Oleh Aning Ummu Salma
(Muslimah Peduli Umat)
Lonjakan penularan Covid-19 di Indonesia bukan karena kesalahan masyarakat semata. Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten dalam mengatasi pandemi juga menjadi faktor penyebab. "Pemerintah juga tidak konsisten dalam mengatasi pandemi karena khawatir ekonomi akan melambat. Padahal sudah otomatis ekonomi melambat," kata ahli wabah (epidemiolog) dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono kepada tim blak-blakan.
Indikasi bahwa pemerintah lebih fokus menangani ekonomi dapat dilihat dari penunjukan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai Ketua Tim Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Ketua Pelaksana Menteri BUMN Erick Thohir sehingga setiap kebijakannya reserve terhadap ekonomi.
"Jadi tidak benar bahwa kita serius menangani pandemi sebab kita lebih serius memulihkan ekonomi. Padahal ekonomi tidak akan pulih kalau pandeminya tidak teratasi," tegas Pandu.
Desakan lockdown muncul dari mana-mana di saat penambahan kasus baru Corona kian menanjak. Sejumlah pihak dari mulai politisi hingga pakar kesehatan menyarankan agar dilakukannya lockdowndemi mengurangi laju penyebaran COVID-19.
Ada pula politisi yang menyarankan agar dilakukan semi lockdown pada akhir pekan. Ada juga anggota dewan yang menyarankan lockdown selama 14 hari ke depan di zona merah, sejumlah pakar kesehatan pun mendorong lockdown agar ekonomi dapat diselamatkan dari yang terburuk.
Adapun penambahan kasus baru corona pada 22 Juni di tanah air mencapai 13.668, sehingga total kasus corona di Indonesia mencapai 2.028.113 kasus. Pasien sembuh dari Corona mencapai 1.810.136 orang. Sedangkan total pasien COVID-19 yang meninggal dunia berjumlah 55.291 orang.Sementara itu melonjaknya kasus COVID-19 menimbulkan meningkatnya kebutuhan tempat tidur pasien Corona di rumah sakit maupun di tempat isolasi. Sejumlah daerah melaporkan ketersediaan IGD maupun ruang rawat inap di rumah sakit hampir penuh, banyak warga dilaporkan sulit mencari rumah sakit, sehingga harus dirujuk ke rumah sakit daerah lain.
Kita minta RS menambah tempat tidur isolasi untuk COVID.
Sejumlah pihak mengusulkan lockdown karena khawatir dengan lonjakan kasus Corona yang terus terjadi di beberapa tempat di tengah merebaknya virus corona varian Delta maupun varian lainnya. Selain itu, balita hingga anak-anak juga banyak dilaporkan terkena COVID-19.
Andai pemerintah dan masyarakat mau belajar dari pengalaman sebelumnya bahw setiap ada libur panjang akan terjadi lonjakan, larangan mudik lebaran kemarin seharusnya lebih tegas. Apalagi diketahui di banyak negara sudah bermunculan virus corona varian baru yang lebih dahsyat. Anehnya, ketika terjadi lonjakan kasus pasca lebaran di Kuds dan Bangkalan pun responsnya masih biasa, tidak buru-buru dilakukan penyekatan di daerah-daerah sekitar.
Sekarang kita sudah terlambat melakukan pembatasan karena seharusnya itu dilakukan sebelum mudik lebaran. Di Jakarta itu semua varian virus corona sudah ada baik alfa, delta, dan lainnya. Tak heran bila sekarang kewalahan. Itulah stupidity kita," tegas Pandu Riono.Sangat disayangkan, kondisi sudah mengkhawatirkan, tapi terindikasi masih menjadikan kapitalisme sebagai paradigma dalam membuat kebijakan. Buktinya, dalam menangani wabah pun, selalu menggunakan metode yang lebih mementingkan aspek ekonomi. Menjaga dan memelihara nyawa manusia seperti dinomorduakan dan seolah hanya hitungan angka. Kebijakan Adaptasi Kebiasaan Baru atau New Normal, merupakan salah satu contoh bahwa ada pihak lebih mementingkan aspek ekonomi dibanding kesehatan atau bahkan nyawa rakyat.
Seharusnya umat mulai menyadari bahwa lambannya penanganan virus corona bukan semata-mata problem teknis, namun problem sistemik. Maka, penyelesaiannya pun harus sistemik pula. Kapitalisme sekuler yang tidak mengutamakan nyawa manusia, harus diganti dengan sistem lain. Tiada lain adalah sistem Islam. Sistem yang berasal dari Pencipta Manusia, Alam Semesta dan Kehidupan.
Nabi saw. bersabda,
“Sungguh lenyapnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang Muslim.” (HR an-Nasai, at-Tirmidzi dan al-Baihaqi).
Secara teknis, solusi Islam dalam mengatasi masalah wabah adalah sebagai berikut.
Pertama, Isolasi/karantina.
Rasul saw. bersabda,
“Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Jika terjadi wabah di tempat kalian berada, janganlah kalian keluar dari wilayah itu.” (HR al-Bukhari).
Tindakan isolasi/karantina atas wilayah yang terkena wabah tentu dimaksudkan agar wabah tidak meluas ke daerah lain.
Pada realitasnya, karena Isolasi atau karantina tidak dilakukan dengan cepat, maka hari ini virus sudah menyebar ke seluruh provinsi. Pemerintah tetap bisa melakukan isolasi dengan melihat pergerakan virus di setiap daerah. Inilah fungsi dari penetapan zona. Agar bisa ditentukan penanganan yang tepat. Mana yang harus isolasi, dan mana yang tidak harus isolasi.
Selain itu, penguasa juga wajib untuk mensuplai berbagai kebutuhan untuk daerah yang diisolasi.
Tindakan cepat isolasi/karantina cukup dilakukan di daerah terjangkit saja. Daerah lain yang tidak terjangkit bisa tetap berjalan normal dan tetap produktif. Daerah-daerah produktif itu bisa menopang daerah yang terjangkit baik dalam pemenuhan kebutuhan maupun penanggulangan wabah. Dengan begitu perekonomian secara keseluruhan tidak terdampak.
Kedua, Jaga Jarak.
Di daerah terjangkit wabah diterapkan aturan berdasarkan sabda Rasul saw.:
“Janganlah kalian mencampurkan orang yang sakit dengan yang sehat.” (HR al-Bukhari).
Jaga jarak dilakukan dengan physical distancing seperti yang diterapkan oleh Amru bin ‘Ash dalam menghadapi wabah Tha’un ‘Umwas di Palestina kala itu dan berhasil.
Hanya saja, untuk mengetahui siapa yang sakit dan yang sehat harus dilakukan 3T (test, treatment, tracing) massal tanpa henti. Ini juga upaya yang dilakukan pemerintah hari ini dalam menangani covid selain gencar mengkampanyekan 3M.
Berbeda dengan 3M, penguasa memiliki peran utama dalam melakukan 3M.Jadi tidak bisa menyerahkan pada kesadaran individu semata. Misalnya saja, ada orang yang tidak mau melakukan tes. Ini kenapa? Bisa jadi karena biaya tes yang tidak murah. Atau bisa juga karena takut ketika dites positif, kemudian harus isolasi, sehingga dia tidak bisa mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Inilah yang menjadi salah satu penyebab sebaran virus sulit untuk ditekan. Sebab, kecepatan dalam melakukan 3M itu menjadi kunci.
Dalam Islam, tes akan dilakukan dengan akurat secara cepat, masif, dan luas. Tidak ada biaya sedikit pun. Lalu dilakukan tracing kontak orang yang positif dan dilakukan penanganan lebih lanjut. Yang positif dirawat secara gratis ditanggung negara. Termasuk kebutuhan diri dan keluarganya selama masa perawatan pun menjadi tanggung jawab negara. Dimana negara mendapatkan pemasukan dari semua pendapatan SDA yang melimpah dan bisa juga dari aset-aset negara lainnya, tanpa bergantung pajak dan utang luar negeri.
Dengan langkah itu bisa dipisahkan antara orang yang sakit dan yang sehat. Mereka yang sehat tetap bisa menjalankan aktivitas kesehariannya. Tanpa dibayang-bayangi virus corona. Aktivitas ekonomi pun tetap produktif sekalipun menurun.
Maka, mari kembali kepada hukum syariah, agar dampak pandemi Covid-19 tidak semakin parah. Dunia pun bisa kembali normal sebagaimana sebelum adanya virus. Tentu kita merindukan hari itu.
Wallahualam Bishowab
Tags
Opini