Oleh: Hamnah B. Lin
Hijrah adalah tonggak perubahan, dari zaman kegelapan menuju era kegemilangan. Demi berhijrah, kaum muslimin rela meninggalkan kesenangan dunia. Menempuh jalan berliku di bawah terik surya, dikejar-kejar kaum Kafir Quraisy bak hewan buruan. Kaum muslimin kala itu dengan bekal keimanan, bersama-sama saling menguatkan. Hijrah untuk tegaknya diinul Islam.
Adalah kalimat pengantar dari sebuah Acara Digital Event terbesar tahun 2021 dengan di ikuti 140.000 peserta pada tanggal 11/08/2021, dengan Tema "Hijrah bareng-bareng", yang diselenggarakan oleh Komunitas Pecinta Hijrah ( Muslimah news.com, 11/08/2021 )
Dengan dipandu oleh Ustadz Adiasta sebagai pembawa Acara pertama, beliau menyampaikan tentang gelombang Hijrah, "Hal yang patut disyukuri adalah Allah memberi kita waktu, menambah kesempatan beramal saleh. Event hijrah bareng ini dihadiri sekitar 140 ribu peserta dari seluruh Indonesia, artinya gelombang hijrah semakin hari semakin besar dan menjadi tanda-tanda pertolongan Allah. Semoga Allah melayakkan kita mendapatkan pertolongan-Nya".
Kemudian dilanjutkan dengan sambutan Ulama, yang disampaikan oleh K.H. Rochmat S. Labib, seorang Ulama Nasional. Tentang “Hijrah, Tonggak Pertama Umat Islam". Peristiwa hijrah Rasulullah dari Mekah ke Madinah merupakan momentum besar yang ditetapkan sebagai tahun pertama penanggalan bagi umat Islam. Alasannya sebagai tonggak pertama berdirinya negara yang menerapkan Islam secara kafah, memiliki kekhasan yang berbeda dengan sistem pemerintahan lain. Ketika sistem pemerintahan lain berdasarkan hawa nafsu dan akal manusia, negara Islam berdasarkan wahyu dari Allah. Hasilnya adalah perubahan yang dirasakan masyarakat. Sebelumnya merasakan penderitaan dan penganiayaan, namun setelah hijrah mereka menjadi umat yang mulia, umat yang memiliki kejayaan. Negara ini adalah Daulatan Kubro, Daulatul Ula".
Beliau juga menyampaikan bahwa sempurnanya Hijrah dengan Meninggalkan kemaksiatan. Hijrah ini untuk mengingatkan kita untuk menjadikan Allah dan Rasulullah, segala-galanya. Mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari segalanya. Bicara hijrah maka menjadikan Islam di atas segalanya. Tidak sempurna hijrah jika tidak meninggalkan apa yang dilarang oleh Islam. Menjauhi kemaksiatan. Termasuk hijrah dari Darul Kufur menuju Islam. Juga tidak sempurna seseorang menjadi orang yang berhijrah, meskipun sudah keluar dari Darul Kufur ketika hijrahnya untuk kemaksiatan. Hanya saja, kemaksiatan ini ada karena dilindungi oleh negara yang menerapkan hukum-hukum kufur maka sudah seharusnya umat Islam berjuang untuk menghilangkannya dengan menerapkan hukum-hukum Islam, melalui Khilafah Islamiah.
Acara berlanjut kepada narasumber pertama, yakni Ustaz Felix Siauw seorang Da’i Muda, yang mualaf saat kuliah semester tiga pada tahun 2002 saat berusia 18 tahun. "Lima tahun pencarian sejak SMP hingga kuliah, dan saya menemukan muaranya hanya pada Islam, satu-satunya yang benar. Ketika akal difungsikan dengan benar maka akan semakin tampak sinar Islam. Dalam Al-Qur’an ada dua hal yang menghalangi manusia dari keimanan yaitu rasa arogan dan lalai. Sebaliknya iman dekat dengan dua hal yaitu, rasa tawadhu dan “curious” (ingin tahu). Hijrah atau perubahan tidak sekadar menjadikan orang berbeda, berubah secara fisik, berubah menjadi lebih baik. Melainkan bisa memberikan suatu pengaruh. Sehingga ketika seseorang itu hijrah maka harus memberikan pengaruh bagi yang lain", ujar beliau.
Disambung kemudian oleh pembicara kedua, yakni drg. Carissa Grani seorang Mualaf yang masuk Islam tahun 2020 saat awal pandemi. Pandemi telah membawa beliau bertemu Islam dan bersyahadatain. Beliau menyampaikan, "Suatu ketika, tidak sengaja melihat muslimah dengan niqab dan menimbulkan pertanyaan dalam hati. Kenapa kondisi Islam yang diajarkan sejak dulu bisa sesuai dengan keadaan sekarang (pandemi)?".
Dan Inilah yang membangkitkan rasa ingin tahu lebih banyak tentang Islam. Dua minggu dari hari itu, beliau memutuskan untuk lebih mengetahui Islam lebih dalam. Setelah mendapat penjelasan, beliau seperti terketuk dan menetapkan ini benar. Dari sinilah drg. Carissa membenarkan dan percaya bahwa Allah Yang Maha Esa dan Rasulullah utusan Allah. "Meski mendapat penentangan dari keluarga, tapi tidak sebanding dengan apa yang saya dapat dengan Islam. Dan harus dengan Islam kafah. Kalau tidak Islam kafah ya pasti ikut godaan setan", imbuh beliau.
Selanjutnya narasumber berikutnya adalah Pak Ahmad Rusdan, Ph.D., seorang Ilmuwan Muslim, Ahli Biologi Molekuler. "Ini adalah hijrah sikap. Hidup di kehidupan liberal sekuler Amerika Serikat, terjadi pertarungan luar biasa bukan secara fisik tapi pemikiran. Kalau mau kemanapun pergi, harus bisa menjaga agama di dalam diri. Sebagai ilmuwan tidak boleh ada kontradiksi antara agama dan profesi, justru harus bisa mendudukkan keduanya secara serasi. Kuncinya manusia harus memahami dunia, harus dilihat secara logis. Dari mana berasal, untuk apa hidup di dunia, dan mau kemana setelah hidup ini. Ilmu itu, jika bebas nilai maka tidak ada masalah. Dan saat pandemi ini Allah membentangkan kepada manusia tentang ilmu-Nya dan bagaimana kita harus menyikapinya. Dan sikap inilah yang akan ditanya oleh Allah". Pemaparan dari Pak Ahmad, maasyaAllah.
Kemudian dilanjutkan kepada pembicara dari pengusaha muslim, Dewa Eka Prayoga. Beliau menyampaikan, "Konsekuensi seseorang berhijrah adalah apa yang dilakukan di muka bumi harus sesuai dengan apa yang Allah tetapkan. Di dunia bisnis pun begitu. Riba haram, maka jangan ambil riba meski kondisi krisis. Islam memberi jalan dengan fikih muamalah seperti syirkah. Karena salah satu hal yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah adalah harta, darimana harta kita berasal dan digunakan untuk apa. Pengusaha harus memiliki keberanian mengambil resiko. Semakin besar resiko maka semakin besar rezeki. Maka perlu belajar konsep rezeki. Rezeki adalah apa yang kita makan dan minum, yang kita pakai, dan kita sedekahkan. Kalau Allah kasih rezeki yang banyak maka bisa berbagi, bukan menjadi hak milik. Ketika menghadapi ujian, maka meyakini Allah akan beri kemudahan dan tergantung dari usaha manusia. Untuk itu perlu memahami konsep hidup dengan benar. Bisnis adalah pilihan, dakwah adalah kewajiban. Terlebih di era digital, jadilah detonator kebaikan. Hijah adalah tren positif. Tapi hanya sesaat kalau tidak totalitas dan bareng-bareng. Yang menjadi challenge adalah istikamah, maka mesti dilakukan bareng-bareng untuk bisa melaluinya".
Melangkah ke narasumber selanjutnya, adalah Ustaz Yuana Ryan Tresna seorang Ulama Hadis. Beliau memamparkan, "Imam as-Suyuti berkata, “Kami membangun sebagaimana pendahulu kami membangun, kami berbuat sebagaimana pendahulu kami berbuat.” Sehingga untuk panduan berhijrah, contohlah pendahulu kita. Rasulullah, para sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in. Momen hijrah ini menampakkan Madinah menjadi negara pertama yang menerapkan Islam serta awal bangkitnya Islam dan kaum muslimin. Walaupun hijrah dilakukan di Rabi’ul awal, tekadnya sejak bulan Muharam"
Ditambahakan juga oleh beliau, "Muhajir atau individu yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa saja yang Allah larang. Berpindah dari satu kondisi yang satu ke kondisi lainyang lebih baik. Hijrah ini ada dua, lahiriah dan batiniah. Membutuhkan keistikamahan dan kesabaran dalam ujian yang dihadapi. Memahami bahwa kebahagiaan itu ketika mendapat perlindungan dan rida dari Allah, serta selamat di akhirat. Selain hijrah individu, disebutkan hijrah itu berpindah dari Darul harb ke Darul Islam. Merefleksikan kembali makna hijrah pada kondisi saat ini. Maka tantangan perubahan adalah melakukan hijrah sistem menuju sistem Islam yang merupakan bagian integral dengan ketakwaan seorang muslim. Sehingga hijrah itu harus bareng-bareng. Hijrah individu hingga negara agar hijrah menjadi lebih bermakna".
Kemudian acara ditutup dengan pemaparan dari Ustaz Ismail Yusanto seorang Cendekiawan Muslim. Beliau menyampaikan, "Satu-satunya penentu di hadapan Allah adalah keimanan dan ketakwaan. Juga sebagai penentu posisi kita di akhirat. Maka berbekallah dengan bekal yang baik yaitu bertakwa di manapun berada. Oleh sebab itu hijrah menjadi penting untuk menyelamatkan iman dan takwa. Bukan hanya dalam kehidupan pribadi tapi juga berbangsa dan bernegara. Menghadirkan Islam sebagai rahmatan lil’alamin dengan menerapkan syariat Islam kafah. Tidak ada pilihan lain, karena selainnya adalah pilihan buruk. Untuk itu bagi muslim, hijrah adalah kepastian. Kalaupun pilihan, maka itu satu-satunya pilihan".
Beliau menambahkan, "Meski begitu akan ada penentangan, yaitu dari diri sendiri, luar dirinya (keluarga, lingkungan tempat tinggal, dan sejenisnya), dan sistem. Seperti yang dialami Rasulullah, yang dialami bukan sekadar tentangan orang perorang tapi hingga hambatan sistem dan kekuasaan. Jadi makin memahami hijrah, makin paham resikonya. Tapi tidak perlu khawatir, karena Allah akan memberi kekuatan. Karena yang kita datangi adalah Allah. Bahkan ketika menghadapi tantangan dari penguasa, maka selalulah bersama Al-Qur’an di posisi apapun meski harus menghadapi kematian. Mati dalam taat kepada Allah lebih baik daripada mati dalam kemaksiatan".
Sungguh sebuah acara yang mampu mencerahkan, membuka cakrawala pemikiran, hingga membawa gelombang hijrah para "hijrah'ers yang lama" menuju hijrah total dalam bingkai Islam Kaffah. Mari sambut gelombang hijrah ini, dengan bersegera mengambil peran sebagai pelopor hijrah kaffah kepada masyarakat disekitar kita, agar Allah SWT bisa segerakan pertolongan-Nya untuk kita semua umat manusia.
Wallahu a'lam biasshawab.