Maksimalkan Taat Tanpa Nanti



Oleh Citra Salsabila

(Pegiat Literasi)


Allah Swt. berfirman: "Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” (TQS. As-Safaat [37]: 37)


Sungguh menyedihkan ketika dua kali takbiran masih diiringi dengan kesedihan yang melanda. Iya, negeri ini masih diuji dengan pandemi yang tak berkesudahan. Hampir 16 bulan lamanya rakyat dituntut untuk menjaga protokol kesehatan dan taat atas kebijakan yang telah ditetapkan.


Sayangnya, momen Iduladha tahun ini begitu berbeda. Mengapa? Sebab, di tengah gelombang Covid-19 kedua, rakyat harus tetap di rumah saja. Jika ada penyelembihan hewan kurban, maka wajib menaati protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah. Varian baru dari virus Covid-19 memang tidak main-main, karena bisa mengancam nyawa seseorang. 


Lantas, bagaimana agar tetap dapat memaknai hakikat Iduladha? Hakikat tentang pengorbanan dan ketaatan yang amat totalitas kepada Sang Pencipta, Allah Swt. Sehingga, kita dapat meneladaninya untuk kehidupan bermasyarakat ataupun bernegara. 


Dalam kisahnya, di dalam Al-Qur'an diceritakan, Nabi Ibrahim bermimpi sedang menyembelih anaknya, Nabi Ismail. Saat terbangun, Nabi Ibrahim sangat kaget dan bergetar hatinya. Anak yang ditunggu-tunggu kehadirannya harus dikorbankan dengan ikhlas dan rida. 


Selanjutnya, Nabi Ibrahim menceritakan mimpinya kepada sang anak. Seketika itu betapa terkejutnya Nabi Ibrahim mendengar jawaban sang anak, bahwa Ismail siap untuk dikurbankan. Karena apapun yang diperintahkan oleh Allah Swt. adalah benar. Dan Ismail meyakini bahwa sang ayah adalah nabi utusan Allah Swt. 


Maka, diajaklah Ismail ke sebuah tempat yang jauh dari perkampungan. Daerah padang pasir dengan terik matahari yang begitu menyengat. Betapa langkah kaki Nabi Ibrahim terasa berat, mencoba ikhlas merelakan anak kesayangannya dikurbankan. Inilah ujian terberat Nabi Ibrahim dalam hidupnya, ketika harus mengorbankan sang anak demi ketaatannya kepada Allah Swt. 


Maksimalkan Taat Kepada Allah Swt


Taat berarti patuh. Tidak ada kata untuk tidak melakukannya. Ketaatan itu harus diiringi dengan rasa cinta. Jika sudah tumbuh, maka seseorang akan melakukan apa yang dimintanya tanpa menundanya sedikitpun. 


Itulah teladan yang ingin disampaikan Nabi Ibarahim kepada umat Muslim. Ketaatanya kepada aturan Allah Swt. dilakukan dengan ikhlas, walaupun berat dalam melakukannya. Namun, dalam hatinya tak terbesit rasa keraguan sedikitpun, apalagi mengingkarinya. 


Begitulah seharusnya kaum Muslim bertindak, selalu memperhatikan halal dan haram, bukan berdasarkan keinginan semata. Kondisi ini sangatlah bertolak belakang, sebab kebanyakan kaum Muslim mengikuti perilaku orang-orang Barat. Seperti cara berpakaian, cara berperilaku yang bebas tanpa aturan jelas, ataupun cara berpikir dalam memaknai kebahagiaan yang hanya terletak pada materi semata. 


Ya, ide Barat memang sudah merasuki otak kaum Muslim saat ini. Begitu mudahnya mempengaruhi seluruh tindakannya, baik sengaja maupun tidak. Tidak peduli apakah melanggar syariat ataupun tidak, yang terpenting dapat memenuhi keinginannya. Iya, semua hanya bermodalkan syahwat belaka, dan keinginan memperbanyak materi untuk kebahagiaan di dunia. 


Sayangnya, ibadah yang sering ditunaikan semata-mata hanya menggugurkan kewajiban saja. Bukan dimaknai sebagai kebutuhan yang akan direfleksikan dalam bertindak di kancah kehidupan. Kaum Muslim sudah jauh dari aturan Islam, dan Barat telah berhasil menanam ide-idenya. 


Seyogyanya, kaum Muslim sadar bahwa sudah terjerumus dalam jeratan ide Barat. Ide yang berasal dari ideologi kapitalisme, bukan dari Islam. Terlihat banyak permasalahan yang dialami kaum Muslim saat ini, misalnya pandemi Covid-19 yang tidak berujung, penyerangan kaum Yahudi Israel ke Palestina yang tidak pernah tuntas, dan penyiksaan kaum Muslim di beberapa wilayah yang dilakukan penguasa negerinya (contoh: muslim Xinjiang, muslim Uighyur). 


Maka, saatnya kaum Muslim kembali kepada aturan Islam. Aturan yang berasal dari Sang Pencipta, Allah Swt. Aturan yang akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat, ditambah sesuai dengan fitrah manusia. Sebagaimana Nabi Ibrahim yang taat secara totalitas tanpa mengingkarinya. 


Selain itu, kaum Muslim haruslah menjadi orang yang ihsan. Yaitu orang yang mendahulukan rida Allah Swt. diatas segalanya. Walaupun harus dengan kesabaran, namun dijalankan dengan penuh keikhlasan yang seluas samudera. Hanya dengan kembali pada aturan Allah Swt., kaum Muslim akan meraih kemuliaanya. 


Allah Swt. berfirman, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (TQS. Ath-Thalaq [65] : 2-3). 


Wallahu a'lam bishshawaab.

1 Komentar

  1. Barakallah...semoga kita termasuk muslim yang taat secara totalitas

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak