Oleh Yeyet Mulyati
Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah
Akhir-akhir ini, muncul fenomena arus hijrah yang luar biasa dari kalangan generasi milenial. Puluhan komunitas hijrah mulai bermunculan dan disambut antusiasme para pemuda pemudi milenial. Mulai dari komunitas yang berlevel nasional hingga yang berlevel lokal.
Bahkan, ada juga komunitas hijrah yang dibentuk oleh para artis dan selebritis. Komunitas tersebut beranggotakan banyak artis tenar yang telah berhijrah. Selain banyaknya komunitas, fenomena hijrah kaum milenial ini juga didukung oleh banyaknya event-event hijrah yang diselenggarakan.
Fenomena hijrah seperti itu patut kita syukuri karena hal tersebut membuktikan bahwa dakwah Islam yang disampaikan kepada masyarakat, terutama kalangan generasi milenial dapat diterima dengan baik.
Hanya saja rasa syukur tersebut tidak cukup hanya pada saat kita melihat berbondong-bondongnya generasi milenial melakukan hijrah, karena hijrahnya mereka baru sebatas hijrah yang "maknawi". Yaitu sebatas perpindahan gaya hidup yang dulunya suka bermaksiat berubah menjadi taat kepada Allah Swt., yang dulunya hidup penuh kemewahan berubah menjadi hidup yang penuh kesederhanaan, yang pada intinya kehidupan mereka penuh dengan nilai-nilai kebaikan.
Makna hakiki hijrah bagi kebangkitan Islam dan umat Islam sesungguhnya belum dapat dipahami oleh sebagian besar umat Islam. Hal ini terjadi karena umat Islam belum menyadari makna hijarah yang "hakiki".
Oleh karena itu, jika dipadukan dengan fenomena yang terjadi sekarang, bagaimana sesungguhnya makna “hijrah” dan penerapan yang sebenarnya?
Padahal jika dilihat pada sejarah Islam, hijrah pada zaman Nabi Muhammad Saw. adalah berpindah dari Makkah ke Madinah dengan tujuan menyebarkan dan mengajak umat manusia untuk memeluk agama Islam, karena pada masa itu kota Makkah tidak lagi mudah untuk ditaklukkan. Maka dari itu, Rasulullah Saw. melaksanakan hijrah menuju Madinah dan kemudian kembali lagi ke Makkah ketika sudah menemukan banyak pasukan untuk perang.
Dalam pengertian syar'iy, hijrah berarti, perpindahan Rasulullah Saw. bersama sahabat-sahabatnya dari Makkah menuju Madinah, kira-kira tahun ke-13 dari masa kenabiannya. Atau perpindahan dalam rangka meninggalkan kampung kemusyrikan menuju suatu kampung keimanan, dalam rangka melakukan pembinaan dan pendirian masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Pada hari itulah Nabi Muhammad Saw. melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah, sebagai langkah awal strategis bagi kebangkitan Islam dan umat Islam di dunia.
Tujuan utama dari hijrah tidak mungkin dicapai kalau peristiwa hijrah itu dipahami hanya sebatas hijrah yang maknawi. Akan tetapi dengan mengungkapkan aspek historisnya secara objektif, pasti akan membuahkan sejumlah hikmah kehidupan dalam membangun peradaban komunitas Muslim, paling tidak sebagai awal kebangkitan Islam dan umat Islam. Hikmah hijrah yang dimaksud antara lain, hijrah dari kekufuran yang didasari iman yang benar kepada Allah Swt. akan diberi kemerdekaan dan kelapangan rezeki. Dalam QS An-Nisâ'/4:100 ditegaskan,
وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَة .
"Siapa yang berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di bumi ini tempat yang luas dan rezeki yang banyak."
Dengan memperhatikan lintasan sejarah hijrahnya Baginda Nabi Muhammad Saw, dapat kita fahami berarti hijrahnya Rasulullah dan para sahabat dari kota Makkah ke kota Madinah atau dari darul kufur menuju darul Islam.
Maksud dari darul kufur adalah suatu negeri atau wilayah yang didalamnya berjalan hukum Islam, namun keamanannya tidak di tangan kaum muslimin. Sedangkan darul Islam adalah suatu negeri atau wilayah yang didalamnya diterapkan hukum Islam, dan keamanannya berada di tangan kaum muslimin.
Hal ini dijelaskan oleh Syaikh Abdul Wahab Khalab dalam kitabnya As-Siyasat As-Syar’iyyah. Penjelasan beliau juga hampir senada sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani di dalam kitab beliau Asy-Syakhsiyyah al-Islamiyah juz 2. Beliau menjelaskan bahwa dua syarat suatu wilayah itu dapat dikatakan sebagai darul Islam atau darul kufur, yaitu diterapkan hukum Islam dan keamanan ditangan kaum muslimin. Apabila salah satu diantara kedua hal tersebut tidak ada, maka wilayah itu merupakan darul kufur walaupun mayoritas penduduknya muslim. Begitu juga sebaliknya, apabila kedua syarat tersebut terpenuhi maka wilayah tersebut merupakan darul Islam walaupun mayoritas penduduknya adalah non-muslim.
Makna keamanan di tangan kaum muslimin sama juga dengan kekuasaan di tangan kaum muslimin. Artinya masyarakat di wilayah tersebut baik muslim maupun non-muslim di bawah jaminan penguasa atas keberlangsungan aktivitas mereka dengan diterapkannya hukum-hukum Islam.
Hijrahnya Rasulullah Saw. dan para sahabat ke kota Madinah, berpengaruh pada perubahan tidak hanya secara indvidu, tetapi juga bermasyarakat dan bernegara. Kondisi masyarakat sebelum hijrah merupakan kondisi yang terbelakang baik dari sisi aqidah, ekonomi, sosial dan politik. Dari sisi aqidah, banyak di antara masyarakat Makkah merupakan penyembah berhala dan memiliki aqidah yang rusak. Dalam perkara ekonomi, mereka sudah terbiasa melakukan transaksi-transaksi yang curang, menipu dan melakukan riba. Dalam urusan politik, tingkatan kesukuan merupakan kasta yang dianggap penting, apalagi jika dia dari kalangan suku yang kuat dan kaya, maka sudah pasti akan terpandang dan akan menjadi pemimpin. Dalam kehidupan sosial masyarakat, kehidupan mereka penuh dengan peminum, pejudi, dan pezina. Mereka terbiasa melakukan pesta pora, bahkan rela membunuh anak wanita jika tidak mau menanggung malu.
Apabila kita melihat kondisi masa kini, maka tidak jauh berbeda dengan kondisi masyarakat Makkah dulu sebelum hijrah. Hanya berbeda bentuk dan sarana-prasarana yang digunakan. Karena sejatinya masyarakat terbentuk dari pemahaman, perasaan dan peraturan yang mengikat di antara mereka. Kondisi ini harus mengalami perubahan dengan menerapkan hukum Islam didalamnya. Hijrah seperti inilah yang kita harapkan untuk menuju peradaban yang agung dan mulia. Namun perlu diingat semua itu semata-mata untuk menjalankan perintah Allah Swt. dan mengharapkan ridho-Nya.
Wallahu’alam bishawab.
Tags
Opini