Kemiskinan di Kalsel yang Kian Pelik



Oleh : Wulansari Rahayu

Angka kemiskinan di Kalsel kian meningkat. berbagai upaya dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan di Kalsel. Dikutip dari Kanal Kalimantan.com bahwa Stakeholder terkait diminta untuk menyamakan persepsi memaksimalkan pelayanan khusus untuk masyarakat miskin di Kabupaten Banjar.  Permintaan itu disampaikan Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kesmiskinan Kabupaten Banjar H Saidi Mansyur, saat memimpin rapat koordinasi (Rakor) penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Banjar, Senin (5/7/2021) siang.

Pelayanan yang dimaksimalkan yaitu  memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat miskin diantaranya Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dan Pos Kesehatan Sosial (Poskessos),” kata Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, H Saidi Mansyur.
Berbagai upaya terus dilakukan, namun semua masih tak ada hasilnya. Terlebih saat pandemi ini, ekonomi terpukul, yang efeknya sangat berat bagi rakyat.

Buruknya penanganan wabah di negeri ini turut memperparah kemiskinan rakyat. Padahal sebelumnya, ekonomi rakyat sudah tersandera dengan sistem ekonomi Kapitalisme yang hanya berpihak pada pemodal besar alias para konglomerat. Alhasil, saat pandemi, banyak rakyat yang di PHK karena ekonomi tak berjalan stabil. Di Kalsel sendiri data dari  Badan Pusat Statistik (BPS) Kalsel merilis angka kemiskinan di Kalsel padal bulan februari lalu,  Berdasarkan data terakhir mereka, penduduk miskin di Kalsel pada periode September 2020 mencapai 206,92 ribu. Angka ini bertambah 19,1 ribu dibandingkan Maret 2020.

Dalam mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar (basic needs approach). Pendekatan ini menggambarkan kemiskinan sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan dan non makanan yang diukur menurut garis kemiskinan. Garis kemiskinan makanan diartikan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan (setara 2100 kilokalori per kapita per hari). 

Sedangkan garis kemiskinan non makanan diartikan sebagai nilai minimum pengeluaran untuk perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan pokok bukan makanan lainnya. Dengan demikian, seseorang dikategorikan sebagai penduduk miskin ketika penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

Jika dibandingkan dengan bulan Maret 2020 (pada awal pandemi), tingkat kemiskinan memang mengalami kenaikan sebesar 0,45 poin atau bertambah 19,1 ribu penduduk sehingga jumlah penduduk miskin bulan September sebesar 206,92 ribu jiwa. Jumlah tersebut merupakan jumlah tertinggi selama 10 tahun terakhir. 
Bertambahnya angka kemiskinan di Kalsel secara tidak langsung dipengaruhi oleh pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak awal 2020. Padahal sejak April 2020, pemerintah telah menyalurkan berbagai macam bentuk bansos sebagai jaring pengaman sosial bagi masyarakat terdampak Covid-1. Namun kemiskinan tetap tak bisa bendung. Data tetap menunjukkan angka kemiskinan di Kalsel terus meningkat.

Sistem pemerintahan yang diterapkan saat ini memang sudah bobrok dan rusak. Maka, sulit pula menuntaskan segala permasalahan yang terjadi pada negeri. Ditambah, tidak adanya pemimpin yang amanah dan bertakwa mengurusi rakyat, mengelola kekayaan SDA, dan bersih dari korupsi. Semua itu menjadi satu paket yang menyebabkan negeri terus berada dalam kesulitan dan lingkaran kemiskinan. 

Terlebih di kondisi pandem saat ini,i yang makin memperburuk ekonomi. Korupsi pun menjadi salah satu faktor yang membuat angka kemiskinan sulit turun. Korupsi telah membuat alokasi sumber daya ekonomi tidak efisien dan terkonsentrasi hanya pada satu atau dua kelompok, mengakibatkan pertumbuhan ekonomi tidak optimal. Sehingga, tidak ada cara lain bagi pemerintah untuk keluar dari lingkaran kemiskinan, selain dengan mengambil seluruh aturan Islam dan memilih pemimpin amanah dan bertakwa.
Penanggulangan kemiskinan hanya bisa dilakukan dengan pengelolaan ekonomi yang baik. Tersedianya bahan pangan yang cukup. Terpenuhinya kebutuhan sandang dan papan. Bahkan terpenuhinya kebutuhan rakyat untuk pendidikan, kesehatan dan keamanan. Semua itu hanya bisa dipenuhi oleh negara dengan sumber pendanaan dari Baitul Maal.  

Pemimpin dalam sistem Islam akan mengelola harta untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya, baik harta bergerak maupun tak bergerak, yang diambil dari Baitulmal. Khalifah juga akan memenuhi kebutuhan mendesak dan kebutuhan jangka panjang bagi penerima subsidi.

Sumber dana subsidi pada rakyat bisa diambil dari harta zakat, sebab fakir atau miskin (orang tak mampu) berhak mendapat zakat. Lalu dari harta milik negara, baik fai, ganimah, jizyah, ‘usyur, kharaj, khumus rikaz, serta harta ghulul pejabat dan aparat.

Kemudian dari harta milik umum, seperti hutan, kekayaan alam, dan barang tambang. Jika semua itu belum cukup, barulah negara boleh memungut pajak, itu pun hanya kepada laki-laki muslim dewasa yang kaya.

Hanya negara dengan sistem Islam yang bisa menjalankan semua itu dengan sempurna. Hingga terpenuhi kebutuhan rakyat per individu secara menyeluruh. Inilah yang akan mampu meminimalkan kemiskinan dalam negara dan membawa kesejahteraan masyarakatnya, baik yang muslim mau pun non muslim. Wallahu'alam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak