Oleh: Hamnah B. Lin
Presiden Joko Widodo meminta perguruan tinggi melibatkan berbagai industri untuk mendidik para mahasiswa. Ajak industri ikut mendidik para mahasiswa sesuai dengan kurikulum industri, bukan kurikulum dosen, agar para mahasiswa memperoleh pengalaman yang berbeda dari pengalaman di dunia akademis semata," kata Jokowi dalam Konferensi Forum Rektor Indonesia yang ditayangkan YouTube Universitas Gadjah Mada, Selasa (27/7/2021). (Kompas.com, 27/7/2021)
Masih dari sumber yang sama, Jokowi meminta perguruan tinggi memfasilitasi mahasiswa untuk belajar kepada siapa pun juga, di mana pun juga, dan tentang apa pun juga. Pembelajaran dari para praktisi dan pelaku industri dinilai sangat penting. Jokowi mengatakan, keterampilan dan pengetahuan mahasiswa harus sejalan dengan perkembangan terkini dan masa depan. Ia mengingatkan bahwa banyak pengetahuan dan keterampilan yang menjadi tidak relevan lagi dan menjadi usang karena disrupsi.
Sejatinya, orientasi pendidikan di perguruan tinggi adalah menghasilkan lulusan yang intelektual dan inovatif, bukan sekadar menjadi pekerja yang menjalankan perintah atasan semata. Hal ini karena, mahasiswa dididik supaya memiliki kelebihan berupa potensi intelektual. Potensi intelektual ini diharapkan melahirkan banyak inovasi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Lebih jauh, lulusan perguruan tinggi diharapkan menjadi aset bangsa di tataran keilmuan. Pakar-pakar ilmu dan pakar-pakar inovasi diharapkan lahir dari lulusan perguruan tinggi. Karena itu, sudah sepatutnya jangan jadikan mahasiswa hanya sekadar menjadi pekerja yang mengoperasikan mesin industri. Ketika para korporat dari dunia industri campur tangan mengobok-obok kurikulum perguruan tinggi, maka ancaman kehilangan para intelektual di masa datang akan sangat mengkhawatirkan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2020 merilis landasan filosofis dan arahan implementasi praktis kebijakan kampus merdeka (kpbi.or.id, 15 Juni 2020). Dinyatakan dalam rilis tersebut bahwa filosofi kampus merdeka di Era Industry 4.0 dan Society 5.0 prioritas utamanya dalam 5 tahun ke depan adalah penciptaan SDM pemimpin masa depan yang unggul. Sedangkan, proses utamanya adalah pembinaan, pembelajaran, dan pencetakan karakter mahasiswa perguruan tinggi.
Jadi, mahasiswa di perguruan tinggi memang dididik untuk bisa menjawab tantangan Era Society 5.0. Mahasiswa sudah bermain di level ini karena Society 5.0 merupakan resolusi atas revolusi industry 4.0.
Dalam Konsep Society 5.0, manusia sebagai komponen utama diharapkan mampu menciptakan nilai-nilai baru melalui perkembangan teknologi. Dengan kemampuan ini, diharapkan dapat diminimalisir adanya kesenjangan pada manusia dan kesenjangan pada masalah perekonomian di masa depan.
Jadi bisa terbayang bukan? Ketika pendidikan tinggi di Indonesia sedang dibangun dengan semangat menjawab tantangan Era Society 5.0, presiden justru membuatnya tersungkur di bawah kaki-kaki para korporat berotak kapitalis. Ketika melahirkan para ilmuwan dan pakar di berbagai bidang masih menjadi tantangan yang berat, pemerintah justru mengarahkan mahasiswa untuk sekadar menjadi operator mesin industri.
Kurikulum pesanan para korporasi ini sangat berbahaya karena bisa merusak potensi generasi kita. Generasi muda yang seharusnya dibentuk menjadi generasi yang berkepribadian mulia dan ahli di berbagai bidang kehidupan, akhirnya hanya diarahkan untuk menjadi tenaga terampil yang siap kerja (hal ini pun kadang belum terbentuk).
Jika ingin menjadi negara maju, seharusnya negeri kita ini menyusun kurikulum yang bisa menciptakan generasi yang berkepribadian mulia dan ahli/pakar di berbagai bidang kehidupan, yang bisa membawa bangsa ini menjadi bangsa yang maju dan terdepan, bukan sekadar generasi yang siap memenuhi kepentingan dunia usaha dan industri milik korporasi.
Pendidikan dalam asuhan kapitalis sekuler memisahkan hakikat pendidikan dalam kehidupan manusia. Seharusnya, pendidikan bukan sekadar mencetak tenaga kerja. Namun, yang lebih utama adalah membentuk kepribadian mulia.
Maka penyelenggaraan kurikulum industri kapitalis sekuler tersebut harus diubah dari asasnya. Islam, memiliki sistem pendidikan yang sangat andal. Paradigma pendidikan disusun mengikuti asas Islam, bahwa pendidikan apa pun (termasuk industri) ditujukan bagi kemaslahatan manusia umumnya, bukan sekelompok orang (korporasi).
Bila negara memiliki komitmen mewujudkan kemandirian negara, seharusnya menjadikan lembaga pendidikan memiliki visi jangka panjang. Visi sebagai pelaku ekonomi makro, tidak sebatas mikro. Bukan hanya diberi skill, namun juga dibekali karakter sebagai pemimpin. Memimpin negeri ini dengan mengelola sumber daya alam secara mandiri.
Sayangnya, kapitalisme telah menggerus visi besar yang semestinya dimiliki sebuah negara. Pendidikan pun minus visi. Dampak buruk dari kebijakan pendidikan yang mengarahkan lulusannya “hanya tahu bagaimana menjadi mesin uang” adalah hilangnya karakter sebagai pelopor peradaban. Efeknya, negara tak mampu berdikari, bergantung pada belas kasih bantuan negara lain. Bos industri tetap kapitalis. Sementara anak negeri, hanya sebagai karyawan atau buruh para kapitalis.
Lalu bagaimana dengan Islam, apakah Islam punya jawaban atas masalah ini? Kurikulum industri dalam Islam disusun untuk membekali lulusannya dengan keterampilan dan teknik yang dibutuhkan masyarakat. Perkembangan teknologi akan disikapi sebagai sesuatu yang dibutuhkan masyarakat, bukan sekadar kemajuan yang bernilai materi.
Oleh karenanya, kurikulum akan menyesuaikan terhadap kebutuhan manusia, bukan keinginan dan kehendak pihak korporasi yang selama ini menciptakan pasar bagi produksi-produksinya. Semua itu tentu dapat terwujud jika sistem ekonomi dan politik dalam negara juga diselenggarakan sesuai Islam. Negara tidak akan membiarkan sekelompok orang menarik keuntungan sepihak. Politik Islam juga tidak akan membiarkan negara dalam keadaan lemah. Penguasaan teknologi yang diaplikasikan dalam kurikulum imdustri akan menghasilkan lulusan terampil bagi kepentingan negara.
Untuk itu, sistem pendidikan vokasi Islam harus dijalankan dalam bingkai negara yang menerapkan hukum Islam secara kafah, Negara Khilafah.
Wallahu a'lam bisshawwab.