Oleh : Dahlia
Kisah tukang bubur di Tasikmalaya yang didenda Rp5 juta karena melanggar PPKM Darurat terus menuai simpati publik. Bahkan, sanksi tukang bubur itu tak sebanding dengan denda yang diterima restoran cepat saji McDonald's saat meluncurkan BTS Meal pemicu kerumunan di hampir semua gerainya.
Diketahui, tukang bubur bernama Sawa Hidayat (33) itu didenda karena meperbolehkan empat pengunjung makan di tempat selama PPKM Darurat. Ia kemudian menjalani sidang virtual langsung di Taman Kota Tasikmalaya.
Saat sidang, Sawa divonis denda Rp 5 juta subsider lima hari kurungan. Ia awalnya sangat keberatan dan berusaha menawar. Apalagi, penghasilannya sebagai tukang bubur tidak banyak.
Namun hakim menolaknya. Menurut hakim, denda Rp 5 juta itu sudah paling sedikit dibandingkan dengan Rp 50 juta. Sawa pun akhirnya membayar denda tersebut ke Kejaksaan Negeri setempat dan kasus selesai.
Adapun pasal yang disangkakan ke Sawa adalah Pasal 34 ayat (1) juncto Pasal 21 I ayat (2) huruf F dan G Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Perda Provinsi Jabar Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Ketenteraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat.
Berikut bunyi sanksi yang diatur dalam pasal 34 itu:
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 11 huruf a, huruf f, dan huruf g; Pasal 12 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, serta Pasal 21 I ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Namun, nasib berbeda dialami oleh McDonald's memicu kerumunan karena promo BTS Meal beberapa waktu lalu. McD hanya didenda Rp 500 ribu saat menciptakan kerumunan yang berjibun.
Denda Rp 500 ribu ini dijatuhkan ke seluruh gerai McD di Kota Bandung setelah adanya kerumunan. Selain sanksi berupa denda, pihaknya melakukan penyegelan dengan jangka waktu paling lama 14 hari. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandung Rasdian Setiadi.
Namun, dari 11 total gerai McD, hanya tiga yang disegel sesuai dengan pertimbangan pelanggaran yang dilakukan. Pengelola McD bahkan boleh mengajukan iktikad baik untuk mengakui kesalahannya dan membuat pernyataan untuk siap menerapkan protokol kesehatan dengan ketat, sehingga lama waktu penyegelan bisa dikurangi.
Lantas mengapa denda tukang bubur yang buka selama PPKM itu bisa lebih berat dari McD yang memicu kerumunan hingga berjibun? Rupanya itu disebabkan karena pasal yang disangkakan berbeda.
McD diberi sanksi berdasarkan ketentuan Pasal 14 PerWali Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar Secara Proporsional dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.
Adapun sanksi pelanggaran dalam Pasal 14 ini diatur sebagai berikut:
(4) Setiap pimpinan/pemilik/pengelola/penanggung jawab kegiatan yang melanggar ketentuan pasal 12 ayat (1), pasal 13 ayat (1) dan ayat (2), pasal 14, pasal 15 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6), pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), pasal 17 ayat (1) dan ayat (2), pasal 19 ayat (1) sampai dengan ayat (9), pasal 20 ayat (2), pasal 21 ayat (2) sampai dengan ayat (6) dikenakan sanksi administratif dalam bentuk:
a. sanksi ringan, terdiri atas:
-teguran lisan; dan
-teguran tertulis.
b. sanksi sedang, terdiri atas:
jaminan kartu identitas pemilik/pengelola/penanggung jawab kegiatan usaha kerja sosial; atau pengumuman secara terbuka.
c. sanksi berat, terdiri atas:
denda administratif, paling besar Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah)
penghentian sementara kegiatan
penghentian tetap kegiatan
pembekuan izin usaha atau rekomendasi pembekuan izin usaha
pencabutan sementara izin usaha tau rekomendasi pencabutan sementara izin usaha;dan/atau
pencabutan izin usaha atau rekomendasi pencabutan izin usaha.
Maka, bagaimana bisa dengan paradigma yang begitu mengagungkan buah pikir manusia ini akan lahir aturan yang bisa memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak? Buruknya penerapan hukum buatan manusia yang bersistemkan demokrasi yang menghilangkan peran pencipta untuk mengatur kehidupan. Sungguh, hanya akan kita temui dalam masyarakat Islam yang kehidupannya dinaungi sistem buatan illahi, Khilafah Islamiah