Tambah Utang Kala Pandemi, Saatnya Terapkan Sistem Peduli Umat




Oleh : Putri Efhira Farhatunnisa



Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) dikabarkan akan mengalami cost deficiency (kekurangan biaya) pada awal pengoperasiannya. Selain itu, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyebut bahwa proyek ini berpotensi mengalami pembengkakan konstruksi (cost overrun) sampai dengan US$1,4 miliar-US$1,9 miliar. Maka dari itu, untuk menutupi kekurangan biaya dan menambal pembengkakan konstruksi pemerintah tengah bernegosiasi dengan China agar bisa mendapatkan pinjaman. Pinjaman tersebut nantinya akan diperoleh dari China Development Bank (CDB) dengan PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI sebagai jaminan.

"Untuk kelangsungan usaha dalam konteks operasional cash flow negatif yang akan terjadi di awal-awal operasi ini, kita sedang skemakan dengan pembiayaan dari bank. Dalam hal ini China Development Bank," ujarnya dalam rapat di Komisi VI DPR, Kamis (8/7). Kartika menuturkan 75 persen dari cost overrun diasumsikan disetujui oleh pemegang saham (PSBI dan Bejing Yawan) serta CDB untuk dapat dicover melalui utang. "Pemenuhan biaya cost overrun akan dinegosiasikan dengan pihak China," tandasnya. (cnnindonesia.com)

Hal ini mengundang sejumlah kritikan, bagaimana tidak? Ditengah carut marut pandemi Covid-19, pemerintah malah akan menambah hutang negara untuk infrastruktur. Sedangkan yang dibutuhkan masyarakat saat ini bukan infrastruktur melainkan terjaminnya kesehatan dan kebutuhan hidup ditengah PPKM Darurat. Indonesia menjadi negara nomor satu di dunia dalam jumlah kasus penambahan harian, bahkan media asing menyebut Indonesia sebagai episentrum Covid-19 dunia. Bukan kah pemerintah seharusnya semakin fokus untuk menangani pandemi? Bukan malah mengais hutang yang jelas semakin membebani negara.

Jelas terlihat bahwa fokus pemerintah saat ini bukan pada penanganan pandemi namun hanya memikirkan perekonomian, sehingga semua kebijakan yang diambil selalu mempertimbangkan ekonomi korporasi. Tidak tegasnya peraturan rezim ini terhadap koruptor membuat tikus berdasi tersebut bertumbuh subur, mereka terus memperkaya diri sebelum jabatan mereka habis. Maka mendapat kursi jabatan tentu jadi rebutan, dan mahalnya biaya kontestasi membuat celah bagi korporasi untuk terlibat dalam pemerintahan. Maka tak heran jika berbagai proyek terus berjalan ketika pandemi karena korporat lah yang membiayai pejabat untuk bisa mendapatkan kursi di pemerintahan, sehingga kebijakan tentu bisa disetir oleh sang pemilik modal untuk memudahkan gerak bisnisnya.

Keberpihakan pemerintah pada korporasi tak akan terjadi pada sistem Islam, karena tak ada sistem kontestasi dalam Islam. Terjaganya ketakwaan setiap individu muslim membuat semuanya paham betul bahwa amanah mengurusi urusan rakyat adalah suatu hal yang berat dan tentu akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Diriwayatkan oleh Tabrani dari Abu Wail Syaqiq Bin Salamah bahwasanya ketika Umar ra menugaskan Busyur ibnu Asim ra untuk mengurus sedekah suku Hawazin, tetapi Busyur tidak mau menerimanya. Ketika ditanya, ''Mengapa kamu tidak mau menerimanya?'' Busyur menjawab, ''Seharusnya aku menaati perintahmu, tetapi aku pernah mendengar Nabi SAW bersabda, 'Barang siapa yang dibebani mengurus suatu urusan kaum Muslimin, maka di hari Kiamat kelak ia akan diberdirikan di tepi jembatan neraka Jahanam. jika ia melaksanakan tugasnya itu dengan baik, ia akan selamat. Namun, jika ia tidak melaksanakannya dengan baik, ia akan dilemparkan ke bawah jembatan Jahannam itu dan akan terpelanting ke dalamnya selama 70 tahun'.''

Lalu Umar keluar dengan wajah susah, ketika Abu Zar bertanya kepadanya, ''Mengapa Anda terlihat amat susah? Umar pun menceritakan bahwa kesusahannya karena ia telah mendengar sabda Rasulullah tersebut di atas yang disampaikan oleh Busyur Asim. Lalu Abu Zar pun membenarkan bahwa ia juga pernah mendengar hadis serupa. ( At-Targib jilid III, halaman 441). Selain pahamnya setiap individu terkait beratnya amanah seorang pemimpin, Islam pun mempunyai aturan atau sanksi tegas bagi siapapun yang melakukan pelanggaran aturan Allah.

Namun memang tak ada yang bisa diharapkan dari sistem rusak saat ini, rakyat tak akan pernah menjadi prioritas. Berbeda dengan Islam yang menjadikan urusan rakyat sebagai prioritas utama, karena setiap pemimpin Islam mengetahui bahwa ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepengurusannya terhadap rakyat.Terjaganya ketakwaan individu tadi membuat penguasa takut akan azab Allah ketika ia melalaikan amanahnya Rasulullah SAW :
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Wallahua'lam bishshawabi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak