupsi di awal.
 
  1. Solusi Islam dalam memberantas korupsi justru bermula dari sistem hukum yang ditegakkan . dengan tegaknya hukum Islam maka akan terbentuk individu bertakwa yang sangat takut melanggar hukum Allah termasuk takut korupsi. Selain  itu ketakwaan masyarakat untuk saling menjaga dan saling koreksi antar masyarakat merupakan upaya pencegahan tindak korupsi. Adanya politik ri’ayah yang bertujuan mengurusi rakyat dengan sepenuh hati dan jiwa. Bukan tunduk pada kepentingan oligarki atau pemilik modal. Karena  itu akan menjamin loyalitas dan totalitas dalam mengurusi umat serta memberikan gaji yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup.  Yang  terakhir adanya sanksi yang tegas dalam Islam memberikan efek jera dan juga mencegah kasus serupa terulang lagi. Karena  itu hukuman keras bisa dalam bentuk publikasi,sigmatisasi,peringatan,penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati dan efek jera.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak