Oleh Aas Asiyah
Ekonomi yang kian terpuruk ditambah adanya pandemi membuat negara Indonesia sulit untuk bangkit dan mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan. Salah satu faktor yang mempengaruhi krisis ekonomi di negara ini adalah dana APBN yang semakin berat.
Rektor Universitas Paramadina Didik Rachbini mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memiliki masalah berat di masa pandemi ini. Ia menduga APBN dapat memicu krisis ekonomi. (bisnis.tempo.co 01/08/2021)
Setidaknya ada lima faktor di dalam APBN yang berpotensi menyebabkan krisis dikemudian hari. Faktor tersebut antara lain adalah proses politik APBN yang sakit dan bias, dan defisit primer yang semakin melebar dan tidak terkendali.
Selain itu, rasio pembayaran utang terhadap pendapatan yang naik di era Presiden Joko Widodo. Persoalan lainnya adalah dana yang mengendap dan bocor di daerah, serta pembiayaan PMN dan BMN sakit yang berpotensi menjadi masalah di masa depan.
Semua keadaan tadi, tidak menurunkan tekad pemerintah untuk berhutang demi menutupi defisit APBN yang besar akibat alokasi anggarannya yang besar. Tindakan ini didukung oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo yang menunjukkan pembelian surat berharga negara (SBN) di pasar perdana. Hingga 19 Juli 2021, nilainya sebesar Rp 124,13 triliun. Langkah ini dilakukan menyusul pemerintah menambah anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) menjadi Rp 744,75 triliun dari Rp 699,43 triliun. (beritasatu.com 22/07/2021).
Salah satu rektor Universitas Paramadina, Didik Rachbini mengatakan bukannya menyelasaikan persoalan malah akan menambah beban presiden di masa yang akan datang, bahkan rakyat sekalipun juga ikut menanggung beban utang yang begitu besar. (bisnis.tempo.co 01/08/2021)
Mirisnya di tengah anggaran APBN yang besar, terutama dalam alokasi anggaran untuk penangan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional dampaknya tidak terlalu dirasakan masyarakat. Banyak masyarakat yang masih mengeluhkan pelayanan kesehatan yang kurang dan bantuan-bantuan sosial lainnya yang tidak sampai kepada masyarakat.
Selain itu baru-baru ini salah satu alokasi anggaran APBN digunakan untuk pengecatan pesawat presiden, yang mana proses pengecatan pesawat tersebut memakan biaya hingga 2 Milyar rupiah. Tentunya tindakan tersebut menuai banyak kritik disaat krisis ekonomi yang terjadi di masyarakat, ada yang bersikap pro dan kontra.
Contohnya salah satu satu anggota komisi II DPR fraksi Golkar, Zulfikar yang mendukung keputusan tersebut. Menurut Zulfikar, hal tersebut tak perlu menjadi polemik, karena sudah menjadi bagian dari pekerjaan rutin dan pemeliharaan. Apalagi, jika anggaran yang dipakai tidak mengganggu anggaran penanganan Covid-19. (cnnindesia.com 04/08/2021).
Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono membenarkan tentang pengecatan ulang pesawat Kepresidenan Indonesia-1 atau Pesawat BBJ 2 itu. Namun ia membantah pengecatan itu sebagai bentuk foya-foya. "Pengecatan pesawat ini telah direncanakan sejak tahun 2019 serta diharapkan dapat memberikan kebanggaan bagi bangsa dan negara. Perlu kami jelaskan bahwa alokasi untuk perawatan dan pengecatan sudah dialokasikan dalam APBN," kata Heru dalam keterangan tertulis, Selasa (3/8). (Cnnindonesia.com 04/08/2021)
Meskipun pengecatan ini sudah direncanakan sejak tahun 2019, bukankah lebih baik kegiatan ini diurungkan ketika sedang mengalami krisis ekonomi? Bukankah lebih baik anggaran tersebut digunakan untuk alokasi lain yang tentunya lebih mendesak dan penting? Dan juga banyak yang mengatakan kondisi cat pesawat yang masih layak digunakan.
Sebenarnya Krisis ekonomi di negeri ini sudah terjadi sebelum pandemi tetapi semakin diperparah karena pandemi Covid-19 dan kasus yang semakin tinggi setiap harinya, bahkan membuat negeri ini menduduki posisi pertama diantara negera-negara yang ada.
Tak bisa dipungkiri bahwa pemasukan APBN dalam sistem Kapitalisme bersumber dari pajak dan utang. Ketika APBN mengalami defisit dan pajak tersendat, maka utanglah satu-satunya jalan untuk menutupi defisit APBN dan krisis ekonomi.
Dapat kita lihat, sebenarnya negeri ini memiliki potensi banyak untuk menjadi negeri yang makmur dan sejahtera. Mulai dari sumber daya alam yang melimpah seperti tambang, pertanian, laut, sampai hutan semuanya sudah tersedia di negeri ini. Tapi karena pengelolaannya kebanyakan diserahkan kepada pihak swasta membuat negeri ini tidak dapat memaksimalkan pengelolaan SDA yang ada dan pada akhirnya lebih mengandalkan utang.
Beginilah yang terjadi jika sistem kapitalis yang berkuasa, karena dalam sistem ini pemilik modal yang memiliki wewenang besar. Ketika SDA sudah ditangan pemilik modal, maka negarapun tidak bisa berbuat banyak. Meskipun pada dasarnya SDA itu harusnya dikelola oleh negara.
Kondisi ini jauh berbeda dengan Islam. Islam bukan hanya agama yang mengatur ibadah ritual saja, tetapi dalam Islam ada peraturan-peraturan yang mengatur kehidupan manusia. Salah satunya adalah peraturan mengenai sistem keuangan. Islam selalu menjaga pengelolaan kas keuangan agar tidak minus atau bocor yang menyebabkan kerugian bagi umat. Setiap pengelolaan kas, pengeluaran maupun pemasukan dilakukan oleh Baitul Mal. Beberapa contoh perincian dalam sistem keuangan Islam adalah sebagai berikut:
Pertama, yang mengatur anggaran-anggaran atau APBN adalah Khalifah. Dengan terpilihnya khalifah yang memenuhi kriteria yaitu muslim, baligh, berakal, mampu dan adil, menghasilkan kualitas pemimpin yang terbaik. Dan dengan demikian khalifah yang terpilih akan amanah dengan setiap tugasnya termasuk dalam mengatur keuangan negara.
Sebagai contoh Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang mematikan lampu penerangan saat salah satu keluarganya datang mengunjunginya untuk membahas perihal masalah pribadi. Dia berkata minyak yang dipakai untuk penerangan tersebut dibeli dari uang negara, maka dari itu ia mematikan penerangan karena tidak ingin menggunakan uang negara untuk masalah pribadi.
Kedua, dalam sistem Islam pemasukan APBN bukan berasal dari pajak dan utang dan jumlahnya pun relatif tetap dan beragam. Kas dalam Islam dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya yaitu pos zakat, kas negara dan kepemilikan umum.
Dalam pos zakat diisi oleh para muzaki atau orang yang wajib membayar zakat dan alokasi zakat ini hanya boleh di keluarkan untuk 8 golongan yang sudah tertera dalam Q.S At-Taubah : 60. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana."
Sedangkan kas negara diperoleh dari harta ganimah, jizyah, kharaj, fai dan termasuk harta yang tidak memiliki pemilik. Atau bisa dikatakan harta yang tidak memiliki ahli waris atau harta yang dikembalikan oleh orang-orang yang berlaku curang. Dan kepemilikan umum diperoleh dari pengelolaan sumber daya alam.
Ketiga, setiap alokasi dana yang dikeluarkan hanya untuk hal-hal yang penting dan mendesak. Dan pastinya hal tersebut tidak melanggar syariat. Dari sana sudah bisa dipastikan kas negara tidak akan mengalami kebocoran karena penggunaanya yang boros.
Keempat, pengawasan yang ketat dilakukan dengan teliti untuk setiap pembelanjaan negara. Pengawasan ini dilakukan oleh beberapa pihak diantaranya rakyat, majelis umat, majelis wilayah hingga partai politik. Peluang untuk berlaku curang akan diminimalisir sekecil mungkin. Jika ada kesalahan akan segera diingatkan atau jika ada yang berlaku curang akan segera ditindak lanjuti.
Beberapa hal diatas dilakukan dalam sistem Islam untuk meminimalisir kecurangan dalam penggunaan dana APBN yang tepat, dan tentunya semua ini hanya akan bisa dilakukan jika sistem Islam diterapkan secara menyeluruh. wallahu a'lam bishawab
Tags
Opini