Oleh : Ummu Hanif
(Pengamat Sosial Dan Keluarga)
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 berakhir pada 25 Juli 2021. Namun, Pemerintah resmi memperpanjang kebijakan ini hingga tanggal 2 Agustus 2021. (www.kontan.co.id, 26/7/2021)
Menko bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyadari PPKM Darurat bukan pilihan mudah bagi pemerintah. Menyikapi hal ini, Direktur Indonesian Justice Monitor Agung Wisnuwardana menyatakan kondisi rakyat saat ini sudah menjerit. Banyak yang terdampak, tidak hanya pedagang kecil, UMKM, tapi termasuk ritel yang harus merumahkan karyawannya tanpa gaji.
Sementara itu ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP HIPMI, Ajib Hamdani berharap, pemerintah tidak memperpanjang Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat. Sebab, PPKM yang berlaku saat ini saja sudah cukup kesulitan dalam likuiditas. Dia khawatir jika pemerintah benar memperpanjang PPKM Darurat, maka biaya ekonomi di masyarakat akan semakin besar. Dampaknya kemiskinan akan bertambah dan kesenjangan ekonomi akan melebar. (www.liputan6.com, 13/7/2021).
Memang pemerintah berencana memberikan bantuan Rp300 ribu per bulan selama dua bulan, ditambah 10 kg beras. Tapi menurutnya, timbul tiga pertanyaan. Pertama, kapan bantuan itu akan sampai di masyarakat? Karena beberapa waktu lalu, ada kasus korupsi bansos serupa. Kedua, apakah bantuan itu bagi masyarakat? Kedua, apakah bantuan tersebut bisa menyentuh semua masyarakat terdampak?
Kalau kita perhatikan dengan merunut sejak muncul pertama kali kasus Covid, ada sikap denial (pengabaian) negara. Ditandai dengan pernyataan – pernyataan perwakilan pemerintah yang representatif terhadap kebijakan pandemi. Setelah pandemi nyata adanya, bahkan sektor kesehatan collaps karenanya, pemerintah masih saja mengeluarkan kebijakan yang sangat ironi. Betapa tidak, di tengah masa pandemi, ketika rakyat dibatasi geraknya sedemikian rupa, negara justru mendatangkan WNA. Tercatata, WNA Cina yang masuk Indonesia pada Juni sudah mencapai 24 ribu orang. Maka tidak heran, jika akhirnya Covid meluas ke mana-mana. Harapan lockdown oleh banyak kalangan dianggap sambil lalu. Ditambah pengetatan (kegiatan) gila-gilaan, tapi tanggung jawab sosial tidak ada.
Hal ini sudah menjadi persoalan rumit. Namun, ada beberapa tahap untuk menyelesaikannya.
Pertama, penyelesaian harus diawali dengan rezim saat ini yang harus berani minta maaf secara terbuka dan
Kedua, hitung semua anggaran negara. Mana yang dapat di-switch segera untuk kepentingan Covid ini seperti kesehatan, bantuan sosial, stimulus UMKM, dan sebagainya.
Ketiga, persoalan saat ini sudah sangat sistemis, ada di semua lini kehidupan. Padahal, kita punya potensi sumber daya alam terbesar di dunia. Maka jika sistem kapitalis telah gagal mengelolanya, ada sistem islam sebagai alternatif solusi yang perlu untuk dikaji ulang ulang kebaikan negara.
Maka, di masa pandemi ini kita perlu banyak bermuhasabah, jangan – jangan memang dosa kita sangat banyak. Baik secara individu, masyarakat bahkan sebagai institusi negara. Sebagaimana yang telah Allah sampaikan dalam kitab sucinya : “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit” (QS. Ath-Thaha: 124).
Semoga kita masih ada waktu untuk bertaubat dan kembali kepadaNya. Wallahu a’lam bi ash showab.