Oleh : Rindoe Arrayah
Pandemi Covid-19 yang belum diketahui kapan berakhir telah menjadikan kehidupan masyarakat semakin tidak tentu arah akibat kebijakan pemerintah yang hanya setengah hati untuk meriayah. Hal ini diperaparah dengan janji-janji pemerintah yang memastikan negara hadir dan tidak akan membiarkan masyarakat atau setiap warga negara dibiarkan kelaparan.
“Bapak Ibu, sebangsa se-Tanah Air, sekali lagi negara hadir. Tidak ada warga negara yang akan dibiarkan dalam kelaparan,” tegas Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika, Dedy Permadi dalam konferensi pers PPKM Darurat secara virtual, Minggu (11/7/2021).
Namun, dalam faktanya berbeda dengan apa yang telah dijanjikan sebagaimana pidato di atas. Banyak masyarakat yang kebutuhannya sama sekali tidak terpenuhi. Akhirnya, ada di antara mereka terpaksa melakukan pencurian karena di dorong faktor ekonomi.
Demokrasi yang dijadikan sebagai sistem dalam mengatur kehidupan saat ini menjadikan masyarakat tidak pernah bisa merasakan kedamaian dan keadilan. Dengan berasaskan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat, ternyata hanya pencitraan semata. Masyarakat yang seharusnya dilindungi oleh pemimpin justru berkali-kali dizalimi.
Dalam hadis Rasullullah Shallallahu 'alaihi Wasallam. bersabda, “ Jihad yang paling afdal adalah berkata benar di hadapan pemimpin zalim.” (HR Abu Dawud no. 4344 dan Ibnu Majah no. 4011).
Seharusnya hadis di atas sudah bisa menjadi alasan kuat mengapa masyarakat harus mengkritik pemimpin yang tidak berlaku adil. Akan tetapi, manakala rakyat mencoba untuk bersuara tentang ketidakadilan yang terjadi justru mendapatkan respon negatif dari pemerintah.
Hal ini, berbanding terbalik dengan para khalifah terdahulu dalam naungan Khilafah. Mereka justru senang di kritik dan diberi masukan. Mengapa bisa demikian? Karena, para khalifah di saat menjalankan amanah sebagai pemimpin senantiasa menghiasinya dengan suasana keimanan. Sehingga, menyadari posisinya sebagai manusia biasa yang tidak akan luput dari salah dan dosa.
Untuk itu, mari kita coba cermati lebih lanjut terkait dengan perbedaan demokrasi dan Islam :
Pertama, dari sisi asas. Asas demokrasi adalah sekularisme, pemisahan antara agama dan kehidupan. Asas ini jelas batil karena bertentangan dengan Islam. Islam memandang bahwa agama adalah pengatur seluruh aspek kehidupan. Khilafahlah yang menjadikan Islam sebagai asas dalam kehidupan.
Kedua, dari sisi kedaulatan. Demokrasi meletakkan kedaulatan atau pembuat hukum di tangan manusia atau rakyat. Berbeda halnya dengan Islam yang meletakkan kedaulatan tertinggi hanya pada Allah sebagai Al Kholiq sekaligus Al Mudabbir, Pencipta dan Pengatur. Nantinya, hanya dengan Khilafah yang menjadikan hukum Allah berdaulat.
Ketiga, dari sisi standar kehidupan. Demokrasi menjadi asas manfaat sebagai standar utama. Sedangkan, Islam menjadikan standar kehidupannya adalah halal dan haram. Khilafahlah kelak yang mampu menerapkan standar halal dan haram ini dalam seluruh aspek kehidupan.
Oleh karena itu, tidak bisa dimungkiri lagi bahwa demokrasi tidak akan pernah bisa menjadi aturan dalam mengatasi pandemi. Terbukti nyata hingga kini, pemerintah hanya suka mengumbar janji. Namun, dalam faktanya tidak pernah terealisasi manakala harus memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya yang sedang menderita di tengah wabah.
Sudah saatnya untuk mencampakkan demokrasi, kemudian kembali pada syariat Ilahi yang pernah diterapkan dalam kurun waktu 14 abad lamanya yang terbukti telah mengantarkan masyarakat menuju rahmatan lil ‘alamiin.
Wallahu a’lam bishshowab.