Oleh : Ina Siti Julaeha S. Pd. I
Aktivis muslimah
Pemerintah mengeluarkan kebijakan baru terkait Idul Adha dan kurban di tengah PPKM darurat. Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan takbiran keliling dilarang selama PPKM darurat. Bahkan Pemerintah melarang pelaksanaan shalat ied di zona merah di saat PPKM. Termasuk pelaksanaan penyembelihan hewan Qurban yang harus memenuhi beberapa syarat dan ketentuan. Dengan himbauan agar penularan Covid-19 segera berakhir. (detikNews.com 02/07/2021).
Sebenarnya masyarakat Indonesia bisa memahami bagaimana gawatnya tsunami pandemi Covid-19. Saat ini pun masyarakat mulai mengikuti semua arahan pemerintah. Mulai PSBB hingga PPKM. Hanya saja, terjadi banyak kebingungan di tengah masyarakat Indonesia. Bukan saja soal kedatangan TKA pekerja asal China di tengah bencana tsunami Covid-19, di tengah PPKM darurat ini yang membuat rakyat kebingungan dan perih. Jika sholat dan semua aktivitas beribadah dibatasi dan diawasi. Bahkan nyaris ditiadakan dan mesjid ditutup. Namun tidak dengan proyek pemerintah yang masih tetap berlangsung dan berjalan normal.
Menko Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan membentuk tim khusus untuk menyelesaikan persoalan di 3 proyek pembangunan tol yang sedang berlangsung. Proyek-proyek tersebut berada di lokasi berbeda, yakni pembangunan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu), Tol Semarang-Demak, dan Exit Tol Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang. Tim khusus bentukan Luhut berasal dari bawahannya di Kemenko Marves, yang spesifik dtugaskan untuk melihat isu-isu yang menjadi hambatan terkait pembangunan 3 proyek tol tersebut. (Kompas. Com 17/06/2021)
Jika kondisi Pandemi ini sedang gawat, seharusnya pemerintah tegas mencari solusi tepat agar pandemic ini segera berakhir. Bukan solusi setengah hati, dengan tetap mendahulukan proyek investasi. Kapitalis sekuler dengan wajah aslinya seakan terus berupaya mencari jalan untuk meraih keuntungan materi. Mengabaikan nyawa rakyat yang kelaparan akibat krisis ekonomi. Dan membiarkan rakyat berjuang sendiri dengan bertaruh nyawa menghadapi krisis kesehatan.
Infrastruktur yang dibangun sebenarnya belum sepenuhnya diperlukan oleh rakyat menengah ke bawah. Justru kebijakan pembangunan yang terus berjalan kurang diperlukan rakyat kecil. Jeritan rakyat yang justru membutuhkan makanan untuk di makan hari ini saja cukup sulit didapatkan. Akibat Pandemi Covid-19 banyak pengangguran, PHK dan usaha yang gulung tikar. Krisis pangan, pekerjaan dan kesehatan yang sedang dialami masyarakat Indonesia saat ini yang harus segera diselesaikan. Bukan pembangunan di sana sini yang menghabiskan dana besar dan belum tentu dibutuhkan rakyat. Namun yang jelas proyek tersebut hanya menguntungkan rakyat kelas atas.
Kebijakan ala kapitalis seakan tidak memperhatikan nyawa manusia. Tujuan utama dari semua kebijakan yang dikeluarkan hanya demi para pengusaha. Darurat covid-19 ini membuat rumah sakit nyaris sulit didapatkan rakyat yang mengalami gejala berat akibat terpapar Covid-19. Di saat bersamaan suplay oksigen berkurang dan RS mengalami kesulitan untuk menyediakan tabung oksigen. Padat dan mengerikan situasi di RS membuat nakes pun kesulitan dalam menangani pasien yang semakin padat. Pejuang Covid-19 baik dari nakes yang menjadi garuda terdepan dan pasien berjuang sepenuh jiwa demi untuk sehat kembali.
Pada dasarnya menyelamatkan nyawa rakyat adalah yang utama. Kebijakan untuk tidak berkerumun di rumah ibadah seperti mesjid pun bisa difahami oleh rakyat. Namun rakyat cukup kebingungan dengan perbedaan sikap yang diabil pemerintah dalam mengatasi wabah. Jika shalat berjamaah, pelaksanaan haji dan pelaksanaan shalat ied yang menjadi bagian dari dakwah Islam dihentikan, namun semua proyek pembangunan infrastruktur tetap berjalan. Padahal semuanya sama-sama membuat keramaian. Jangan salahkan rakyat jika saat ini masyarakat Indonesia justru merasa pemerintah seakan ingin mematikan Syiar Islam. Semua yang berurusan dengan ibadah kaum muslimin saja yang begitu ketat diawasi.
Begitulah wajah buruk penerapan sistem kapitali sekuler yang menganggap bahwa agama hanya menjadi urusan pribadi. Itulah sebabnya mengapa syiar dakwah Islam begitu dibatasi dan tidak mendapatkan kesempatan besar untuk menyebarkannya. Atas nama pencegahan Covid-19, pemerintah menutup sejumlah masjid dan membatasi kegiatan ibadah kaum muslimin. Padahal kaum muslimin diwajibkan untuk menegakkan dan menampakan syiar Islam di tengah masyarakat. Sebagaimana firman Allah SWT:
Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati. (QS. Al-Hajj : 32).
Semenjak wabah melanda banyak syiar Allah yang tidak terleksana. Hal ini jelas menandakan bahwa rezim sekuler telah gagal mengatasi pandemi. Memang benar untuk mengurasi transmini penyebaran penyakit harus meminimalisir kegiatan publik. Namuan sayangnya hal ini dibarengi dengan pelonggaran di sektor lain. Melarang masjid dibuka, tetapi proyek pembangunan tetap berjalan. Membatasi aktivitas ibadah di masjid, namun pasar, mal, dan tempat pariwisata tetap buka. Padahal di tempat tersebut lebih rentan menularkan virus, sebab aktivitasnya berjalan lama. Sedangkan aktivitas ibadah di masjid hanya pada waktu tertentu saja. Di saaat bersamaan pemerintah membatasi kegiatan public dengan sekolah daring, WFH dan mengharuskan masyarakat untuk tetap di rumah. Namun tetap membuka bandara internasional dan membiarkan TKA masuk ke Indonesia. Padahal hal itu lebih berbahaya lagi. Akhirnya virus varian baru yang mewabah di negara mereka akhirnya menular ke Indonesia. Inilah yang menyebabkan hilangnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah. Bahkan mereka terbiasa hidup secara mandiri, tanpa pengurusan pemerintah. Inilah ironi kepemimpinan kapitalis yang hanya menguntungkan korporat.
Maka sudah saatnya masyarakat kembali kepada Islam. Dalam Islam pemerintah berfungsi sebagai pengurus kebutuhan umat dan hifdzunnas atau menyematkan nyawa manusia sebagai hal utama dalam membuat kebijakan dalam mengatasi wabah misalnya, Islam memberikan tuntunan terbaiknya, baik level individu, masyakarat dan Negara. System pendidikan dan informasi yang memuaskan, juga ditopang system administrasi yang memudahkan serta sistem hokum lain yang meguatkan sehingga problem wabah segera tercover dengan baik dan cepat. Bahkan ketika Negara mengambil kebijakan darurat, masyarakat tidak seprti sekarat. Apalagi tercegah dari ibadah. Karena sejak awal masyarakat sudah siap dan ditopang kebutuhan ekonominya oleh negara. Kebijakan inilah yang diambil para khalifah dalam mengatasi pandemik. Sehingga wabah yang pernah terjadi dalam sejarah Islam segera terselesaikan.
Tags
Opini