Oleh : Eri*
Ledakan kasus covid-19 nyatanya terjadi juga di Indonesia. Rumah sakit penuh dengan jumlah pasien yang melebihi batas, menggambarkan situasi angka infeksi semakin mengganas. Ini bukti tingginya lonjakan kasus covid-19 dalam per hari.
Pemerintah melaporkan penambahan 54.000 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir. Penambahan kasus baru itu tersebar di 34 provinsi. Dengan demikian, hingga Jumat (16/7/2021), total pasien Covid-19 di Tanah Air berjumlah 2.780.803 orang (kompas.com 16/17/21). Sungguh ironi, bila beberapa bulan yang lalu kita melihat India mengalami tsunami covid-19. Sekarang, badai tersebut terjadi juga di Indonesia.
Di tengah persoalan pelik covid-19, banyak pihak yang mengkritik sikap pemerintah. Lihatlah kebijakan PPKM Darurat, sektor ekonomi seperti pasar dan mall tetap buka. Kebijakan yang dikeluarkan hanya menyelamatkan sektor ekonomi daripada kesehatan. Sampai sekarang pemerintah pun enggan memberlakukan lockdown atau karatina wilayah. Justru, pemerintah lebih fokus dengan pembangunan infrastruktur yang mulai terhambat akibat pandemi. Untuk mengatasi masalahnya, bahkan pemerintah tak segan berutang lagi.
Kementerian BUMN mengatakan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) bakal mengalami cost deficiency (kekurangan biaya) operasi pada awal pengoperasiannya. "Untuk kelangsungan usaha dalam konteks operasional cash flow negatif yang akan terjadi di awal-awal operasi ini, kita sedang skemakan dengan pembiayaan dari bank. Dalam hal ini China Development Bank," ujarnya dalam rapat di Komisi VI DPR, Kamis (8/7) (cnnindonesia.com). Diperkirakan biaya proyek tersebut membengkak sampai 27 triliun dari estimasi semula.
Sungguh ironi, lagi-lagi pemerintah menambah utang demi infrastruktur. Padahal, ada ancaman serius yang bisa menghilangkan banyak nyawa. Rakyat bagai anak tiri, tidak dianggap dan diurusi. Bagaimana tidak, rakyat berjuang menyelamatkan nyawa, pemerintah berjuang mengamankan kantong pengusaha.
Namun, tepatkah menambah utang untuk membangun infrastruktur saat badai covid-19 sedang menerpa Indonesia? Sungguh, rencana pemerintah tidak bijak bila utang yang selalu dijadikan solusi. Selain itu, masalah infrastruktur bukan masalah genting yang harus segera diselesaikan. Ada pandemi yang masih berlangsung dan butuh penanganan tepat untuk diselesaikan.
Karut marut kebijakan akibat pemerintah salah dalam menetapkan prioritas yang dicanangkan. Ekonomi menjadi pertimbangan utama dalam menyelesaikan masalah bukan mementingkan kesehatan rakyat yang kian memprihatinkan. Wajar, bila rakyat mulai geram dan tak percaya lagi dengan kebijakan pemerintah.
Masih banyak cara untuk memulihkan ekonomi, salah satunya dengan menuntaskannya pandemi. Seretnya roda perekonomian berputar karena masyarakat dihadapkan dengan badai virus yang menggangu aktivitas perekonomian mereka. Maka, seharunya pemerintah lebih fokus memberikan fasilitas dan amunisi kesehatan bagi rakyat, bukan malah mengurusi infrastruktur yang tidak bermanfaat.
Sistem kapitalis yang menjadi standar aturan hidup di negeri ini, lebih mengutamakan untung-rugi. Maka, tidak heran sejak awal pandemi, pemerintah selalu menghindari lockdwon. Selain menyelamatkan ekonomi, tidak ada dana untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat saat karatina. Malang nasib rakyat, sudah jatuh tertimpa tangga. Mereka berjuang sendiri menyelamatkan nyawa tanpa dana dan amunisi.
Implementasi buruk terjadi akibat mengemban sistem kapitalis yang rusak. Utang menjadi pilihan favorit menyelesaikan masalah. Padahal, ini merupakan jebakan asing yang mendorong negara jatuh ke dalam jurang kehancuran. Kedaulatan negara yang terancam, eksploitasi SDA, kebijakan makin mencengkram dan sederet permasalahan lain yang akan dihadapi negeri ini.
Utang adalah penjajahan gaya baru ala imprealis barat. Bahaya bagi para pemimpin adalah hilangnya peran mereka sebagai raa'in (pengurus rakyat) dan junnah (pelindung). Dengan demikian, rakyat bukan menjadi prioritas utama, sebab pola pikir kapitalis adalah untung-rugi (materi).
Berbeda dengan kapitalis, Islam mempunyai pandangan dalam menentukan skala prioritas. Hukum Syara' menjadi landasan disetiap kebijakan yang akan diambil dan mengharap Ridha-Nya sebagai wujud ketaqwaan hamba kepada Tuhannya, baik secara individu, masyarakat maupun negara. Sesuai sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa salam,
"Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Maka, kepentingan rakyat menjadi prioritas utama dalam setiap pengambilan kebijakan. Untuk itu, para pejabat yang memiliki kewenangan mengurus urusan rakyat, akan dimintai pertanggungjawaban setiap kebijakan yang diterapkan.
Tidak dipungkiri, terdapat perbedaan besar antara kepemimpinan Islam dan kapitalis dalam mengurusi urusan rakyat. Standar hukum yang diterapkan, mewajibkan seorang pemimpin mengutamakan urusan rakyat. Sehingga, kesejahteraan rakyat terjamin dan setiap kebutuhan hidup akan terpenuhi. Tidak ada lagi, rakyat yang menderita baik dalam keadaan pandemi atau pun tidak. Semua akan terwujud bila sistem pemerintahan menerapkan Islam secara kaffah sebagai aturan hidup dalam bingkai Khilafah.
Waallahu a'lam bis shawwab.
*(Pemerhati Masyarakat)
Tags
Opini