Korupsi Merajalela, Islam Punya Solusinya



Oleh : Eti Fairuzita


Mantan terpidana kasus korupsi Emir Moeis ditunjuk sebagai salah satu komisaris di PT Pupuk Iskandar Muda (PIM).
PIM merupakan anak usaha PT Pupuk Indonesia (BUMN).
Ia diangkat menjadi komisaris sejak 18 Febuari 2021 dan ditunjuk oleh para pemegang saham PT PIM.
Profil mantan anggota DPR RI dari Fraksi PDI-P itu sendiri telah dimuat di laman resmi PT PIM.

Mengutip laman resmi perusahaan, Emir Moeis diangkat menjadi komisaris sejak 18 Februari 2021 lalu.
Hingga Jumat (6/8/2021) malam, staf khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga belum juga merespons saat ditanyakan perihal penunjukan Emir Moeis sebagai salah satu komisaris di PT PIM tersebut.

Konfirmasi yang dilakukan melalui pesan singkat WhatsApp tidak dibalas.
Diketahui, Emir pernah terjerat kasus suap proyek pembangunan pembangkit listrik uap (PLTU) di Tarahan, Lampung pada 2004 saat menjadi anggota DPR.
Ia divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta karena terbukti menerima suap senilai 357.000 dollar AS pada 2014.

Lantas, bolehkah mantan terpidana kasus korupsi menjabat sebagai komisaris di sebuah perusahaan BUMN?
Tangkapan layar jajaran komisaris di laman PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), di mana Emir Moeis ditunjuk sebagai salah satu komisarisnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/08/06/193100165/eks-koruptor-jadi-komisaris-bumn-bagaimana-aturannya-?page=all

Terbongkarnya kasus atau skandal korupsi semakin hari kian mengerikan dan yang pasti sangat menyakiti hati umat. Mulai dari Jiwasraya, Asabri, Pelindo, Proyek fiktif di Kemen PUPR, Suap di KPU libatkan partai penguasa, Kasus di Garuda dan yang lebih menyedihkan kasus bansos yang dilakukan oleh Menteri Sosial Juliari Batubara menjadi derita tambahan masyarakat dimasa pandemi saat ini. Bukti nyata bahwa kasus korupsi yang semakin menjadi-jadi merupakan buah diterapkanya sistem politik demokrasi.

Maraknya tindakan korupsi ini seharusnya menyadarkan kita tentang bobroknya sistem kapitalisme sekuler demokrasi, karena sangat jelas penerapan sistem kapitalisme sekuler ini menjadi pangkal berbagai persoalan di negeri kita termasuk maraknya kasus korupsi.
Sistem politik demokrasi telah menciptakan habitat politik yang menumbuh suburkan tindakan korupsi. Para politisi yang terjun dalam sistem demokrasi harus mengeluarkan modal politik yang besar dari diri mereka sendiri atau dibiayai oleh para cukong-cukong politik.
Dan setelah berkuasa, mereka harus mengembalikan modal politik itu, sementara gaji dan tunjangan mereka jauh dari kata mencukupi, sehingga tindakan korupsi menjadi jalan pintas dengan menggunakan kekuasaan yang dimiliki.

Di sisi lain, wewenang membuat hukum yang diserahkan pada akal manusia telah menimbulkan banyak kerusakan. Mereka rela menjual kekuasaan legislasinya demi mendapatkan dana dari para pemilik modal, sebaliknya para kapitalis itu pun bebas memesan undang-undang yang dapat menguntungkan bisnis mereka, yang pada akhirnya politik transaksional menjadi budaya nyata.
 
Lebih parahnya lagi, hukum yang lahir dari politik transaksional ini pun lebih berpihak kepada para pemilik modal. Tidak mengherankan ketika lahirlah berbagai undang-undang yang justru merugikan rakyat, namun justru memperkaya para konglomerat.
Memberikan jalan kepada penjajah asing untuk mengeruk kekayaan alam negeri dengan sesuka hatinya di bawah payung hukum yang melindunginya.
Masuknya Eks koruptor sebagai komisaris BUMN jelas menegaskan bahwa sistem demokrasi kapitalisme yang diterapkan saat ini begitu ramah terhadap para koruptor.

Publik tidak bisa lagi membantah, bahwa kasus korupsi yang tumbuh subur di alam demokrasi ini bukan tudingan kosong tanpa bukti. Selain akibat sanksi pidana yang sangat ringan bagi pelaku korupsi, ini juga akibat dari pesta demokrasi yang berbiaya tinggi.
Dimana biaya tersebut tidak mungkin sanggup dipanggul sendiri dan partai, melainkan ada back up dibalik biaya kampanye yang mereka pakai.

"Mayoritas publik nasional 60 persen menilai bahwa tingkat korupsi di Indonesia dalam dua tahun terakhir meningkat," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam konferensi pers secara daring, Minggu (8/8/2021).
Jayadi menerangkan tingkat keprihatinan korupsi di Indonesia mendapat penilaian tinggi dari publik.
Hasilnya, sebanyak 38 persen responden menilai pada bidang pertambangan yang dikelola perusahaan asing sangat luas korupsinya.

Tentu hal ini akan mempengaruhi berbagai kebijakan setelah mereka menjadi penguasa, dimana mereka harus tunduk terhadap dikte-dikte para pengusaha yang menjadi back up mereka. Dengan demikian, sudah jelas pada akhirnya rakyatlah yang menjadi korbannya.

Slogan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat sama sekali tidak terbukti, nyatanya demokrasi hanyalah mainan bagi parpol dan kaum kapitalis sementara nasib rakyat tetap sengsara dan kondisinya pun bertambah miris.

Dalam kondisi demikian, mampukah diberantas dengan kerja KPK yang berorientasi penindakan dan sanksi ? sementara sanksi tegas tidak pernah menjadi prioritas dalam memberikan efek jera bagi pelakunya. Korupsi di lingkaran kekuasaan merupakan penyakit bawaan sistem sekuler dan mustahil dapat diberantas dengan kerja lembaga semacam KPK, lebih parah lagi, akibat pejabat saling sandera menjadikan rakyat semakin menderita.

Hanya dengan sistem Islam korupsi bisa diakhiri, Sistem Islam mampu memberantas korupsi dengan lahirnya individu takwa buah dari akidah Islam yang tertanam dalam benak setiap manusia. Dimana akidah inilah yang akan mampu menyadarkan manusia akan hubunganya dengan Allah sebagai pencipta dan posisi dirinya sebagai makhluk yang harus tunduk dengan aturanya, perbuatan apapun yang dilakukan didunia akan dimintai pertanggung jawabanya di akhirat kelak menjadi benteng yang kuat dalam berbuat dan bertindak.

Dengan sistem Islam, negara beserta jajaranya menjadikan regulasi disegala bidang yang tidak rawan kepentingan, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dan disertai sanksi menjerakan bagi para pelaku kejahatan.

Karena itu, sudah saatnya umat Islam mencampakan sistem demokrasi yang terbukti menjadi biang korupsi, kemudian beralih kepada sistem dan aturan Islam yang bersumber dari wahyu Ilahi dengan menerapkan Islam kaffah di bawah naungan Khilafah.

Allah Berfirman : "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,"(Qs. al-Imron : 133).


Wallahu alam bish-sawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak