Potret Buram Nakes, Kala Pandemi Terjadi Di Era Kapitalis


sumber gbr : google


Oleh : Ummu Mujahid (Pengasuh Grup Milenial dan Pegiat Literasi)

Entah kapan selesainya wabah covid 19 yang melanda dunia. Hingga dini hari ujian ini masih terus merajalela hampir memasuki tahun ke 2. Dalam situasinya terdata sampai 2021 sudah 2 juta kehilangan jiwa baik anak-ank maupun orang dewasa. Dari awal mewabahnya virus ini hingga masuk ke Indonesia, tidak bisa dipungkiri nakes atau petugas kesehatan adalah garda terdepan secara sigap menangani dan memberikan pertolongan kemanusiaan nya secara profesional.

Namun sayangnya, tindakan demikian nampaknya tidak begitu mendapat apresiasi yang serius. Pemerintah seolah abai dan berat dalam memenuhi hak para nakes. Menurut Ketua Satgas COVID-19 DPP PPNI, Drajat Sudrajat kepada detik.com, banyak keluhan yang belum dibayarkan sejak Januari. Dari sejumlah rumah sakit sudah mengalami overload pasien dikarenakan kekurangan petugas nakes, kekurangan alat medis kesehatan.

Lebih lanjut tunggakan yang belum dibayarkan pada tahun anggaran 2020, mencapai 22,8 triliun. Rita, Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementrian Kesehatan (Kemkes) mengatakan bahwa tunggakan ini lantaran penyaluran anggaran melewati sejumlah proses diantaranya adalah review dengan BPKB 1500 Rumah sakit yang terclaim COVID-19.

Sungguh nahas nasib para tenaga kesehatan (nakes) di negeri ini, jumlah mereka tak sebanding dengan beban yang harus dipikul. Pasalnya, jumlah dokter di Indonesia terendah kedua di Asia Tenggara, yaitu sebesar 0,4 dokter per 1.000 penduduk. Itu artinya, jika kehilangan 100 dokter sama dengan 250.000 penduduk tidak memiliki dokter. Sudahlah jatuh tertimpa tangga pula. Begitu peribahasa yang menimpa para nakes. Sudah mempertaruhkan nyawanya demi keselamatan bangsa dituntut pula menanggung beban resiko yang seharusnya di pikul oleh negara.

Jika kita telaah lebih dalam, yang membuat persoalan ini semakin rumit adalah proses operasional di dalam birokrasi pelayanan masyarakat termasuk dalam hal penyaluran dana kesehatan Rumah sakit hingga para nakes. Terkesan kaku dan berbelit-belit. Padahal semestinya dalam kondisi pandemic seperti saat ini, mekanisme ini haruslah dipermudah. Kebutuhan dasar dan jaminan keselamatan para nakes haruslah menjadi prioritas Negara. Karena ditangan merekalah penanganan pasien dan kelangsungan tindakan kuratif itu berjalan.

Di sisi lain, bagaimana proses para TKA yang terlihat begitu mudah untuk masuk dalam border imigrasi di negeri ini. Karantina 14 hari yang ditetapkan WHO rupanya tidak berlaku bagi imigran TKA ini. Berkas-berkas kelengkapan seperti syarat tes RT-PCR juga tidak dibutuhkan. Entah dengan alasan apa. Begitu juga kemudahan-kemudahan birokrasi pejabat dalam pencairan anggaran perjalanan dinas.

Kebijakan selama ini kontraproduktif terhadap laju penyebaran Covid-19. Tak didengarnya suara pakar dalam mengambil keputusan. Serta nyawa nakes yang seolah tak berharga. Semua itu tak lepas dari paradigma sistem pemerintahan kita yang sekuler. Karena negara sekuler tak menjadikan agama sebagai kiblat pemecah masalah. Sistem demokrasi sekulerlah yang melahirkan penguasa yang zalim. Kebijakannya selalu saja kontraproduktif dengan keselamatan nyawa umat.

Simak bagaimana sejarah dalam Negara Daulah menjamin kemudahan baik berupa fasilitas maupun memberikan hak kepada para nakes. Memudahkan pelayanan administrasi setiap biro. Sehingga terjadi kestabilan hak dan kewajiban yang setara. Sistem kesehatan yang dikendalikan penuh oleh negara dan disertai kebijakan yang berorientasi pada kemaslahatan umat, akan menghantarkan pada sistem kesehatan yang anti gagal. Persoalan pandemi pun tak akan dibiarkan berlarut-larut hingga nyawa nakes menjadi taruhan.

Daulah pun memuliakan para nakes dengan melengkapi kebutuhannya, seperti APD, obat-obatan, dll. sistem keuangan yang kuat, akan mampu memenuhi itu semua. Selain itu, jam kerjanya pun akan manusiawi, nakes tak akan dibebankan dengan jam kerja yang berat walaupun saat pandemi. Karena jumlah nakes akan banyak dan berkualitas. Sistem pendidikan yang dikendalikan penuh oleh negara akan menghasilkan tenaga medis yang berlimpah dan berkualitas. Pendidikan akan sangat murah dan gratis karena dijamin negara. Beban biaya pendidikan tidak diberikan pada individu. Termasuk juga dana penelitian akan besar-besaran digelontorkan pemerintah, apalagi masa pandemi agar vaksin cepat ditemukan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak