Kasus Covid-19 Luar Jawa Meroket, Akibat Penguasa Nihil Antisipasi. Sungguh Ironis!

 


Oleh Khaulah
(Aktivis BMI Kota Kupang)

Pemerintah resmi memperpanjang PPKM level 4. Dimana untuk Pulau Jawa-Bali berlaku hingga 16 Agustus. Sedangkan untuk luar Pulau Jawa dan Bali, diperpanjang hingga tanggal 23 Agustus. Hal ini diungkap Menko Marves, Luhut dalam keterangan persnya.

Seperti dilansir dari laman cnbcindonesia.com (09/08/2021), beliau mengatakan bahwa penerapan perpanjangan PPKM yang dilakukan sejak tanggal 02 Agustus hingga 09 Agustus 2021 di Jawa-Bali menunjukkan hasil yang cukup baik. Dimana penurunan terjadi sebesar 59,6% dari puncak kasus di 21 Juli 2021.

Kendati demikian, kasus Covid-19 di beberapa daerah luar Jawa justru meroket. Senada yang disampaikan Presiden pada laman sindonews.com (08/08/2021) bahwa ada lima provinsi di luar Pulau Jawa-Bali yang mengalami kenaikan kasus Covid-19 cukup tinggi. Antara lain Kalimantan Timur (Kaltim), Sumatera Utara (Sumut),  Papua, Sumatera Barat (Sumbar) dan Kepulauan Riau.

Beliau pun memberi alarm kepada NTT yang mana pada 6 Agustus 2021 mengalami lonjakan kasus baru mencapai 3.598 kasus. Oleh karenanya, ia meminta seluruh pihak, terkhusus pemerintah daerah di luar Jawa-Bali untuk menerapkan tiga hal penting. Ialah penurunan mobilitas, testing dan tracing serta penambahan ruangan isolasi terpusat.

Tatkala pemerintah memutuskan tidak memberlakukan lockdown, tentu ada konsekuensi yang dihadapi. Jelas bahwa konsekuensinya ialah mata rantai virus susah diberangus. Maka, layaknya bom waktu, kasus lonjakan covid sewaktu-waktu akan meledak.

Pemberlakuan semi pockdown, apalagi hanya di daerah-daerah tertentu menegaskan pemerintah setengah-setengah dalam menyelesaikan masalah. Ditambah nihilnya antisipasi terhadap daerah luar Pulau Jawa-Bali, yang kita ketahui memiliki fasilitas kesehatan juga nakes yang minim. Sungguh sempurna solusi "setengah matangnya".

Tampak pula bahwa lonjakan Covid-19 terjadi karena banyak rakyat di luar pulau Jawa-Bali yang sudah termakan berita hoaks seputar Covid-19. Ada juga yang sedari awal termakan omongan pemerintah yang menganggap remeh, bahkan berguyon perihal ini. Ada juga yang bosan dengan kebijakan yang hanya berganti nama, berubah levelnya, dan senantiasa diperpanjang jangkanya. Sehingga abai akan prokes, apalagi pemerintah daerah justru melonggarkan mobilitas.

Maka, senada yang disampaikan Presiden Jokowi perihal tiga hal penting yang mesti dilakukan. Pemerintah pusat dan daerah tidak boleh saling lepas tanggung jawab. Harus berkolaborasi, bersumbangsih penuh untuk memberikan yang terbaik untuk rakyat.

Penurunan mobilitas harus dilakukan. Tidak boleh karena mempertimbangkan ekonomi, nyawa terabaikan. Fasilitas kesehatan pun harus dipenuhi dengan baik. Yang tak kalah penting ialah senantiasa melakukan sosialisasi ke tengah-tengah masyarakat, terkait Covid-19 itu sendiri, bahayanya, dan sebagainya.

Sehingga, rakyat tak menganggap remeh, tak percaya dengan omongan lain selain pemimpinnya. Tetapi tentu saja, pemimpin harus melayakkan diri menjadi orang yang bisa dipercaya. Misalnya, selaras antara ucapan dan perbuatan.

Inilah potret sistem kapitalisme, yang menegaskan lalainya rezim dari ri'ayah terhadap rakyatnya. Dari sebelum masuknya Covid-19, awal masuknya, hingga setahun lebih setelahnya. Bahkan di kondisi normal pun, terbukti bahwa rezim tak punya solusi tuntas atas problematik umat. Tentu karena sistem ini menegasikan aturan Sang Pencipta, dan dengan sombongnya mengadakan aturannya.

Berdasarkan hal ini, Allah Swt. berfirman: “Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang zalim.” (YQS. al-Maidah [5]: 45)

Selama pemerintah membuat kebijakan yang melanggar syariat, sudah barang tentu tak temui ujung dari problematik Covid-19. Selama pemerintah tak mengambil Islam kafah sebagai solusi, maka problematik tak kunjung selesai. Hal ini hanya bisa terwujud apabila sistem Islam yang dijadikan sandaran.

Di dalam sistem Islam, ketika awal mula penyakit menyerang sebuah wilayah, pemimpin akan gesit menutup jalur keluar masuknya. Daerah terjangkit akan diisolasi. Seperti sabda Rasulullah saw., "Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar darinya.“ (HR. Imam Muslim).

Tes massal dilakukan agar mengetahui yang sakit dan yang sehat. Sehingga, segera dilakukan pemisahan antara keduanya dan dilakukan pengobatan bagi yang sakit. Perihal ini, Rasulullah saw. juga bersabda, “Hindarilah orang yang berpenyakit kusta seperti engkau menghindari singa.” (HR. Abu Hurairah).

Perkara ekonomi tak menduduki peringkat pertama, sebab Islam sangat memuliakan nyawa manusia. Lockdown tentu diikuti dengan disediakannya kebutuhan bagi rakyat di dalamnya. Penguasa tak takut rugi, sebab mereka memang diangkat untuk mengurusi urusan umat, menjadi pelayan umat. Apalagi ditunjang dengan sistem ekonomi Islam yang begitu kuatnya.

Oleh karena itu, kita sejatinya sangat butuh penerapan syariat Islam secara kafah dalam bingkai daulah Islam. Selain karena menjadi solusi atas tiap problematik, juga karena sejatinya merupakan perintah Allah Swt.

Wallahu a'lam bishshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak