Oleh: Ummu Mirza
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan utang merupakan salah satu instrumen untuk menyelamatkan masyarakat dan perekonomian di masa pandemi covid-19. Pasalnya, APBN mengalami pelebaran defisit sehingga membutuhkan pembiayaan yang salah satunya bersumber dari utang.
"Kenapa kita harus menambah utang, seolah-olah menambah utang menjadi tujuan. Padahal, dia (utang) adalah merupakan instrumen whatever it takes, untuk menyelamatkan warga negara dan perekonomian kita," ujarnya dalam acara Bedah Buku Mengarungi Badai Pandemi, Sabtu (24/7) dikutip dalam CNN Indonesia.
Gali lobang tutup lobang menjadi potret negara kita hari ini yang tak kunjung usai. Miris seolah ini menjadi solusi terbaik dengan mengatasnamakan rakyat menjadi pembenaran untuk berhutang.
Kini publik mempertanyakan utang yang terus bertambah dan mengancam kemandirian. Karena alasan Menkeu utang untuk selamatkan warga tidak sejalan dengan kebijakan keuangan yg obral insentif utk BUMN hingga investasi. Dalang dari kesalahan kebijakan penambahan utang maupun prioritas alokasi anggaran Negara karena basis ekonomi kapitalisme.
Sangat disayangkan karna indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam yang melimpah tapi tidak bisa dikelola secara mandiri karna sistem kapitalis yang merugikan negara ini.
Menurut Ibnu Khaldun, dalam Welfare State Islami, pemerintah hendaknya menggunakan kekuasaannya untuk membuat fungsi pasar berjalan lancar, dengan membuat berbagai infrastruktur yang berfungsi memperlancar kegiatan ekonomi. Negara juga harus berorientasi pada kesejahteraan rakyat, memiliki kebijakan anggaran, menghargai hak milik masyarakat dan menghindari pungutan pajak yang memberatkan. Negara harus mengutamakan keadilan, pembangunan dan kemakmuran serta menginginkan negara yang menjamin penerapan syariah dan negara yang berfungsi sebagai instrumen pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Sudah saatnya kita kembali ke sistem ekonomi yang berasal dari Allah, dan menerapkan islam kaffah sehingga dapat memperbaiki segala aspek bukan hanya ekonomi saja.
Wallahu a'lam bishawab.
Tags
Opini