Manusia adalah mahluk sosial yang saling berinteraksi dan ketergantungan satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu sebagai mahluk sosial tentunya kita harus saling ingat-mengingatkan antar sesama. Namun banyak diantara kita berpendapat bahwa mengingatkan orang, justru hal yang diingatkan tidak akan terjadi kepada kita. Padahal belum tentu, bisa saja kata ingat-mengingatkan tidak hanya berarti memberi peringatan, akan tetapi saling memberi peringatan atau lebih mudahnya saling mengingatkan. Kata ‘saling’ disini berarti adanya timbal balik antar keduanya. Dalam hal ini dimaksudkan bahwa dengan adanya timbal-balik, maka akan terjadi keterkaitan antar satu dengan lainnya.
Menurut KBBI, kata menegur seperti yang sedang kita bahas ini, berarti “Mengajak bercakap-cakap. Mengkritik, Memperingatkan, Menasihatkan.” Jadi bisa kita tarik kesimpulan bahwa menegur adalah suatu cara yang bisa kita lakukan terhadap orang lain yang dirasa melakukan kesalahan atau ke-khilafan. Caranya adalah dengan memberi nasihat atau memperingatkan dengan mengajaknya bercakap-cakap. Tujuan utamanya adalah agar orang tersebut bisa sadar akan kesalahannya dan tidak melakukannya lagi.
Syekh al-Mishiri mengingatkan bahwa nasihat yang paling utama, adalah nasihat untuk diri sendiri. “Dia harus menasihati diri sendiri sebelum menasihati orang lain.” Mereka yang “menipu” dirinya sendiri, tidak bisa diharapkan dapat menasihati orang lain. Allah SWT mencela orang-orang yang menegur orang lain atau memerintahkan kebaikan kepada orang lain, namun dia sendiri tidak melaksanakannya.
“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Itu sangatlah dibenci disisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” (QS Ash Shaff ayat 2-3)
Syekh al-Mishiri melanjutkan, bahwa nasihat yang disampaikan dengan tulus, dapat berpengaruh besar terhadap diri seseorang dan mendorongnya untuk melaksanakan nasihat yang diterimanya. Pada akhirnya, nasihat atau wasiat akan menjadi takwa dan selalu mengingatkan kita akan kebenaran.
Dari penjelasan diatas berarti kita bisa menarik kesimpulan bahwa, menegur itu adalah hal yang sangat dianjurkan oleh Islam, terlebih sesama umat muslim yang memang dianjurkan untuk saling mengingatkan. Namun, teguran atau peringatan itu juga harus dikembalikan lagi ke diri kita masing-masing. Apakah kita sudah melakukan hal tersebut? Atau kita juga masih melakukan “dosa” yang sama? Maka dari itu, terbukalah dalam berfikir khususnya dalam mengingatkan orang lain. Jangan sampai kita melukai hatinya atau mempermalukan dirinya.
Pada dasarnya, setiap orang memang berhak mendapatkan nasihat. Akan tetapi, memberikan nasihat juga tidak bisa sembarangan. Ada etika-etika memberi nasihat yang perlu diperhatikan. Dengan begitu, nasihat yang disampaikan bisa sampai dan diterima dengan baik oleh orang lain tanpa menyinggung atau menyakiti hati orang yang kita tegur. Maka dari itu, berikut etika-etika yang dapat diperhatikan ketika kita hendak menegur atau memperingatkan orang lain:
1. Berikanlah nasihat atau teguran dengan perkataan yang baik dan bermanfaat agar tidak menyinggung perasaan orang yang ditegur, berhati-hatilah dalam memilih perkataan yang sesuai agar orang tersebut tidak terhina atau merasa rendah diri. Berilah teguran dengan akal fikiran dan hati, tanpa emosi.
2. Hindarilah menegur atau menasehati seseorang di depan keramaian, nasihati dan tegurlah ketika orang tersebut sedang seorang diri dan di tempat yang tertutup, berilah teguran dengan cermat dan bukan dengan cara yang menimbulkan perasaan malu kepada orang yang ditegur.
3. Berilah nasihat dengan bahasa dan suara yang lembut, bukan dengan bahasa yang angkuh karena kita hendak menegur, bukan merendahkan aib orang.
4. Tetap bersangka baik terhadap orang yang kita tegur, bisa jadi orang tersebut tidak mengetahui bahwa yang mereka lakukan merupakan suatu kesalahan atau mereka tidak sadar dalam melakukan hal tersebut.
5. Meminta maaflah selepas kita memberikan nasihat kepada orang lain, tujuannya untuk memujuk perasaan orang yang ditegur agar jangan terasa hati di atas nasihat yang diberikan. Tegur dan nasihati oranglah sebagaimana kita ingin dinasihati.
Penyusun:
Nela Nasvianti
Nuraini
Odditya Ramadhani
Mahasiswi Universitas Indraprasta Jakarta