Oleh: Andini
Kasus Covid-19 belum usai bahkan semakin hari korban positif Covid-19 semakin meningkat. Tercatat 2.911.733 orang terkonfirmasi positif Covid-19 (pikobar.jabarprov.go.id, 18/07/2021). Saat angka-angka ini terus naik, korban terus bertambah, apa yang kita rasakan? Selain sedih tentu kita juga khawatir. Khawatir kita atau orang-orang terdekat kita ikut terpapar virus karena begitu banyaknya kasus di sekitar kita. Bahkan kabar duka dari saudara dan teman terus berdatangan setiap harinya.
Gelombang pandemi yang memasuki babak baru ini rupanya tak membuat penguasa belajar dari pengalaman. Rumah sakit yang penuh sesak oleh pasien corona tak lantas membuat penguasa tergerak untuk serius bertindak. Alih-alih menuntaskan pandemi dengan fokus dan aksi nyata, ternyata proyek kereta jauh lebih menyita perhatian mereka.
Seperti yang dikatakan Kementerian BUMN, Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) akan mengalami cost deficiency (kekurangan biaya) operasi pada awal pengoperasiannya. Untuk itu, pemerintah berusaha agar mendapat bantuan pinjaman di awal operasi KCJB nanti.
Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo menyebut pinjaman bisa diperoleh dari China Development Bank (CDB) dengan jaminan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.
"Untuk kelangsungan usaha dalam konteks operasional cash flow negatif yang akan terjadi di awal-awal operasi ini, kita sedang skemakan dengan pembiayaan dari bank. Dalam hal ini China Development Bank," ujarnya dalam rapat di Komisi VI DPR, Kamis (8/7). (Cnnindonesia.com, 08/07/2021)
Langkah pemerintah itupun mendapat tanggapan dari Mantan Menpora, Roy Suryo. Menurutnya, pemerintah telah gagal fokus dalam menangani pandemi, memilih sektor ekonomi ketimbang kesehatan sehingga kasus pandemi di Tanah Air meroket ke negara nomor 3 tertinggi di dunia (dalam kasus harian Covid-19).
“Ironisnya pemerintah justru menambah utang lagi ke Cina dan proyek-proyek Infrastuktur Tol yg selama ini jadi “jualan” harus Dijual beneran. Tetapi Calon IBN masih Jalan Terus? Sementara Nakes yg meninggal sudah 1000 lebih? AMBYAR,” tulis Roy Suryo di akun Twitter-nya, Jumat 9 Juli 2021. (Portonews.com, 10/07/2021)
Tepat sekali jika pemerintah dinilai gagal fokus dalam menangani pandemi yang sedang terjadi. Pasalnya. dari awal kemunculannya, dimana pandemi ini membuat beberapa negara memberlakukan lockdown, disini justru sebaliknya. Pariwisata dibuka, bahkan dipromosikan dengan dana khusus.
Langkah pemerintah memperbanyak utang di tengah kondisi negeri dan rakyat yang morat-marit sangat mengecewakan. Ketika seharusnya pemerintah menjadi pengurus rakyat, maka menambah utang dalam kondisi seperti sekarang jelas sangat tidak bermanfaat untuk rakyat.
Selain itu, ini menjadi bukti bahwa konsentrasi pemerintah bukan pada penanganan pandemi. Tapi masih selalu mengutamakan kepentingan pihak-pihak tertentu saja. Ketidakfokusan pemerintah ini juga bukan hal yang aneh. Mengingat kita memang tinggal dalam kungkungan sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme yang menjadikan materi sebagai sumber pencapaian kemajuan dan keberhasilan suatu negera. Karena tolak ukur dalam setiap aturannya hanya untuk meraih kepentingan materi semata dan demi memenuhi kepentingan para pemilik modal. Jadi jelas dalam sistem kapitalisme bukan kepentingan rakyat yang jadi prioritas utama.
Berbeda dengan Islam. Islam sebagai sistem bernegara, ketika menghadapi pandemi, tidak akan bingung menentukan mana yang harus diprioritaskan. Sistem yang memanusiakan manusia ini tidak akan menjadikan rakyat tumbal hanya demi keuntungan ekonomi.
Hal ini dikarenakan landasan utama dalam sistem Islam ialah rida Ilahi. Alhasil, semua aturan memakai skala prioritas dengan tuntunan hukum syara. Begitu pun dalam bernegara, sesuai dengan sabda Rasul saw.,
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Dalam sistem Islam pejabat dan penguasa dalam situasi pandemi saat ini wajib berkonsentrasi untuk menanganinya. Mulai dari tes massal, memberi vaksin gratis dan berkualitas, menjamin kebutuhan pokok rakyat, menjamin kebutuhan medis, memisahkan yang sakit dan yang sehat, melakukan karantina wilayah (lockdown), serta wajib menyediakan anggaran yang memadai untuk menangani pandemi.
Namun, semua itu mustahil bisa terealisasi di tengah aturan kapitalisme yang serba perhitungan dan mementingkan sebagian kalangan. Semua solusi tadi hanya bisa diwujudkan dalan bingkai aturan Islam.
Wallahu 'alam bishawab.
Tags
Opini