Menumpas Premanisme dengan Islam





Oleh: Silvi F.* 


Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mendefinisikan kata preman sebagai sebutan kepada orang jahat. Preman disandingkan dengan penodong, perampok, pemeras dan sebagainya. Dengan kata lain preman merupakan sebutan untuk orang-orang yang memalak, penjahat kecil, hingga berandalan.

Para preman bisa ditemui di berbagai wilayah di Nusantara dengan bermacam-macam sebutan, seperti, jago, jawara, jagabaya, bajingan, gali, dan lainnya. Biasanya, untuk menyambung hidup mereka akan bekerja sebagai satpam, tukang parkir, ataupun Pak Ogah dan meminta bayaran atas "jasa keamanan" kepada pedagang kaki lima, pemilik toko, sopir, pemilik kendaraan, juga yang lainnya.

Jika kita perhatikan, ada beberapa faktor yang mendorong muncul dan merajalelanya premanisme. Diantaranya; Pertama, faktor paling mendasar yaitu penerapan dari ideologi sekulerisme-kapitalisme. Paham sekulerisme adalah paham yang memisahkan agama dari pengaturan kehidupan. Ideologi sekulerisme menghendaki faktor keimanan untuk dipisahkan dari dunia. Sehingga, agama dianggap hanya sebagai pengatur ibadah ritual saja. Padahal, keimanan dalam diri seseorang atau masyarakat merupakan kontrol diri yang paling kuat dalam berbuat.

Kedua, faktor ekonomi. Akibat sistem ekonomi Kapitalis yang tidak mendistribusikan kekayaan secara merata dan adil menimbulkan sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan. Kesulitan dalam mendapatkan perkejaan disamping tuntutan hidup dengan biaya sedemikian tinggi merupakan faktor yang dapat menjadikan seseorang untuk terjun melakukan premanisme.

Ketiga, aksi penegakkan hukum yang masih lemah. Aparat dinilai tidak bertindak dengan tegas dimana dengan asas kebebasan menjadikan polisi baru bisa bertindak setelah ada laporan. 

Keempat, sistem hukum yang tidak memberikan efek jera. Hukuman yang diberikan kepada preman yang terlibat bentrok bahkan pembunuhan begitu ringan. Hukum dapat diperjual belikan sehingga preman yang diajukan ke pengadilan pun dapat lolos dan bebas dari jerat hukum. Kalaupun mereka dihukum dengan kurungan penjara, nyatanya mereka masih bisa mengendalikan bisnis premannya. Didalam penjara mereka mendapat kenyamanan tertentu dan bahkan bisa mendapatkan anak buah baru. Dari sini dapat dilihat bahwa premanisme bukan hanya bersifat individual melainkan sistemik. 

Agar masyarakat terbebas dari segala bentuk premaniseme maka tentu harus ada upaya untuk mewujudkannya. Sebagai seorang muslim, tentu kita percaya bahwa Syariah Islam yang bersumber dari wahyu Allah, Zat Maha Sempurna memiliki seperangkat aturan sistemik yang jika diterapkan secara utuh niscaya dapat mengatasi semua permasalahan manusia termasuk premanisme ini. 

Ketika aturan Islam diterapkan secara utuh maka dapat mewujudkan suasana keimanan yang terjaga kemurniannya. Karena melalui seperangkat aturan yang sempurna, Islam akan menutup segala celah yang dapat menghantarkan pada jalan kemaksiatan. Para penguasa pun akan memperhatikan urusan rakyat dengan penuh tangguh jawab sesuai dengan amanahnya. Mereka lebih takut pada hukuman dan siksa dari Allah subhanahu wata'ala jika bermain-main dengan kekuasaan yang telah dipercayakan kepadanya. Hal itu hanya akan terwujud jika syariat Islam diterapkan ditengah-tengah umat dalam bingkai Khilafah ala minhaj an-nubuwwah.


*(Pemerhati Sosial dan Politik)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak