PPKM Darurat: Kerancuan Kebijakan Antara Penyelamatan Nyawa dan Ekonomi



 
Oleh : Ina Siti Julaeha S.Pd.I
Pengajar dan Aktivis Muslimah
 
Kasus positif Covid-19 terus melonjak tajam. Bahkan menjadi tsunami  Covid-19, dikarenakan jumlah pasien yang terpapar virus ini semakin banyak dan tersebar luas. Akhirnya sejak 3 Juli hingga 20 Juli Pemerintah telah resmi melakukan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM. Dengan tujuan menekan laju perkembangan kasus Covid-19 di pula  Jawa dan Bali.
 
Banyak pakar menganggap PPKM Darurat bukan kebijakan yangg efektif untuk antisipasi kegentingan dan ledakan Covid-19. Namun pemerintah Indonesia sepertinya mengabaikan pendapat para ahli dalam mengatasi pandemi. Setelah memberlakukan PSBB pada kebijakan sebelumnya, kebijakan PPKM ini pun dirasa kurang efektif dalam mencegah kasus penularan virus. 
Anggota DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, menilai perlu ada definisi jelas dari kebijakan PPKM Darurat. Sebab jika implementasinya sama seperti PPKM mikro, maka hasil di lapangan tak ada perubahan signifikan.Beliau menyampaikan bahwa PPKM Darurat, perlu definisi yang jelas karena kalau sama dengan PPKM sebelumnya, hasilnya pun akan sama juga. PPKM sebelumnya telah dinilai tidak berhasil, kalau ada kebijakan baru, harus ada aspek yang benar-benar membedakannya dengan kebijakan sebelumnya. Beliau juga mempertanyakan mengapa pemerintah tidak mau mencoba kebijakan karantina wilayah atau "lockdown" total. Jika pun tidak bisa, setidaknya "lockdown" akhir pekan. (merdeka.com 01/07/2021)
 
Hanya berubah istilah dari kebijakan sebelumnya yang tidak terbukti ampuh dan justru membingungkan. PPKM darurat pun dirasa tidak berjalan secara optimal. Walau demikian, pemerintah sepertinya enggan untuk mengikuti saran dari para ahli dan masuka sejumlah tokoh. Padahal kebijakan yang ada masih dirasa belum berjalan optimal. Terlebih dengan perbedaan sikap dari pemerintah kepada sejumlah masyarakat. Jika pemberlakuan PPKM di sekitar Jawa dan Bali dilakukan begitu ketat dengan menyita dan memberi sanski tegas kepada warga yang melanggar. Pemberlakukan pembatasan ini meliputi penyekatan kendaraan, menindak tegas pedagang yang tetap beroperasi, dan mendatangi pasar untuk mengintimidasi para pedagang. Alasan sejumlah warga yang harus terpaksa beraktivitas itu semata-mata mencari nafkah untuk makan keluarganya hari ini. Karena kebutuhan mereka jelas tidak ditanggung negara, sehingga mereka harus tegar bertaruh nyawa demi keluarga daripada keluarga mati kelaparan di rumah.  Namun sayangnya sikap tegas dari aparat negara tidak berlaku untuk TKA yang datang ke Indonesia. Karena terbukti pemerintah tetap membiakan para TKA untuk masuk ke Indonesia. 
Tokoh lain seperti Ahmad Yohan anggota DPR RI Komisi XI Praksi PAN, mengkritisi kebijakan PPKM. Merujuk pada regulasi pembatasan mobilitas yang beredar terkait PPKM darurat, maka PPKM Darurat hanya berlaku secara domestik di wilayah Jawa dan Bali saja. Artinya, mobilitas warga asing ke Indonesia masih dibuka/ diberikan kelonggaran. Beliau mengaku sangat khawatir bahwa ratusan triliun dana PEN dari APBN dan PPKM Darurat ini ibarat 'membuang garam di laut', karena pembatasan mobilitas hanya dilakukan secara domestik. Akibatnya, mata rantai penyebaran Covid-19 dengan berbagai varian yang datang dari luar Indonesia, tidak bisa terputus penyebarannya. Oleh sebab itu, beliau meminta pada otoritas agar pengetatan mobilitas darat, udara, dan laut, juga diperluas hingga pembatasan WNA masuk ke Indonesia. Terutama WNA yang berasal dari sarang berbagai varian Covid-19. Karena sekali lagi, percuma bila PPKM Darurat diberlakukan secara domestik, sementara WNA diberikan keleluasaan masuk Indonesia. (viva.co.id 04/07/2021).
 
Jika pemerintah selalu menjadikan pemulihan ekonomi sebagai alasan menerima WNA masuk Indonesia, nyatanya selama ini rakyat Indonesia secara menyeluruh masih terus mengalami krisis dan kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan sandang pangan, pendidikan, kesehatan semakin sulit dipenuhi oleh rakyat menengah ke bawah. Jika sebelum pandemi saja rakyat terus mengalami krisis ekonomi, maka hal ini semakin membuat rakyat semakin menjerit terlebih di tengah pandemi yang belum usia ini. Lalu sebenarnya pemulihan ekonomi ini untuk siapa? Dan untuk rakyat yang mana?. Sebab nyatanya alasan klasik pemerintah ini tidak dirasakan oleh masyarakat yang harus berjuang untuk tetap bertahan hidup meskipun bertaruh nyawa menghadapi virus yang semakin mengganas.
 
Kebijakan kapitalis sekuler jelas tidak akan memihak kepada kepentingan mayarakat. 
Perekonomian yang dilakukan selalu mengarah kepada kepentingan para invertor dan para kapital. Para penguasa dan pengusaha tidak perduli dengan kondisi rakyat yang semakin menjerit akibat kemiskinan.  Negara yang diberikan tanggung jawab mengatur urusuan masyarakat pun lepas tangan. Pemerintah telah nyata gagal dalam  mengatasi pandemi ini. Karena rezim kapitalis tidak akan membuat kebijakan yang mengorbankan keuntungan materi atas nama penyelamatan ekonomi. Padahal semestinya berfokus pada penyelamatan nyawa. Dan misi penyelematan nyawa manusia harus terlebih dahulu diutamakan. Negara harus siap mengeluarkan dana besar untuk kebaikan rakyatnya. Terlebih Indonesia yang menjadi negara kaya SDA ini seharusnya sudah mampu mengatasi perekonomian. 
 
Jika pemerintah tegas menyelamatkan nyawa rakyat, maka kebijakan cerdas pun sudah diambil sejak awal pandemi. Memberlakukan karantina wilayah atau Lockdown yang sesuai dengan ajaran Islam menjadi pilihan awal dalam mengambil solusi mengatasi wabah. Hanya saja pemerintah Indonesia terlalu mempertimbangkan ekonomi dibandingkan kesehatan dan nyawa rakyat. itulah realita penerapan sistem kapitalis. Selalu menganggap enteng nyawa manusia. Demi kepentingan materi. Keselamatan rakyat seakan diabaikan. Sehingga kematian akibat covid-19 semakin banyak. Sungguh sistem ini tidak bisa menyelesaikan masalah yang ada. Justru memperparah dan membuat masalah baru yang semakin parah. 
 
Hal ini berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam negara bertugas untuk memberikan pelayanan terbaik kepada umat. Pemerintah yang menerapkan aturan Allah SWT jelas akan menjaga dan memuliakan nyawa manusia. Negara akan berupaya mengelola sumber daya alam dan semua pemasukan negara dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat. Negara hadir di garda terdepan dalam mengatasi pandemi untuk menyelamatkan nyawa rakyat. Tujuan penyelesaian pandemi semata-mata untuk kesehatan dan keselamatan jiwa manusia, dan jauh dari tujuan komersil. Nyawa manusia lebih berharga dibandingkan dunia dan seisinya. Sebagaiman dalam sebuah Hadis Nabi Muhammad SAW. “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani). 
 
Dengan ditopang sistem ekonomi yang kuat, Sistem Islam yakni Khilafah akan mengambil langkah terbaik dalam memberikan pelayanan kesehatan sebelum wabah meluas dan menela korban jiwa. Dengan segera memberlakuan kebijakan karantina wilayah sebagaimana yang dilakukan di era kepemimpinan Umar bin Khattab melalui peran Gubernurnya Amru bin Ash. Memisahkan yang sakitb dan yang sehat dengan tujuan agar mudah dalam mengatur interaksi untuk bisa menekan penularan wabah. Negara memberikan kebutuhan pokok rakyat dengan layak secara gratis. Menanggung semua kebutuhan pokok rakyat dengan sepenuh hati. Melayani kebutuhan kesehatan rakyat dengan obat-obatan terbaik. Memberikan dukungan dan penghargaan besar kepada tenaga kesehatan dalam berjuang menangani pandemi. Dengan perekonomian yang mandiri khilafah akan memberikan dukungan dana besar untuk membeli fasilitas kesehaan teranggih demi kemaslahatan umat. Hal ini dilakukan dikarenakan Islam begitu memuliakan nyawa manusia. Wallahu a’lam Bishawab.
 
 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak