Oleh : Putri Efhira Farhatunnisa
Cuitan Mentri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia (Menkopolhukam) Mahfud MD di akun twitter pribadinya, menjadi sorotan warganet. Pasalnya ditengah suasana pandemi yang kritis ini, sang mentri malah membuat tweet berisi curhatan menonton sinetron. Dalam cuitannya tersebut ia juga sedikit mengomentari tentang pemahaman hukum sang penulis cerita yang dinilainya kurang pas.
"PPKM memberi kesempatan kpd sy nonton serial sinetron Ikatan Cinta. Asyik jg sih, meski agak muter-muter.", kata Mahfud dalam cuitannya pada 15 Juli 2021 (sinarjateng.com 17/7/2021)
Tweet menggelitik tersebut mengundang berbagai respon dari warganet, namun banyak yang menyayangkan sikap sang mentri. Komika Bintang Emon pun turut buka suara atas pernyataan sang mentri, walaupun dalam videonya sang komika tak menyebutkan nama tapi warganet setuju bahwa sindiran tersebut ditujukan kepada Mahfud MD. Komika 25 tahun ini menilai bahwa sikap sang mentri tak menunjukan empati sama sekali pada masyarakat yang dilanda kesulitan akibat pandemi.
Rasanya kurang etis ketika kondisi kritis seperti saat ini namun para pemangku kebijakan malah bersantai ria. Kita semua pun mengerti bahwa mereka hanya manusia biasa yang bisa merasakan jenuh terlebih dibawah tekanan pandemi saat ini, namun sikap yang diambil sangatlah tidak tepat. Masyarakat berharap para penguasa bisa cepat mengatasi pandemi dengan kebijakan yang benar-benar memihak rakyat, kebijakan yang tak membuat masyarakat bingung seperti sekarang ini dimana rakyat dilarang berjualan namun kebutuhan hidupnya tak dipenuhi. Belum lagi denda yang dikenakan bagi siapa saja yang melanggar aturan PPKM tentu melahirkan masalah baru, ibarat kata pepatah "sudah jatuh tertimpa tangga pula".
Berbeda dengan Islam yang mampu melahirkan penguasa yang benar-benar bijaksana dalam menghadapi permasalahan rakyat. Salah satunya sikap yang diambil oleh Khalifah Umar bin Khaththab RA saat menghadapi permasalahan paceklik, beliau rela kelaparan selama 9 bulan dan hanya makan roti dan minyak hingga kulitnya menghitam dan berbadan kurus dikhawatirkan juga beliau akan jatuh sakit dan lemah. Musibah paceklik terjadi pada akhir tahun ke 18 H, tepatnya pada bulan Dzulhijjah, dan berlangsung selama sembilan bulan. Beliau berkata : “Akulah sejelek-jelek kepala negara apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan.”
Kekeringan melanda negeri Hijaz dan karena hujan yang tak junjung datang krisis pangan pun terjadi, semua orang mulai merasakan kelaparan. Pada saat itu daerah Hijaz benar-benar kering kerontang. Penduduk-penduduk pedesaan banyak yang mengungsi ke Madinah dan mereka tidak lagi memiliki bahan makanan sedikitpun. Mereka segera melaporkan nasib mereka kepada Amîrul Mukminîn Umar bin Khaththab RA. Sang Amirul Mukminin pun cepat tanggap dan menindaklanjuti laporan ini. Dia segera membagi-bagikan makanan dan uang dari baitul mâl hingga gudang makanan dan baitul mâl kosong total. Dia juga memaksakan dirinya untuk tidak makan lemak, susu maupun makanan yang dapat membuat gemuk hingga musim paceklik ini berlalu.
Selain itu Khalifah Umar pun melakukan shalat istisqâ’ (shalat minta hujan) sebagai bentuk kepedulian terhadap nasib rakyatnya. At-Thabarani rahimahullah meriwayatkan dari Tsumâmah bin Abdillâh bin Anas RA, dari Anas RA bahwa Umar RA keluar untuk melaksanakan doa minta hujan. Beliau berkata : “Ya Allah Azza wa Jalla sesungguhnya apabila kami ditimpa kekeringan sewaktu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallammasih hidup, maka kami meminta kepada-Mu melalui Nabi kami; dan sekarang kami meminta kepada-Mu melalui paman Nabi kami Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Al-Bukhâri juga meriwayatkan kisah ini dari Anas RA.
Demikianlah hingga Khalifah Umar berhasil melewati masa-masa krisis dengan bijaksana. Tak hanya membuat kebijakan namun juga ikut merasakan penderitaan rakyatnya dengan tidak memakan makanan enak selama paceklik. Maksimalnya ikhtiar beliau membuat ia berhasil menyelamatkan rakyatnya dari musibah kekeringan dan kondisi sulit itu melalui kebijaksanaannya yang tepat.
Sungguh kita merindukan pemimpin shalih layaknya Umar bin Khaththab RA, ia mengerahkan seluruh usaha yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan rakyatnya. Akankah sistem saat ini melahirkan penguasa seperti Umar? Tentu tidak, karena sistem rusak maka setiap apapun yang lahir darinya tak akan mampu mengentaskan masalah. Yang ada hanyalah masalah yang tertunda dan tak berujung. Kita merindukan sistem Islam yang rahmatan lil 'alamin yang terbukti bisa mensejahterakan masyarakat baik di dunia maupun di akhirat.
Wallahua'lam bishshawabi
Tags
Opini