Oleh : Rayani Umma Aqila
Memuakkan, kalimat itu yang pantas diucapkan pada penegakan hukum saat ini bagaimana tidak seorang sosialita yang seharusnya pantas mendapatkan hukuman namun ternyata hanya mendapatkan rehabilitasi setelah terbukti sekian lama menggunakan narkoba, artis Nia Ramadhani dan suaminya Ardi Bakrie lalu mengajukan permohonan rehabilitasi dalam kasus dugaan penyalahgunaan narkoba jenis sabu.
Seperti dilansir Merdeka.com (10/7/2021) Nia Ramadhani dan suaminya Ardhi Bakrie terbukti atas kasus penyalahgunaan narkotika dan berhak mendapatkan dalam undang-undang yaitu pengguna narkotika diwajibkan menjalani rehabilitasi. Hukum saat ini seperti pisau dapur tumpul keatas tajam kebawah, seperti beberapa hari terakhir publik kembali dikecewakan dengan berita vonis yang hanya empat tahun bagi artis Nia Ramadhani dan suaminya Ardhi Bakrie yang terbukti menggunakan narkoba dibandingkan dengan vonis seorang ulama yang hanif yang kasusnya dibuat seolah-olah melakukan pelanggaran dan juga vonis hukum pada jaksa pinangki yang terbukti melakukan korupsi dengan hukuman sepuluh tahun penjara namun dipotong menjadi empat tahun karena alasan kasihan karena masih mempunyai anak yang butuh perhatian dari Ibunya.
Kasus ini hanya beberapa kasus yang mencuat ke publik tentunya kasus serupa yang menimpa rakyat biasa masih banyak lagi yang lainnya, tentunya publik ragu akan ketegasan aparat dalam penegakan hukum terhadap pengguna narkoba dari kalangan kaya terlalu banyak kasus yg menunjukkan hukum tumpul ke atas, dalam sistem demokrasi memang sangat mudah untuk menjadikan pihak - pihak yang memiliki 'previllege' meski terbukti salah hukum bisa dirubah agar bisa terlihat dalam posisi tersangka, dan ini bisa terjadi sebab bermula dari asas membangun hukum demokrasi itu sendiri. Demokrasi lahir ide sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, aturan agama hanya sebatas aturan ibadah ritual yang tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan.
Aturan kehidupan diserahkan kepada akal manusia yang membuat hukum. Sehingga produk hukum yang berlaku bersifat subjektif bisa direvisi, dirubah, di hapus tergantung pada keinginan. Dengan demikian hukum hari ini bisa dilihat bagaimana ketidak adilan penegakan hukum, pengguna narkoba yang dilakukan rakyat biasa di berikan hukuman berlipat ganda. Hukum pada mereka sangat tajam namun pada pihak - pihak tertentu berbeda perlakuannya. Oleh karena itu selama masih diterapkan aturan sekularisme demokrasi keadilan tak pernah tercapai padahal keadilan adalah salah satu bentuk kemuliaan dalam seluruh peradaban. Sebagaimana yang pernah terjadi dan dibukukan dalam sistem sanksi Islam yang diterapkan secara praktis oleh negara yang bernama daulah khilafah dalam kitab nidzom Al - Islam, Syekh Taqiyuddin An - Nabhani menggambarkan keberhasilan Islam yang gemilang di bidang keadilan membentang sejak sampainya Rasulullah Saw di Madinah. Karena kunci utama keberhasilan hukum - hukum Allah yang diterapkan memberikan keadilan dan tidak diintervensi oleh siapapun dan ini bisa dilihat dari firman Allah dalam surat Al-maidah ayat: 50 ",Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?". Ayat ini menerangkan dan bermakna tidak akan seorang pun yang lebih adil dari Allah SWT. Juga tidak ada seorang pun yang lebih baik dari hukumnya, inilah bentuk konsistensi Islam dalam penegakan hukum menjadi kunci taqwa keadilan dalam kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Dalam Islam terbukti konsistennya penegakan hukum, dan inilah kunci tegaknya keadilan dan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah tentu saja jika kembali kepada aturan yang sempurna yaitu sistem Islam. Wallahu A'lam Bisshowab
Tags
Opini