Oleh Khaulah
(Aktivis BMI Kota Kupang)
Pemerintah kian serius memastikan kurikulum kampus adalah kurikulum industri. Dilansir dari laman zonamahasiswa.id (29/07/2021) Presiden Joko Widodo menegaskan, di era yang penuh disrupsi seperti sekarang ini, kolaborasi antara perguruan tinggi dengan para praktisi dan pelaku industri sangat penting.
Beliau mengimbau perguruan tinggi untuk mengajak dunia industri ikut mendidik para mahasiswa sesuai dengan kurikulum industri, bukan kurikulum dosen. Lanjutnya, agar para mahasiswa memperoleh pengalaman yang berbeda dari pengalaman di dunia akademis semata.
Beliau juga menegaskan bahwa para mahasiswa harus difasilitasi untuk mampu bersaing di pasar kerja. Harus mampu menjadi industriawan yang menciptakan lapangan kerja. Pun mampu meningkatkan status sosialnya, membuat dirinya dan UMKM Indonesia naik kelas bersama-sama.
Apabila kita sekadar mendengar tanpa menilik lebih jauh, tentu merasa yang dilontarkan benar adanya. Mahasiswa itu harus begitu. Iya, tatkala tamat langsung terserap di dunia industri. Langsung punya penghasilan.
Perguruan tinggi pun harusnya berkolaborasi dengan pelaku industri. Agar mahasiswa tak hanya terjebak dalam dunia akademis. Melainkan terbang lebih jauh, menjelajah dunia industri sedari dini. Bukankah ini untuk kebaikan mahasiswa itu sendiri juga untuk ekonomi negeri?
Apalagi mahasiswa pun masyarakat hari ini sudah teracuni oleh nilai-nilai sistem yang menjadi payung kehidupan kita, sistem kapitalisme. Maka, kolaborasi dunia industri dan pendidikan tinggi dirasanya sebagai angin segar. Mahasiswa selain bisa langsung terserap ke dunia industri, hal ini dirasa mampu meningkatkan status sosial. Karena tujuan hidup hari ini berorientasi pada materi semata. Manusia berlomba-lomba menambah pernak-pernik duniawi.
Menilik lebih jauh, ternyata kampus yang berkurikulum industri justru berbahaya. Pertama, mengalihkan fokus mahasiswa dari pedalaman ilmu. Dalam kacamata mahasiswa (yang telah dikomando oleh kacamata kapitalisme), kuliah agar bisa bekerja.
Agar nantinya menghasilkan materi, terkhusus mengembalikan modal yang telah dikeluarkan tatkala mengenyam bangku sekolah. Istilahnya, mengganti keringat orang tua. Tentu tampak jelas, bahwa sistem pendidikan hari ini begitu mahalnya. Apalagi rakyat dibiarkan mengurus kehidupan berikut kebutuhannya sendiri.
Mahasiswa akhirnya abai, apakah ilmu yang didapat nantinya bermanfaat untuk umat atau tidak? Bahkan tak peduli, selama menempuh jenjang pendidikan, adakah ilmu yang ia peroleh? Karena fokusnya cuma satu, cepat wisuda, cepat bekerja.
Kedua, ini menjadi pintu korporasi dalam membajak potensi intelektual generasi. Apalagi ada campur tangan perguruan tinggi yang mana urgensinya telah digeser. Tak lagi menjadi rahim lahirnya generasi pencetak peradaban cemerlang. Mahasiswa akhirnya dicetak menjadi buruh, ketimbang agen perubahan.
Ketiga, menjadi ancaman jangka panjang bagi negeri ini karena kehilangan SDM yang inovatif. Padahal mahasiswa dengan jiwa mudanya, fisik yang kuat, kecerdasan, harusnya menjadi mata air lahirnya inovasi untuk kemaslahatan rakyat. Apalagi ditengah karut-marutnya problematik rakyat.
Kurikulum industri di sistem hari ini tentu berbeda dengan kurikulum dalam sistem Islam. Pendidikan di dalam Islam akan mencetak individu yang berkepribadian Islam. Memiliki pola pikir serta pola sikap Islam. Maka, mahasiswa terbentuk menjadi pribadi yang cerdas serta inovatif. Penting ditegaskan, mahasiswa sedari awal sudah dididik untuk teguh pada akidah Islam dan taat syariat Islam.
Bagi mereka, menempuh bangku pendidikan menjadikan mereka berperan sebagai agen perubahan. Menjadi generasi yang menebar kebaikan ke seluruh penjuru bumi. Maka, mencari ilmu semata-mata karena perintah-Nya dan juga untuk kebaikan umat dan Islam.
Hal ini tentu saja didukung oleh negara di mana memposisikan pendidikan sebagai kebutuhan rakyat yang wajib dipenuhi negara. Juga ditunjang dengan sistem ekonomi Islam, yang tak rapuh pun tak mudah defisit. Sehingga, mahasiswa pun orang tua tak akan diterpa waswas tatkala tanggal pembayaran uang semester tiba.
Orang tua akan memfokuskan diri, meneguhkan hati anak-anaknya agar mencari ilmu untuk kebaikan umat dan Islam. Akan lebih banyak memberi contoh terkait ilmuwan-ilmuwan hebat, yang namanya tercatat dengan tinta emas sejarah, bahwa mereka mendedikasikan dirinya untuk umat dan Islam. Maka, lahirlah mahasiswa yang berhasrat sedemikian rupa, yang mencari akhirat bukan kesenangan duniawi.
Mahasiswa pun tak dituntut untuk cepat tamat, cari kerja memenuhi ruang-ruang industri, yang bahayanya justru menjadi buruh industri. Mahasiswa jauh dari mental "kuliah asal-asalan". Mahasiswa akan menjadi generasi penerus ilmuwan-ilmuwan yang namanya pernah tercatat dalam sejarah.
Walhasil, jika ditilik terkait bahaya diterapkannya kurikulum industri pada perguruan tinggi serta kebaikan yang diperoleh tatkala kurikulum berbasis akidah Islam diterapkan. Maka menjadi sebuah keharusan bagi kita untuk berusaha keluar dari sistem hari ini. Serta senantiasa menyuarakan untuk diterapkannya sistem Islam. Karena sejatinya, sistemlah yang melahirkan kebijakan-kebijakan salah satunya kolaborasi antara industri dan perguruan tinggi ini.
Wallahu a'lam bishshawab.