Oleh : Suci Hardiana Idrus
Tepat pada hari ini, Indonesia merayakan hari kemerdekaannya yang ke 76 tahun . Di mana kita sudah merdeka dari para penjajah. Indonesia berhasil merdeka dari penjajahan fisik adalah berkat Allah dan para pejuang setianya di masa lampau. Dan masih banyak tugas untuk mengemban negara ini agar menjadi negara yang berdaulat sebenar-benarnya. Karena tak bisa dipungkiri oleh siapapun, betapa kedaulatan kebijakan negara ini masih banyak dipengaruhi oleh kebijakan dan kepentingan asing, para kapitalis (pemilik modal). Bahkan, digadang-gadang kalau negara ini telah berubah menjadi negara oligarki. Demokrasi itu sendiri telah berubah. Demokrasi kini dikendalikan tangan-tangan para penguasa maupun para pengusaha untuk memudahkan kepentingan bersama.
Jangan sampai hanya negaranya yang merdeka, sedang rakyatnya masih merasakan kesengsaraan karena cengkeraman tangan-tangan kapitalis penjajah
Rakyat wajib merdeka seutuhnya. Bukan separuhnya, apalagi secukupnya. Merdeka dalam hal keadilan, merdeka dalam hal kesehatan, pendidikan, ekonomi, hukum ataupun yang lainnya. Karena kemerdekaan ialah hak segala bangsa, bukan bagi penguasa dan orang yang punya kuasa. Namun apa arti merdeka, jika negara masih diintervensi oleh negara lain? Apa arti merdeka, jika sebagian besar sumber daya alam terus dikelola pihak swasta. Di negeri yang kaya, kesejahteraan masih menjadi cita-cita. Di negeri yang kaya, kemiskinan mengungguli kesejahteraan. Ada apa dengan negeri kaya raya itu?
Merdeka adalah perjuangan yang belum usia, belum mencapai pada titik final. Merdeka harus tetap diperjuangkan sekalipun fisik dalam keadaan aman. Hari ini adalah tugas kita bersama untuk memerangi penjajah yang telah menjajah anak bangsa secara pemikiran. Bukan lagi otot, tapi kejernihan akal berpikir yang kita butuhkan. Karena yang tengah berlangsung saat ini adalah perang pemikiran.
Dalam Islam, merdeka itu tidak dilihat dari satu sisi saja. Melainkan dari setiap sisi yang ada. Baik fisik lahiriahnya maupun secara batiniahnya. Merdeka itu, tatkala seseorang tunduk dan patuh sepenuhnya terhadap perintah dan larangan Allah. Negara pun dikatakan merdeka tatkala ia berhukum pada hukum Allah. Sistem yang dijalankannya merupakan sistem yang bersumber dari wahyu Allah. Jadi, setiap muslim hendaknya memaknai kemerdekaan itu sebagai pembebasan dari segala bentuk kesyirikan yang dapat menyimpangkannya dari jalan fitrahnya.
Begitu pula, kemerdekaan oleh seorang muslim adalah terbebasnya seorang hamba dari segala sistem kehidupan yang tidak bersumber dari aturan Islam dan sunnah nabi-Nya sebagai wahyu Ilahi. Oleh karenanya, ketika seorang hamba senantiasa komitmen akan hal ini, maka sejatinya ia adalah manusia merdeka di sepanjang hidupnya.
Lantas, bagaimana bisa dikatakan merdeka dengan mengusir penjajah, namun masih menerapkan sisa peninggalan penjajah itu sendiri? Bukankah sistem saat ini adalah sistem yang sama yang diterapkan oleh para penjajah? Mereka menghalangi kita untuk merdeka secara fisik, agar leluasa menjarah kekayaan alam negeri sekehendak mereka sendiri. Tak sampai disitu saja, kecerdikan mereka sangat tampak saat mereka hengkang dari tanah air. Mereka tidak pergi begitu saja karena kalah. Mereka pergi meninggalkan pemikiran dan ide-ide dan diemban oleh negara dalam sistem demokrasi. Ini justru semakin memudahkan penjajahan atas para kapitalis negara. Inilah yang disebut neo-imperialisme (penjajahan gaya baru).
Oleh karena itu, bangsa ini belumlah merdeka secara hakiki. Sampai negara ini berdaulat dan terlepas dari cengkeraman negara-negara imperialis. Mengubah sistem buatan manusia yang rusak ke sistem yang jelas bersumber dari Ilahi yang memerdekakan dan memuliakan.
Semoga Indonesia dan rakyatnya bisa lebih merasakan dan menikmati buah kemerdekaan yang sesungguhnya. Merdeka bukan hanya untuk yang berkuasa, tapi untuk semuanya. Sekali lagi, merdeka tak hanya sekadar negara yang berdaulat secara fisik, tapi seluruh komponen yang terkait di dalamnya. Yakni, kemerdekaan individu, masyarakat dan kemerdekaan negara itu sendiri.
Wallahu a'lam.