Persoalan Anak Kian Bertambah, Peringatan Hari Anak Nasional Unfaedah





Oleh : Ummu Hanif
(Pengamat sosial Dan Keluarga)

            Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1984 tanggal 19 Juli 1984, Hari Anak Nasional diperingati setiap tanggal 23 Juli. Usul untuk menetapkan Hari Anak Nasional bermula usai disahkannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak disahkan pada 23 Juli 1979. Pada 1984, Presiden Soeharto menggagas Hari Anak Nasional untuk ditetapkan sebagai salah satu hari penting. Saat itu, Soeharto menilai anak-anak merupakan aset kemajuan bangsa sehingga perlu diberi peringatan. Sejak saat itu perayaan anak-anak terus digelar untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara yang ramah anak.

Peringatan Hari Anak Nasional dimaknai sebagai tanda kepedulian seluruh bangsa terhadap optimalnya tumbuh kembang anak. Pemerintah juga membuat program untuk mendorong keluarga menjadi lembaga pertama dan utama dalam melindungi anak sehingga dapat melahirkan generasi bangsa yang tidak hanya sehat tetapi juga cerdas dan berakhlak mulia.

Sementara itu untuk tahun ini, karena masih dalam situasi pandemi, peringatan Hari Anak Nasional (HAN) diselenggarakan melalui online. Seperti yang dilansir dalam laman www.detiknews.com, 23 juli 2021 lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pesan di Hari Anak Nasional 2021 melalui media sosial Twitter dan Instagram pribadinya. Jokowi mengunggah ilustrasi anak-anak yang sedang berkegiatan di dalam rumah dengan tulisan 'Selamat Hari Anak Nasional. Presiden Joko Widodo'. Jokowi menyampaikan anak-anak bisa berkontribusi untuk menerapkan protokol kesehatan. Dia juga meminta anak-anak di Indonesia tetap semangat.

Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati, menyatakan peringatan HAN merupakan momentum penting untuk menggugah kepedulian dan partisipasi seluruh komponen bangsa Indonesia dalam menjamin pemenuhan hak anak atas hak hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Tema utama HAN 2021 ini adalah “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. Tema ini ditetapkan karena selama pandemi Covid-19 di Indonesia, anak-anak termasuk kelompok yang sangat terdampak. Mereka mengalami berbagai persoalan, mulai dari pengasuhan bagi anak yang orang tuanya positif Covid-19, kurangnya kesempatan bermain dan belajar, serta meningkatnya kasus kekerasan selama pandemi sebagai akibat diterapkannya kebijakan jaga jarak maupun belajar dan bekerja di rumah.

Tantangan lain yang juga sedang dihadapi anak Indonesia saat ini adalah pandemi Covid-19 serta implikasinya terhadap kesehatan, pendidikan, perlindungan anak, serta berbagai dampak lainnya.
Menteri PPPA menyatakan bahwa peringatan HAN merupakan momentum penting untuk menggugah kepedulian dan partisipasi seluruh komponen bangsa Indonesia dalam menjamin pemenuhan hak anak atas hak hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi..

Meski peringatan HAN setiap tahun digelar, faktanya, hingga saat ini masih banyak persoalan yang dialami anak-anak. Persoalan yang kini menjadi perhatian adalah terkait kesehatan anak di tengah pandemi Covid-19. Ada sekitar 12,5% dari anak-anak terpapar Covid-19. Data IDAI juga menunjukkan tingkat kematian mencapai 3—5% dan menjadi tingkat kematian tertinggi di dunia. Suasana pandemi dan pembatasan fisik juga memicu buruknya kesehatan mental pada anak, seperti tingginya tingkat kecemasan yang bisa berpengaruh negatif bagi tumbuh kembang mereka. (www,kompas.com, 23/7/2021).

Selain soal kesehatan terhadap anak, problem lainnya yang tak kalah serius adalah kekerasan seksual maupun fisik pada anak-anak yang meningkat saat pandemi. Data yang dihimpun dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) dari 1 Januari—23 September 2020 menunjukkan bahwa kasus Kekerasan terhadap Anak (KtA) di Indonesia sebanyak 5.697 kasus dengan 6.315 korban. Sementara periode Januari—3 Juni 2021 terdapat 3.122 kasus KtA, yang mana kekerasan seksual masih mendominasi. Persoalan lain adalah masih adanya pekerja anak yang diperkirakan mencapai sekitar 6% dari estimasi jumlah anak usia 10—17 tahun dan meningkatnya perkawinan anak. (www.kompas.com, 22/7/2021)

Tentu ada banyak faktor yang menjadi penyebab anak Indonesia belum terlindungi. Pada masa pandemi, abainya rakyat terhadap protokol kesehatan jelas berdampak pada penularan terhadap anak. Keterbatasan layanan kesehatan juga berpengaruh terhadap tingginya angka kematian pada anak. Di sisi lain, situasi pandemi—dengan segala konsekuensinya, termasuk pembelajaran jarak jauh—memberikan tekanan terhadap mental anak.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa mayoritas tindak KTA terjadi pada keluarga dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah. Hal ini terjadi karena tekanan sosial ekonomi seperti terlilit utang, rendahnya kemampuan ekonomi, dan faktor lain yang menjadi penyebab tingginya tingkat stres pada orang tua. Sementara, putus sekolah terjadi di antaranya karena menikah, menunggak SPP, bekerja, atau kecanduan game online. Hal ini bisa dipahami karena pandemi memberikan dampak meningkatnya angka kemiskinan. Kemiskinan memang menjadi sebab mendasar berbagai persoalan. Inilah sekelumit raport merah perlindungan anak di negeri ini dengan atau tanpa pandemi. Berbeda dengan islam, Islam mewajibkan negara untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya termasuk anak, sehingga anak dapat hidup aman, dan tumbuh kembang sempurna. Wallahu a’lam bi ash showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak