Oleh Ruli Ibadanah Nurfadilah, SP (Pemerhati Pendidikan dan Anggota Menulis Kreatif)
Tertangkapnya pasangan
artis kasus narkoba kini tengah menjadi sorotan. Mereka telah ditetapkan
sebagai tersangka atas penggunaan narkoba jenis sabu-sabu. Padahal, figur
publik cenderung dicontoh masyarakat sekitar. Apalagi mereka adalah seorang
ayah dan ibu yang seharusnya menjadi teladan bagi anak-anak mereka.
Seharusnya, hukuman
berat dijatuhkan pada mereka untuk menghadirkan rasa jera dan mencegah kasus
tersebut terulang kembali. Namun, alih-alih dihukum berat, pengajuan
rehabilitasi untuk mereka malah langsung dikabulkan. (Kompas.com.10/07/2021)
Kasus
ini bukan kasus pertama, berjejer sebelumnya kasus-kasus serupa. Akhirnya,
masyarakat ragu akan ketegasan aparat dalam
penegakan hukum terhadap pengguna narkoba dari kalangan kaya. Pasalnya,
jika kasus yang sama dilakukan oleh orang umum, mereka pasti masuk bui.
Hukum tumpul ke atas tajam
ke bawah, kondisi ini membuka celah oknum aparat pemburu rente untuk meraup
keuntungan dalam penegakan hukum. Sehingga wajar lemahnya hukum menjadi salah
satu faktor yang menjadikan kasus narkoba terus bertahan dan malah semakin
tinggi.
Inilah produk sistem sekuler yang serba cacat. Aturannya bukan
hanya inkonsisten, tetapi juga tidak menyelesaikan masalah secara komprehensif,
sehingga menimbulkan masalah baru dalam setiap penyelesaian masalah.
Islam Solusi Tuntas
Berbeda denagn sistem
sanksi yang tegas dalam Islam berfungsi sebagai zawajir (mencegah
orang lain berbuat pelanggaran serupa) dan jawabir (penebus
dosa manusia di kehidupan akhirat kelak). Terdapat empat solusi yang dihadirkan
Islam untuk memberantas narkoba hingga tuntas.
Pertama, ketakwaan
individu masyarakat. Seseorang yang bertakwa akan senantiasa memelihara dirinya
dari perbuatan yang haram. Mengkonsumsi, mengedarkan, dan memproduksi narkoba
adalah haram.
Ketakwaan akan menjadi kontrol internal bagi individu
untuk tidak terlibat dalam narkoba. Jika seseorang stres karena tekanan hidup,
bukan menyelesaikannya dengan narkoba, melainkan akan terdorong untuk makin taqqarub
ilaallah.
Kedua, negara dalam
Islam akan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok per individu, baik sandang,
pangan, dan papan. Kebutuhan pokok masyarakat lainnya, seperti pendidikan,
layanan kesehatan, dan keamanan, juga akan dijamin negara. Termasuk
memfasilitasi warganya untuk bisa memenuhi kebutuhan sekundernya.
Sehingga, peredaran
narkoba yang masif dengan alasan tuntutan ekonomi, akan hilang dengan
sendirinya. Individu masyarakat tidak akan mudah stres karena seluruh
kebutuhannya telah terpenuhi.
Ketiga, menghadirkan
langkah kuratif. Sistem sanksi (uqubat) Islam akan menjadi pintu
terakhir yang efektif untuk menjerakan pelaku. Kasus kejahatan narkoba termasuk
dalam sanksi ta’zir, yakni hukuman yang disyariatkan atas pelaku
maksiat yang tidak ada hudud dan kafaratnya. Penentuan ta’zir diserahkan
pada Khalifah dan kadi yang akan menetapkan ketentuannya berdasarkan ijtihad.
Pengguna narkoba dapat
dipenjara 15 tahun atau dikenakan denda. Jika pengguna saja dihukum berat,
apalagi pengedar dan produsennya, mereka bisa dihukum mati sesuai keputusan
hakim. Hukum sanksi salam Islam tidaklah pandang bulu, merata kepada siapa pun,
baik artis ataupun masyarakat umum.
Keempat, merekrut
aparat penegak hukum yang bertakwa. Tidak akan ditemukan aparat yang
memanfaatkan barang sitaan untuk dijual kembali, misalnya. Atau penegak hukum
yang justru terlibat dalam mafia narkoba.
Aparat yang bertakwa
ditambah dengan sistem hukum yang sesuai dengan syariat Islam inilah yang
menjadikan keadilan bukan lagi barang langka. Keadilan adalah sesuatu yang
memang akan selalu didapatkan masyarakat.
Langkah-langkah di
atas tentu tidak akan bisa optimal dilaksanakan pada sistem sekuler kapitalisme
yang membuang peran Sang Pencipta dalam aturannya.
Maka, sudah saatnya
kita campakkan sistem kapitalisme sekuler yang tabiatnya rusak dan merusak. Sudah saatnya kita beralih kepada pengaturan
Islam yang sempurna dengan menerapkan Islam secara kafah dalam bingkai
Khilafah Islamiah, semua ini akan bisa terlaksana dengan paripurna. Wallahu
a’lam bish-shawwab.