Oleh : Ummu Aimar
Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, mengungkapkan bahwa kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat di Jawa-Bali akan diperpanjang hingga akhir Juli 2021. Bahkan beliau mengatakan Indonesia dalam kondisi darurat militer menghadapi pandemi virus Covid-19. Warga diminta untuk disiplin mengikuti protokol kesehatan.
Parahnya, Indonesia menjadi episentrum Covid-19 secara global. Ini sangat mengerikan. Terkait kebijakan PPKM—yang tentunya (harusnya) ada bantuan logistik (bansos) untuk rakyat sebagai kompensasi rakyat harus stay at home dan tidak leluasa bekerja di luar rumah—Muhadjir Effendy menyatakan bansos tidak mungkin ditanggung sendiri oleh pemerintah. Harus ada gotong royong masyarakat. (news.detik.com, 17/7/2021).
Kebijakan apa pun terkait pandemi Covid-19 ini dengan berbagai istilah apa pun hingga saat belum sepenuhnya tuntas menghentikan pandemi covid -19. Malah justru kasusnya semakin melonjak.
Banyaknya istilah aturan aturan baru justru malah menimbulkan masalah baru tentunya kepada masyarakat kecil , pemilik warung ,toko , pedagang makanan dll. Jelas sekali aktivitasnya dibatasi. Bahkan jika melanggar PPKM pun sanksinya tidak adil bagi mereka rakyat kecil.
Padahal mereka pontang panting untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dan kesalamatan pun mungkin terancam.
Faktanya Indonesia gagal memberlakukan PPKM Darurat selama dua pekan ini. Harus adanya kaji ulang cara ini oleh pemerintah. Untuk apa di perpanjang jika aturan yang sudah berlaku pun tida jadi solusi yang tuntas.
Sebagai rakyat Indonesia, kita tentu berharap kebijakan perpanjangan masa PPKM ini akan membuahkan hasil yang memuaskan dengan menurunnya angka penularan Covid-19 dengan signifikan. Namun, melihat dua minggu program ini berjalan sejak awal Juli, kasus harian Covid-19 makin meningkat.
Evaluasi yang tepat, cepat, dan tindakan tegas pemerintah sangat diharapkan oleh rakyat. Mengingat kasus kematian juga bertambah banyak, kondisi fasilitas kesehatan hampir kolaps, tingkat stres warga makin tinggi, apalagi kebutuhan dasar ekonomi rakyat juga harus segera dipenuhi.
(bbc.com, 19/07/2021),
Sejak awal, Pemerintah menghindari istilah lockdown karena ada beban pemenuhan kebutuhan rakyat dengan istilah tersebut. Pemerintah tidak sanggup jika harus menyubsidi seluruh kebutuhan rakyat selama lockdown karena kondisi ekonomi saat ini tidak memungkinkan.
Kebutuhan dasar rakyat harus menjadi prioritas utama. Keselamatan dan nyawa rakyat harusnya lebih diutamakan ketimbang ekonomi negara.
Seharusnya, dari awal virus Corona mulai diketahui masuk ke Indonesia, pemerintah segera mengambil pilihan lockdown dan mengatasi segala risiko akibat kebijakan tersebut. Juga menyediakan berbagai fasilitas untuk rakyat dalam masa lockdown dan memenuhi segala kebutuhan dasarnya.
Karna kebutuhan dasar rakyat harus dipenuhi agar rakyat bisa berdiam diri di rumah selama masa social distancing atau isolasi. Karena kondisi saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Masalah ekonomi negara bisa dibangun lagi jika kondisi sudah makin aman dan terkendali.
Saat ini rakyat tidak butuh perubahan istilah istilah baru maupun perpanjangan, rakyat butuh ada kebijakan tegas untuk lockdown secara total atau karantina seperti yang dilakukan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab ra., wabah penyakit Tha’un pernah terjadi. Banyak korban jiwa dan banyak sahabat Rasulullah saw. meninggal dunia.
Rasulullah saw. pernah bersabda tentang bagaimana cara menangani penyakit yang ada pada suatu daerah. Beliau saw. bersabda,
إذا سمعتم به بأرض فلا تقدموا عليه وإذا وقع بأرض وأنتم بها فلا تخرجوا فرارا منه.
“Jika kalian mendengar penyakit Tha’un di sebuah wilayah, maka janganlah datang ke daerah tersebut. Jika kalian ada di dalam wilayah tersebut, maka kalian janganlah lari keluar.”
Kebijakan isolasi atau lockdown diambil oleh negara Islam untuk mengatasi wabah. Warga yang sakit dipisahkan dari yang sehat dan dibantu segala kebutuhan makan, obat, dan lain-lain hingga sembuh. Dengan demikian, warga yang sehat tetap dapat beraktivitas bekerja dan sebagainya tanpa khawatir tertular penyakit. Dengan demikian, roda ekonomi negara tetap dapat berjalan dan tentu ada jaminan pemenuhan kebutuhan dasar seluruh masyarakat apalagi yang sangat terdampak akibat pandemi.
Maka karantina / lockdown secara total adalah solusi bisa dilakukan oleh penguasa saat ini. Walaupun sudah merebak luas. Ini sebenarnya bisa dilkukan oleh pemerintah jika bener benar serius menangani pandemi agar kembali normal.
Memang sudah banyak saat ini yang dilakukan pemerintah untuk menghentikan pandemi. Namun tidak total, tidak serius tidak sungguh sungguh. Hanya alakadarnya untuk menggugurkan kewajiban. Tidak ada kesungguhan untuk menuntaskan masalah ini, karna tidak lahir dari ketaatan jadi yang dilakukan hanya alakadarnya saja. Bahkan menimbulkan masalah masalah baru hingga banyak nyawa berjatuhan dan ekonomi anjlok.
Didalam sistem Islam, memenuhi kebutuhan dasar rakyat dimasa pandemi adalah kewajiban pemimpin.
Negara Islam (Daulah Islamiah) adalah negara yang mandiri. Sumber pendapatan negara berasal dari pengelolaan kekayaan alam di seluruh wilayah kekuasaannya secara sungguh-sungguh dan amanah. Karna Islam adalah konsep kehidupan paling manusiawi di dunia. Setiap nyawa rakyat akan dijamin kebutuhan dasarnya. Semua kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan dipenuhi negara Islam. Juga kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan setiap warga negara menjadi prioritas.
Pemenuhan kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan dilakukan dengan dan disediakan pemerintah.
Negara pun yang akan mengambil alih peran pemenuhan kebutuhan pokok mereka dengan menggunakan uang di kas negara (baitulmal).
Jadi, masalah kesehatan ini adalah masalah utama negara yang akan mendapat prioritas dan pemimpin (khalifah) dalam sistem Islam akan senantiasa sungguh-sungguh menjalankan amanahnya dalam melindungi nyawa rakyatnya, apalagi pada masa pandemi wabah penyakit.
Dalam sebuah hadis Rasulullah saw.. :
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Bukhari).
Wallahu a’lam bish-shawab.
Tags
Opini