Rasio Gini Meningkat Saat Pandemi, Bukti Ekonomi Kapitalis Perlu DIevaluasi




Oleh : Ummu Hanif
(Pengamat Sosial Dan Keluarga)

             Pandemi Covid-19 memang berdampak serius pada aspek ekonomi, selain aspek kesehatan. Pada kalangan kaya, virus Corona hanya akan menyerang kesehatan mereka, karena mereka memiliki sumber daya ekonomi yang cukup. Namun, tidak demikian bagi kalangan miskin. Ketika tulang punggung pencari nafkah yang terkena virus ini harus dirawat beberapa minggu, ekonomi keluarga akan terguncang. Jika tak terkena Covid-19 sekalipun, kebijakan pembatasan sosial yang diterapkan Pemerintah tanpa ada jaminan ekonomi, telah membatasi mobilitas warga miskin. Padahal, perputaran roda ekonomi rakyat miskin tergantung mobilitas hariannya. Pemerintah memang menggelontorkan bantuan sosial selama pandemi ini. Namun jumlah yang kurang signifikan, distribusi yang tidak merata, serta banyak salah sasaran menjadikan bantuan ini tidak efektif untuk mengurangi efek ekonomi pandemi.

Lebih mirisnya, justru kalangan kaya banyak menikmati berbagai kemudahan dari Pemerintah seperti tax holiday dan lain sebagainya. Di saat kemiskinan meningkat, ternyata jumlah orang kaya juga meningkat. Maka tidak heran ketika Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rasio ketimpangan atau gini ratio di Indonesia naik dari 0,381 pada Maret 2020 menjadi 0,384 pada Maret 2021. Data rasio gini ini menegaskan tingginya kesenjangan pendapatan dan kekayaan di Indonesia. Kenaikan rasio gini ini sejalan dengan kenaikan jumlah penduduk miskin di Indonesia. Pada Maret 2020, jumlah penduduk miskin di Indonesia 26,42 juta orang. Pada Maret 2021, jumlah penduduk miskin naik menjadi 27,54 juta orang. Artinya, jumlah orang miskin bertambah sebanyak 1,12 juta orang. Jumlah itu membuat tingkat kemiskinan nasional mencapai 10,14 persen dari total populasi. (cnnindonesia.com, 15/7/2021)

Sementara itu, data kontan.co.id (12/7/2021), menyatakan bahwa jumlah orang kaya di Indonesia ternyata melonjak selama pandemi. Menurut data dari lembaga keuangan asal Swiss, Credit Suisse, jumlah penduduk Indonesia dengan kekayaan bersih USD 1 juta atau lebih mencapai 171.740 pada tahun 2020. Angka tersebut melonjak hingga 61,69 persen year on year (yoy) dari jumlah di tahun 2019.

Tampaklah bahwa kebijakan Pemerintah memang pro pada orang kaya. Pengebutan berbagai proyek infrastruktur yang tidak terkait dengan penanganan pandemi makin menegaskan hal ini. Di saat rakyat kecil harus berjuang melawan pandemi dan mengais nafkah harian, proyek triliunan Rupiah digeber demi keuntungan segelintir pemilik korporasi. Inilah watak asli sistem ekonomi kapitalisme. Ketika pertumbuhan ekonomi yang dikejar, maka jurang ketimpangan akan kian menganga. 

Maka butuh evaluasi atas hal ini. Dengan penanganan yang buruk, pandemi ini diprediksi masih akan berlangsung lama. Jumlah kasus dan kematian akibat Covid-19 terus naik. Artinya, hantaman ekonomi akan terus dirasakan rakyat. Jika tetap menggunakan sistem ekonomi kapitalisme seperti saat ini, bisa dipastikan ekonomi Indonesia akan tetap dalam kondisi buruk, dan bisa makin buruk.

Untuk menyelesaikan persoalan ketimpangan ini, hal utama yang harus dilakukan adalah mengembalikan kepemilikan umum pada rakyat. Berbagai tambang harus diambil alih Pemerintah dari swasta, untuk kemudian dikelola Pemerintah dan hasilnya digunakan untuk kemakmuran rakyat, termasuk untuk penanganan pandemi.

Selain itu, perlu langkah penghematan pada pos yang tidak urgen. Pembangunan ibukota baru, proyek kereta cepat, dan pembangunan jalan tol merupakan pos tidak mendesak. Sedangkan vaksinasi, penyediaan obat dan alat kesehatan, penyediaan rumah sakit darurat yang mencukupi, layanan kesehatan yang gratis, serta insentif untuk para tenaga medis merupakan pos-pos yang harus diprioritaskan.

Dampak ekonomi pandemi terhadap rakyat miskin harus ditangani dengan solusi jangka pendek dan jangka panjang. Secara jangka pendek, kebijakan lockdown butuh diterapkan selama jangka waktu tertentu yang dipandang efektif. Selama itu, akses dari luar negeri ditutup. Sementara rakyat miskin diberi bantuan tunai maupun bahan pangan untuk bertahan hidup selama lockdown.mKetika jumlah kasus telah turun, seiring dengan kebijakan lockdown, pengobatan, dan vaksinasi gratis, kebijakan ekonomi jangka panjang diberlakukan. Yaitu pembukaan lapangan kerja, dengan diambilalihnya sektor strategis oleh pemerintah, akan banyak membuka lapangan kerja.

Pemberian bantuan baik berupa modal usaha, peralatan, dan keterampilan akan memunculkan wirausahawan baru. Kepastian dunia usaha, tidak adanya pungutan dalam berusaha seperti pajak, cukai, dan lain-lain akan menstimulus roda ekonomi. Sehingga, ekonomi akan tumbuh secara riil, bukan semata di atas kertas. Praktik monopoli dan penimbunan akan dihapuskan, sehingga semua orang mendapatkan kesempatan yang adil untuk berusaha. Tak ada privilese, semua individu rakyat berhak mendapat riayah (pengurusan) terbaik dari pemerintah.

Namun, solusi menyeluruh seperti ini, tidak mungkin bisa kita dapatkan dalam sistem kapitalis. Justru ketimpangan ekonomi seperti inilah yang akan membuat pasar baru bagi para kapital. Sehingga kondisi ini memang mereka pertahankan. Dan sistem yang bisa mewujudkan semua solusi tersebut hanyalah sistem Islam, yakni Khilafah. Wallahu a’lam bi ash showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak