Oleh Aning Ummu Salma
(Muslimah Peduli Umat)
Sepanjang tahun, berulang kali pejabat publik ditangkapi KPK hingga Indonesia seolah-olah telah menjadi ”surga” bagi para koruptor. Solusi yang ditawarkan pemerintah dalam memberantas korupsi telah gagal. Bukannya menurun, justru kasus korupsi makin meningkat. Lembaga survei Indonesia (LSI) merilis survei terkait persepsi publik atas pengelolaan dan potensi korupsi sektor Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia. Berdasarkan hasil survei tersebut diperoleh fakta bahwa korupsi menjadi masalah yang paling memprihatinkan menurut pandangan masyarakat.
Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan mengungkapkan tingkat keprihatinan korupsi di tengah masyarakat Indonesia mendapat penilaian yang tinggi menurut sigi survei. Sebanyak 44 persen.
Meningkatnya kasus korupsi dari tahun ke tahun menjadi problem bagi pemerintah dalam memberantas korupsi. Masalahnya menjadi lebih rumit di saat upaya-upaya yang telah dilakukan menemui jalan buntu
Upaya pemberantasankorupsi sudah dilakukan sejak lama dengan menggunakan berbagai cara. Sanksi terhadap pelaku korupsi sudah diperberat, namun hampir setiap hari kita masih membaca atau mendengar adanyaberita mengenai korupsi. Beritamengenai operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pelaku korupsi masih sering terjadi.
Korupsi seolah telah menjadi warisan budaya yang sengaja dilestarikan oleh oknum-oknum tak bertanggungjawab. Jika korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan menjadi makanan masyarakat setiap hari, maka akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut sebagai masyarakat yang kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan baik.
Korupsi yang telah membudaya menjadi bukti lemahnya tingkat ketakwaan individu akibat sistem sekularisme. Maka dalam menyikapi tingginya angka kasus korupsi, mengandalkan kinerja KPK tidaklah cukup untuk memberantas tindak pidana korupsi. Dalam hal ini, kita tentu membutuhkan sebuah sistem serta aturan yang mampu memberantas serta menuntaskan segala bentuk permasalahan umat hingga ke akarnya yang tak lain ialah sistem Islam.
Dalam perspektif Islam, ghulul atau korupsi dibagi dalam beberapa bagian yakni risywah (suap), saraqah (pencurian), al gasysy (penipuan) dan khianat (pengkhianatan). Meskipun ghulul dibagi beberapa dimensi, namun tetap perilaku yang jelas merugikan khalayak umum ini termaksud perbuatan haram.
Ghulul atau korupsi merupakan perbuatan yang amat buruk, baik dalam kacamata agama maupun kacamata sosial masyarakat dunia, termasuk di Indonesia. Korupsi sangat melemahkan sendi perekonomian masyarakat, apalagi dikala sedang ditimpa musibah pandemi saat ini.
Korupsi dalam Islam adalah perbuatan melanggar syariat. Syariat Islam yang bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi umat manusia yakni maqasid al-syari’ah. Diantara kemaslahatan yang hendak dituju tersebut adalah terpeliharanya harta (hifdz al-mal) dari berbagai bentuk pelanggaran dan penyelewengan. Islam mengatur dan menilai harta sejak perolehannya hingga pembelanjaannya.
Islam memberikan tuntunan agar dalam memperoleh harta dilakukan dengan cara-cara yang bermoral dan sesuai dengan hukum Islam yaitu dengan tidak menipu, tidak memakan riba, tidak berkhianat, tidak menggelapkan barang milik orang lain, tidak mencuri, tidak curang dalam takaran dan timbangan, tidak korupsi, dan lain sebagainya.
Setiap kejahatan (jari’mah) memiliki hukuman di dunia untuk menjadikan jera pelakunya dan menjadikan si pelaku taubat dan tidak lagi melakukan perbuatan tersebut. Konsep yang bisa diambil untuk menindak pelaku korupsi secara tegas dan keras adalah hirabah. Tindakan pidana semacam ini ditandai dengan sanksi hukuman mati, salib potong tangan dan kaki secara menyilang atau pengasingan.
Betapa banyak kerugian negara, rakyat, serta kerusakan ekonomi yang di timbulkan oleh kasus korupsi yang dilakukan pejabat di negeri ini. Korupsi yang telah membudaya seolah menggelapkan mata para elit politik menjadi pribadi yang rakus dan tamak. Padahal Allah Swt. telah mewanti-wanti perilaku ini agar tidak saling mengambil atau memakan harta orang milik orang lain.
Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 29 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Dengan demikian, korupsi atau ghulul hanya bisa diberantas dalam Islam dengan hukuman yang telah ditentukan. Perkara yang sangat merugikan negara dan rakyat ini tidak hanya bisa disandarkan pada lembaga negara yang jelas tuntutan hukumnya tak berlandaskan Al-Qur’an atau As-Sunnah. Maka cukuplah hanya syariat Islam yang menjadi tuntunan untuk menyelesaikan problematika ummat yang disandarkan pada Al Qur’an dan As-Sunnah.
Wallahu A’lam Bishshowab
Tags
Opini