Oleh : Rindoe Arrayah
Kasus konfirmasi covid-19 di Indonesia mengalami kenaikan tertinggi sebanyak 40.427 kasus. Wabah varian Delta yang mengganas membuat warga yang terinfeksi setiap hari jumlahnya semakin meroket. Bahkan, angka kematian akibat Covid-19 mengalami kenaikan tajam. Lonjakan penderita tersebut berdampak pada tingginya permintaan tabung oksigen. Sehingga, seringkali terjadi kesulitan dalam pemenuhannya. Akibat kekurangan pasokan oksigen, pasien Covid-19 kritis terjadi di beberapa rumah sakit di Indonesia. Hal ini, mengakibatkan kejadian yang sangat tragis menimpa pasien.
Tabung oksigen mengalami kelangkaan juga terjadi di RSUP Dr Sardjito yang menyisakan duka mendalam atas meninggalnya 63 pasien hanya dalam waktu 24 jam, yakni tanggal 3-4 juli 2012 (voaindonesia.com, 4/7/2021)
Kebutuhan akan tabung oksigen tidak hanya datang dari pasien rumah sakit saja. Akan tetapi, permintaan juga muncul dari pasien isolasi mandiri di rumah. Dari lonjakan harga di beberapa produsen, hingga kehabisan stok mewarnai kelangkaan ini. Sehingga, para relawan kemanusiaan di berbagai kota akhirnya ikut bergerak untuk mencarikan tabung oksigen.
Munculnya kasus kelangkaan hingga kenaikan harga tabung oksigen disinyalir akibat rantai pasok oksigen yang panjang, maka harga menjadi tidak wajar. Mirisnya lagi, saling lempar tanggung jawab antar instansi memperlihatkan tidak sinkronnya dalam menyelesaikan permasalahan yang seharusnya ditanggulangi bersama. Apalagi, melihat langkah pendek yang dipilih pemerintah dalam menyelesaikan masalah tabung oksigen yakni dengan cara impor.
Kontroversi juga terjadi pada obat penanggulangan Covid. Seperti kasus Ivermectin yang berpotensi menjadi obat terapi Covid-19, namun malah terancam dipidana. Hal ini menunjukkan ketidak tegasan pemerintah dalam menjamin ketersediaan kebutuhan obat bagi rakyat yang terinfeksi.
BPOM sendiri bergeming mengikuti panduam WHO dengan tidak merekomendasikan Ivermectin untuk mengobati Covid-19 di luar uji klinis. BPOM bahkan sampai mendatangi dan memberi sanksi pabrik P.T. Harsen Laboratories (produsen obat Ivermectin) yang dianggap tidak kooperatif (tempo.co, 3/7/2021).
Obat-obatan, alat kesehatan serta fasilitas kesehatan merupakan senjata penanggulangan Covid-19. Akan tetapi, pemerintah sulit menghadirkan semua itu karena berbagai faktor. Dari kasus tersebut bisa dilihat kelemahan perangkat negara menyiapkan segala fasilitas yang dibutuhkan rakyat dalam menghadapi pandemi. Begitulah sistem kapitalisme, pemerintah hanya sebagai fasilitator, bukan penanggung jawab penuh setiap persoalan yang menjadi urusan rakyat. Pejabat terkait hanya bisa menakuti rakyat dengan peringatan dan memberi ancaman sanksi.
Terjadinya kapitalisasi di sektor kesehatan sebenarnya telah lama berlangsung di negeri ini. Para kapitalis terus mencari keuntungan di tengah kesulitan rakyat. Rakyat terbiasa diberi tontonan mesra para kapitalis dan pemerintah yang seolah pura-pura tidak tahu kesulitan rakyatnya dengan melahirkan suatu kebijakan yang sesungguhnya tidak bijak. Dari kontroversi kasus kekurangan tabung oksigen hingga Ivermectin bisa dilihat kelemahan perangkat negara menyiapkan segala fasilitas dan menjamin pemenuhan kebutuhan obat bagi rakyat yang terinfeksi. Bagi rakyat yang Kebijakan yang dibuat pemerintah terkait persoalan pandemi dinilai tidak maksimal.
Kesanggupan menghadapi skenario terburuk yang diucapkan pejabat terkait hanya sekedar ucapan belaka. Sebaliknya, pemerintah seperti tak berdaya menghadapi keadaan kritis saat ini. Akibat penanganan yang lamban dan tidak proposional berakibat banyak rakyat yang akhirnya menjadi korban. Kondis saat ini, jangankan untuk memilih rumah sakit, sekedar masuk IGD pun banyak yang tertolak. Sampai tenda-tenda di pelataran rumah sakit berdiri tegak. Namun perawatan tak terbendung, oksigen jadi barang rebutan, apalagi paramedis yang berjatuhan, sudah tak terhitung lagi pengorbanan.
Jikalau lockdown menyeluruh dilakukan pada saat awal pandemi datang. Kebutuhan rakyat dipenuhi walau keluar milyaran. Tak ada kompromi untuk warga asing yang bertandang. Mungkin ceritanya akan lain tidak seperti saat ini. Memang masa itu sudah lewat, tapi setidaknya bisa diambil pelajaran. Jangan lagi menjadikan pandemi sebuah guyonan. Akibat tak mengambil pelajaran, sepele terhadap nasihat para ilmuwan, sayang mengeluarkan uang milyaran. Akhirnya harus menelan pil pahit banyaknya rakyat yang jadi korban. Alih-alih mengoreksi diri, pemerintah justru sibuk menyalahkan masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan, yang bisa jadi penyebabnya juga berpulang pada kelalaian pemerintah.
Keadaan negeri ini sudah sangat kritis akibat adanya pandemi. Namun, tidak ada kata terlambat untuk mencari solusi guna perubahan yang lebih baik. Melihat hal tersebut hendaknya kita bijak dalam menilai solusi yang benar yaitu sistem Islam yang didalamnya terdapat kebaikan dan keutamaan yang bersumber dari Sang Pemilik Kehidupan.
Islam memiliki pandangan shahih terkait pemecahan masalah pandemi ini bahwa kesehatan adalah kebutuhan pokok masyarakat. Keselamatan nyawa manusia lebih utama dari pada nilai materi. Dalam Islam, negara akan mendukung penuh pelayanan kesehatan dengan menyediakan seluruh kebutuhan yang diperlukan, seperti obat, ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai secara kualitas dan kuantitas, laboratorium diagnostik, SDM kesehatan, lembaga riset, farmasi dan industri alat kedokteran. Hal ini selaras dengan potensi dan kapasitas yang dimiliki negara. Semuanya diperuntukan bagi masyarakat secara gratis tanpa membebani. Semua pembiayaan tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Maka SDA sebagai harta milik umum menjadi salah satu sumber pembiayaan penanganan wabah berbasis Baitul maal yang sifatnya mutlak. Dengan dukungan sistem ekonomi Islam yang kuat bentuk periayahan negara akan dengan mudah ditunaikan.
Sumber Daya Manusia di bidang kesehatan berbasis sistem pendidikan Islam dengan tujuan dan kurikulum yang shahih dan bersih dari kapitalisasi akan dilibatkan untuk mengatasi persoalan SDM kesehatan.
Sebagai penanggung jawab penuh urusan periayahan, negara memiliki wewenang dan kekuasaan yang memadai demi menjalankan fungsi dan tanggung jawab sesuai kaidah Islam dalam penanggulangan wabah. Syariat Islam mewajibkan negara senantiasa menjamin kebutuhan masyarakat dalam keadaan ada atau tidak adanya wabah. Saat wabah menyerang suatu wilayah, maka negara wajib menyuplai kebutuhan dan memastikan kecukupan setiap individu di wilayah tersebut.
Pengadaan layanan kesehatan terbaik dalam melayani masyarakat, terlebih di saat terjadi wabah tidak boleh dialihkan ke pihak swasta. Artinya, dikelola dengan pembiayaan dan pengelolaan langsung dari negara. Sebab, negara bertanggung jawab penuh untuk menghindarkan rakyatnya dari sesuatu yang berbahaya, bahkan dapat mengancam nyawa. Seperti sabda Rasulullah saw. "Tidak boleh menimbulkan bahaya bagi diri sendiri maupun bahaya bagi orang lain di dalam Islam."(HR Ibnu Majah dan ahmad)
Keberadaan negara yang berhiaskan nuansa Islam akan menjaga ketersediaan obat bagi setiap penyakit dan menjaga urusan masyarakat dengan mengadakan pusat penelitian medis dalam rangka pengembangan dalam upaya kemajuan di bidang kesehatan.
Islam adalah dien yang sempurna, tidak ada satu pun persoalan kehidupan manusia kecuali ada penyelesaiannya. Sebagaiamana firman Allah Swt, "Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu." (QS. an-Nahl:89)
Sudah selayaknya, Kapitalisme-Sekularisme kita campakkan dari muka bumi ini. Kemudian, digantikan dengan syariat Islam sebagai petunjuk dan solusi tuntas bagi segala persoalan kehidupan manusia agar keberkahan senantiasa menaungi seluruh alam.
Wallahu a'lam bishshowab.